33

1.1K 85 4
                                    

Sudah hampir 4 bulan semenjak Haechan pergi, Mark terpaksa memasukkan Chenle ke playgroup karena tidak mungkin membiarkan anak itu dirumah sendirian. Mark sedikit tenang, pasalnya Chenle sekarang mulai kembali ceria, mungkin karena selama ini ia Chenle tidak pernah berinteraksi dengan orang lain, ia menjadi sedikit bersemangat dan perlahan tidak lagi mencari dimana pamannya itu.

Mark sangat iri dengan Chenle andai ia bisa dengan mudah melupakan Haechan hanya dengan bekerja dan menyibukkan diri atau bermain dan bertemu dengan orang lain ia bisa melupakan Haechan, tapi sayangnya hingga saat ini semakin keras Mark ingin melupakan Haechan semakin menempel pula memori akan Haechan di kepalanya. Walaupun begitu Mark tetap harus hidup dan menjalani kehidupannya, tidak ada waktu bagi Mark, mengejar Haechan juga percuma, jadi yang bisa Mark lakukan adalah mempertahankan apa yang ia punya sekarang.

Dan perlahan, keluarganya kembali normal, awalnya Mark sedikit ragu dengan Jaemin, tapi tidak ada salahnya memberikan kesempatan kedua padanya, berkat usaha Mark yang meminta maaf duluan dan mendekati Jaemin kembali, setidaknya istrinya itu sudah berbaikan dengannya. Mark akhirnya bisa sedikit tenang, setelah beberapa konflik dan emosinya yang bergejolak dan tidak stabil karena meratapi kebodohannya, tapi ia kembali dihadapkan dengan masalah ketika sesaat yang lalu, saat guru sekolah Chenle menghubunginya.

Mark melajukan mobilnya dengan kencang, ia bahkan tidak peduli jika harus ditangkap oleh polisi atau tidak sengaja menabrak seseorang.Beberapa waktu yang lalu pihak sekolah menghubungi Mark dan mengatakan bahwa Chenle menghilang. Mark yang saat itu sedang rapat keluar dari ruangan, tidak memperdulikan baik itu Hendery ataupun kliennya yang meneriaki namanya.Jantung Mark ingin copot rasanya, bagaimana jika Chenle diculik? Bisa bisa Mark juga dibunuh oleh Jaemin.

Ck...kumohon angkat lahh!!"

Kesal Mark sambil kembali berusaha menghubungi Jaemin sejak ia dihubungi oleh pihak sekolah. Mark juga meminta Hendery untuk menghubungi sekretaris ataupun bodyguard pribadi Jaemin tapi tidak satupun yang mengangkatnya.

" Pak tenanglah... kurasa Chenle tidak mungkin diculik, karena tadi temannya mengatakan melihat Chenle berjalan keluar sekolah membawa tasnya"

Mark berusaha sedikit tenang, ketika pihak sekolah menghubunginya dan mengatakan Chenle tidak mungkin diculik, tapi tetap saja ia cemas, bagaimana jika ada yang menculiknya ditengah jalan atau tiba tiba anak itu tertabrak, dan terlebih lagi kenapa anak itu pergi membawa tasnya.

" Ada yang aneh tentang Chenle hari ini?" Tanya Mark masih fokus membawa mobilnya dan melihat kekiri dan kanan, siapa tau menemukan Chenle disana

" Tidak ada pak, dia sama seperti biasa ceria dan sangat berisik...ah... aku ingat, beberapa hari yang lalu kita belajar tentang transportasi dan Chenle sangat penasaran dengan pesawat"

Jantung Mark ingin copot saja rasanya, Mark bahkan menghentikan mobilnya mendadak saat mendengar penjelasan dari guru Chenle.

" Apa... Chenle menanyakan hal lain? Seperti bagaimana cara pergi kesana?"

" Iya... kenapa pak?"

Mark menghela nafasnya panjang, berusaha menahan air matanya, kemudian ia kembali melajukan mobilnya dan menutup panggilan telfonnya.

Ayah pikir....Kau sudah melupakannya Nak...

Chenle berjalan perlahan dengan kaki kecilnya, ia sangat senang karena ia tidak perlu menunggu besar dulu untuk menaiki pesawat. Di tangannya ia memegang sebuah kertas yang penuh dengan coretannya yang ia anggap sebagai peta

Hehe...tunggu aku paman bel...kita akan beltemu lagi.

Senyum Chenle mandang kertas miliknya dan dan melangkahkan kakinya tanpa tujuan. Chenle yang saat itu melihat orang orang berjalan menyeberangi jalan, ia pun ikut menyeberang karena ia berpikir orang orang tersebut juga akan pergi untuk naik pesawat.

Hanya saja Chenle tidak menyebrang di zebra cross dan saat itu lampu pejalan kaki berwarna merah. Karena Chenle yang sangat ingin bertemu dengan Haechan, ia pun berlari dan tidak melihat kiri dan kanan sehingga tidak menyadari ada sebuah bus yang sedang melaju dengan kencang.

TIIIIIIN!

Tubuh Chenle membeku ketika ia merasakan sebuah mobil melaju kearahnya.

Grep!

Chenle bisa merasakan tubuhnya ditarik dengan kuat menjauh dari jalan. Karena ia yang kaget dengan situasi yang baru terjadi, ia pun menangis ketakutan.

" Tak apa nak...tak apa ayah bersamamu tak apa"

Tubuh Mark bergetar hebat sambil mendekap putranya, nyawanya hampir melayang tadi saat mendapati Chenle yang tiba tiba berlari ke tengah jalan, beruntung mobilnya tidak jauh dari sana dan bisa mengejar Chenle. Mark bahkan tidak mematikan mesin mobilnya dan membanting stir mobilnya ke pinggir jalan agar tidak menabrak orang lain.

Mendengar suara ayahnya Chenle membuka matanya dan meraung sejadi-jadinya.

" Huaaa ayaah...huaaa"

" Iya nak...iya ayah disini...jangan takut"

Mark masih setia mendekap putranya, saat ini jantungnya masih berdetak dengan sangat kencang dan nyawanya masih terasa melayang.

" Pak kau tak apa?"

Orang orang sekitar mulai mengerumuni mereka bahkan bus yang melaju ikut berhenti dan mengecek kondisi mereka.

" Tak apa pak, maaf membuat keributan" Sopan Mark pada pengemudi bus, Mark ingin berdiri tapi kakinya benar benar goyah, ia hanya bisa terduduk di pinggir jalan

" Tapi itu keningmu..."

Mark meraba pelan keningnya dan merasakan ada cairan kental dan panas mengalir dari sana. Karena Mark yang menarik Chenle dengan sangat kuat, tubuhnya ikut terhempas dan kepalanya tadi sempat menghantam trotoar.

" Ah tidak apa ini hanya luka kecil, terimakasih"

Setelah dirasa Mark baik baik saja perlahan orang orang mulai meninggalkan mereka dan kembali pada kesibukannya masing masing.

" Kenapa kau berada di luar sini hm?" Tanya Mark sambil mengelus pelan kepala Chenle Mark berusaha untuk tenang tapi tetap saja tangannya masih bergetar hebat.

Chenle hanya diam, menahan isak tangisnya. Mengerti Chenle yang takut padanya, Mark kembali mengelus pelan kepala Chenle dan menangkup wajahnya

" Hey.... tak apa aku tidak akan marah hm?"

Chenle menatap ayahnya dan Mark tersenyum tipis, perlahan Chenle memberikan kertas yang sedari tadi ia pegang.

" Ini apa?" Tanya Mark sambil mengambil kertas itu

" Peta...lele mau naik pesawat...kata pak guru lele udah bisa naik pesawat"

" Kenapa tidak pergi sama ayah ?"

" Ayah pasti ndda boleh lele pelgi... ayah bohong sama lele" Cicit Chenle pelan.

Mark menghela nafasnya panjang, menatap putranya yang terlihat sedih sambil menatap kertas yang ia pegang. Mark tidak bisa berkata kata lagi, ia tidak tau harus mengucapkan apa.

" Maafin ayah ya... kita pulang yuk?" Ajak Mark dan Chenle hanya mengangguk pelan.

Mark sedikit terhuyung saat bangun dari duduknya, beruntung Hendery sudah sampai disana dan membantu Mark menopang tubuhnya.

" Mark kau pucat, biar aku yang mengemudi ok?" Mark hanya mengangguk nyawanya belum seratus persen kembali

" Aku sudah menghubungi pihak sekolah Chenle" Jelasnya lagi sambil memopong Mark

" Terimakasih...ah benar juga bagaimana Jaemin kau bisa menghubunginya?"

Hendery menggelengkan kepalanya pelan dan Hendery bisa melihat emosi yang terpancar dari matanya.

" Aku sudah mengirimkan juga pesan padanya kok, tenang saja dia pasti membacanya. Ah kita kerumah sakit dulu"

" Aku ingin pulang"

" Dengan luka seperti itu? Sudah kita kerumah sakit saja dulu"

Mark jujur saja ingin membantah, tapi tenaganya benar benar hilang sehingga ia hanya bisa pasrah dan menurut.

[COMPLETED] Replaced || MarkhyuckWhere stories live. Discover now