Siapa?

40 16 79
                                    

Sore ini Naka sedang berada di gazebo duduk dengan tatapan kosong dan otak yang terus terusan dipaksa berfikir keras.

"Ga diobatin tu memar dari pagi?" Tanya seseorang setelah mendaratkan bokongnya di samping Naka.

"Gini doang kecil, gausah diobatin." ucap Naka tanpa mengalihkan pandangannya.

"Kalo infeksi gimana?" Tanya nya lagi.

"Gausah di pikirin, pikirin diri lo sendiri kalo duduk bareng gue lo bakal disangka dukung pembunuh." Naka menundukkan kepalanya.

"Lo sama gue udah berapa lama sih tinggal disini, santai aja kali." ucapnya.

"Ton... lo tau kan gue udah anggap lo sebagai keluarga gue, bahkan saudara gue sendiri." ucap Naka.

Toni mengangguk lalu menepuk pundak Naka membuat sang empu menoleh "gue percaya ko, lo pasti gak bakal ngelakuin hal kaya gitu." ucap Toni menyemangati Naka.

Naka tersenyum ia merasakan dukungan Toni yang begitu tulus.

"Dari siang lo belum makan kan, makan dulu jangan nyiksa diri sendiri." setelah berkata demikian Toni beranjak pergi ke kamarnya.

Naka membuang nafasnya kasar masih berfikir bagaimana ia menemukan pelaku yang membunuh Sandi.

Berjalan menuju kamar meninggalkan gazebo yang kini sepi, namun langkahnya berbelok ke arah dapur untuk mengambil minum.

"Besok jadwal lo sama Jimmi belanja bulanan." ucap Surya yang sedang berada di dapur.

Naka hanya mengangguk mengiyakan ucapan yang keluar dari mulut Surya.

"Gue sama Johan aja." ucap Jimmi yang baru masuk ke dapur.

"Johan besok ada kelas pagi." ucap Surya.

"Yaudah besoknya lagi aja."

"Lo galiat di dapur stok makanan udah menipis."

"Tinggal beli makanan jadi, repot banget gitu doang."

Surya menghela nafasnya harus sabar menghadapi Jimmi yang sekarang ini sikap nya jadi sedikit sensi.

"Yaudah gue aja sendiri." ucap Naka lalu meninggalkan dapur.

"AWAS JANGAN DI RACUNIN MAKANANNYA!" Jimmi sedikit berteriak karena Naka sudah mulai menjauh.

"Jim, lo tuh bisa ga sih jangan nuduh orang sembarangan dulu." ucap Surya.

"Lo belain pembunuh? Lo sekongkol sama dia?" Jimmi menatap Surya penuh selidik.

Surya menautkan kedua alisnya "lo nuduh gue? Punya bukti apa lo nuduh gue? Atau jangan jangan lo yang bunuh? Lo takut terus lo bela diri dengan menyudutkan orang lain?"

Jimmi yang tidak terima dituduh pun mulai emosi "gue cuma nanya kalo lo ga ngerasa yaudah santai aja." Jimmi meninggalkan Surya.

"Aneh padahal gue cuma nanya biasa aja" gumam Surya.


Malam ini Joshua baru pulang dari kafe tempat dia bekerja. Belum larut malam karena ini bukan malam minggu jadi dia pulang lebih awal sekitar pukul delapan lebih tiga puluh menit.

Namun walau terhitung masih belum larut rumah sudah sepi tidak seperti biasanya yang selalu ramai sampai tengah malam.

Dibukanya pintu lalu berjalan menuju kamarnya untuk mengambil handuk.

"Ngapain yog?" Tanya Joshua saat melihat Yoga sedang menguping di depan pintu kamar Naka.

Yoga tersentak kaget "sstt sini dengerin deh." bisik Yoga karena takut didengar oleh Naka.

Joshua mengikuti perintah Yoga menempelkan telinganya di pintu, samar samar terdengar isak tangis perempuan.

Tunggu! Apa perempuan? Sejak kapan Naka membawa perempuan ke kamarnya?

