" Dia sudh tidur...tadi aku menaruh pill tidur di minumannya jika tidak begitu dia tidak akan tidur..."
Jelas Mark melalui telfon
" Syukurlah...terimakasih banyak...maaf aku tidak bisa menemaninya kesana karena saat ini aku dipindah tugaskan ke Swiss"
" Tak apa Jen...jangan khawatir, dia aman kok disini"
" Mungkin aku akan kesana dalam 2 atau 3 minggu ini, Tolong tahan dia jika ia memaksa untuk kembali ke LA sendiri ya?Aku akan menjemputnya"
" Baik ada lagi Jen?"
" Tidak itu saja... maaf jika dia merepotkan mu ya...."
" Ya...sama sama"
Tuuut
Mark menutup panggilan tersebut. Menatap Haechan sendu, kemudian duduk di kursi yang ada disebelah tempat tidurnya. Beberapa hari yang lalu, Ten mengalami kecelakaan saat menemani Jaemin ke Instana negara Korea. Siapa sangka kunjungan untuk perdamaian itu malah digunakan beberapa pihak sebagai pencetus peperangan. Seorang terorist membom gedung tersebut yang menelan banyak korban jiwa salah satunya Ten, beruntung Jaemin hanya luka-luka dan saat ini sedang dirawat dirumah sakit.
Mark masih ingat bagaimana teriakan dan tangis Haechan di telfon saat ia menghubungi Haechan untuk memberi tau terkait kematian papinya itu. Haechan saat itu langsung terbang ke korea karena tidak ingin melewatkan saat jasad papinya dikebumikan.Sama saat seperti ayahnya meninggal waktu itu, Haechan beberapa kali pingsan dan berteriak histeris karena tidak sanggup menerima kenyataan papinya harus meninggalakannya.
Mark menghela nafasnya lega, 3 hari ini Mark benar benar kelelahan, ia harus bolak balik dari rumah dan rumah sakit karena harus mengurus Jaemin dan Haechan. Mark sedikit tenang pasalnya Jaemin ditangani oleh dokter dengan cepat dan saat ini ia dirawat secara intensif oleh dokter khusus. Sedangkan Haechan, sudah 3 hari sejak ia sampai ke Korea anak itu tidak tidur dan tidak makan, Mark sampai kesusahan hanya memaksanya untuk minum.
Mark menyandarkan tubuhnya dengan nyaman, memangku tangannya dan mencoba menutup matanya, melihat Haechan yang akhirnya bisa tertidur, membuatnya sedikit bisa tenang, sebelum besok, Mark harus kembali menenangkan Haechan jika anak itu kembali panik.
.
.
.
Haechan hanya diam menatap makanannya, ia sama sekali tidak berselera untuk makan. Haechan tau perutnya sudah kosong sejak ia sampai di korea, tapi kerongkongannya benar benar tidak bisa menelan apapun.
" Haechan-ah...kau harus makan...Jeno akan khawatir jika kau begini" Mark mencoba membujuk Haechan untuk makan tapi percuma saja Haechan benar benar tidak berselera
" Jaemin? Dia bagaimana?"
" Dia baik baik saja, tapi saat ini masih dikawal oleh BIN dirumah sakit hingga kondisi normal"
Haechan meremat sendoknya dengan kuat, sangat tidak adil baginya lagi lagi nyawa orang tuanya direbut karena menyelamatkan Jaemin. Tapi menyalahkan Jaemin juga percuma, anak itu juga sedang kesakitan dan berjuang untuk hidup, Haechan bukanlah anak remaja yang labil seperti dulu, hanya karena kesedihan dan kebenciannya yang sesaat, Haechan tentu tidak mungkin menghilangkan jiwa manusianya. Haechan sudah mengiklaskan dan merelakan kepergian papinya, tapi tetap saja untuk menyembuhkan kesedihan dan luka itu sangat berat dan lama baginya.
Haechan kembali mengusap air matanya, mengingat papinya hanya kembali membawa luka baginya. Kemudian Haechan sadar sedari tadi ada pria kecil yang duduk berhadapan dengannya, menatapnya sedikit penasaran dan takut-takut. Sangking paniknya Haechan saat itu, ia sampai lupa bahwa kini Mark sudah miliki seorang anak. Haechan pernah beberapa kali melakukan panggilan telfon dengan Ten untuk mengenalkan Chnele pada Haechan. Melihat hal itu, Haechan hanya tersenyum tipis pada Chenle. Haechan itu sebenarnya sangat menyukai anak kecil, hanya saja saat ini energinya habis.
YOU ARE READING
[COMPLETED] Replaced || Markhyuck
FanfictionHaechan selama ini hidup dengan sangat bahagia, dengan kedua orang tuanya dan sahabat terbaiknya Mark. Selama hidupnya Haechan tidak pernah merasa sendiri ataupun dicampakkan karena orang-orang disekitarnya selalu menyayanginya, memberikan kasih sa...