Sandi dan Yoga saling melirik.

"Jangan jangan si Naka lagi nyiksa cewe, terus nanti dibunuh kaya Sandi." ucap Yoga keduanya menjauhkan diri dari pintu agar tidak terdengar kedalam kamar.

"Jangan sembarangan kalo ngomong, mana mungkin dia nyiksa perempuan." ucap Joshua berusaha positif thinking walau dia juga sebenarnya takut.

"Jangan jangan dia lagi maksa cewe lagi." ucap Yoga.

"Maksa apaan?" Bingung Joshua.

"Ya maksa gitu."

Tanpa berfikir panjang keduanya langsung membuka pintu kamar Naka yang memang tidak terkunci.

Kepanikan dan ketakutan itu terganti dengan rasa kesal saat keduanya melihat Naka yang berada di kasurnya dengan sebuah laptop di pangkuannya.

Naka menaikkan satu alisnya dan mematikan video di laptopnya yang sedang ia putar.

"Lain kali pake headset." ucap Joshua lalu meninggalkan kamar Naka, kembali ke tujuan awalnya yaitu mandi!.

Yoga meninggalkan kamar Naka tanpa sepatah katapun dan tanpa menutup pintu membuat Naka geram.

"Tutu pintunya dong, udah masuk ga ketuk pintu ganggu orang aja." gumam Naka sambil berjalan menuju pintu.

Sebelum menutupnya dia menoleh kearah dua orang yang sudah mengganggu nya "setan! baru mau puncak." ucap Naka kesal lalu membanting pintu.

Kasihan sekali pintu itu, tidak tau apa apa tapi di banting jika dia bisa berbicara mungkin sekarang sudah mengumpati Naka.

Joshua berjalan dengan kesal hampir saja dia menuduh Naka melakukan kekerasan pada perempuan.



"Kenapa pengen berak jam segini sih udah tau toilet jauh." gumamnya lalu berjalan menuju kamar mandi.

Setelah beberapa menit kegiatannya pun selesai namun saat dirinya akan beranjak keluar, dia mendengar suara.

"Sejauh ini belum ada yang curiga sama kita, kalian harus berhati-hati" ucapnya.

"Dan lo harus lebih berhati hati karena lo pelakunya, eumm waktu lo bunuh sandi, gak ada barang yang bakal bikin kita ketahuan kah?" Tanya nya, dijawab gelengan oleh orang yang ditanya.

"Oke bagus..." Ucapannya terhenti.

Trak

Yoga menyenggol sebuah shampo, ia memejamkan matanya pasti orang orang itu akan menyadari nya.

Yoga mulai menggerutu kesal, adegan yang selalu ia tonton dalam film film saat ketahuan menguping kini terjadi padanya.

"Jangan dibunuh cukup suntik aja kali ini kita gaboleh kehilangan duit lagi." ucapnya sambil mendekati kamar mandi.

"Siapapun lo karena lo udah denger obrolan kita jadi lo harus terima akibatnya."

Yoga mematung mendengar suara orang itu tangannya menutup mulutnya.

Brak

Pintu kamar mandi di dobrak.

"Goblok jangan di dobrak kalo yang lain pada bangun terus liat gimana?" Ucap salah satunya.

"Hallo." sapa orang yang daritadi bicara.

Yoga membelalakkan matanya melihat empat orang didepannya saat ini sungguh Yoga tidak pernah berfikir mereka pelakunya.

Baru saja Yoga akan membuka mulutnya namun sebuah jarum suntik sudah tertancap di bagian lehernya.

"Bawa ke tempat biasa." ucapnya kita sebut saja dia ketuanya karena daritadi dia yang terus memerintah.

Yang lain pun mengangguk lalu membawa Yoga pergi.

Keempatnya meninggalkan kamar mandi tersebut menuju ke tujuan masing masing.


"Boleh juga cara main nya." ucap seseorang yang sedari tadi menyaksikan kejadian. Beranjak pergi menuju kamarnya dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku. Kekehan kecil pun keluar dari mulutnya.



See you!

Rumah 95; 95LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang