Bagian 31 ; Sebentar, Kasih Waktu

1.5K 81 1
                                    

Aku menatap langit-langir kamarku. Memikirkan perkatan Pak Bagas saat di danau tadi. Bagaimana bisa seorang Bagas Aditama menyukai aku yang notabennya hanya karwayan biasa. Selama tiga tahun Pak Bagas menutupi perasaannya padaku. Bagaimana bisa?

Aku menutupi wajahku dengan selimut, berharap bisa segera tertidur.

Cahaya mentari sudah masuk ke sela sela kamarku, tapi aku bahkan tidak tertidur! Terlihat jelas kantung kedua mataku menghitam. Gara gara Pak Bagas aku tidak bisa tidur. Sekarang malah berpikir keras harus bagaimana nanti ketika berhadapan sama Pak Bagas—maksudku kemarin malam Pak Bagas benar-benar menyatakan perasaannya!

***

Aku manaruh cangkir yang berisi kopi ke atas meja Pak Bagas. Dia sedang sibuk dengan komputer dan pekerjaan nya. Aku ingin sekali berbicara soal kemarin malam, tapi sepertinya aku akan mencari waktu yang tepat. Aku bahkan tidak bisa berkata apa-apa ketika Pak Bagas menyatakan kalau dia jatuh cinta padaku dalam diam. Selama ini. Tiga tahun.

Aku terkejut saat Pak Bagas memanggil namaku, menyadarkanku kembali. "Kenapa bengong begitu? Kamu nggak ada kerjaan emang?"

Aku segera undur diri dari hadapan Pak Bagas, dan kembali berkutat dengan setumpuk pekerjaan.

***

Setelah pulang kerja, aku memutuskan untuk mampir ke kafenya Maya.

"Asli seriusan?! Selama ini si Bagas diem-diem suka sama kamu?!" Maya menatapku dengan tidak percaya. Aku hanya mengangguk.

"Emang ya Renata ini nggak peka banget jadi orang. Tiga tahun loh, Ren!"

Aku menyeruput cokelat panas. "Wajar dong kalo aku nggak peka? Selama ini perlakuan Pak Bagas semena-mena begitu. Sama sekali nggak menunjukkan kalau dia suka sama aku," ucapku.

"Kalau kamu gimana?"

Aku menatap Maya. Pertanyaan yang diajukan Maya tidak aku jawab. Aku juga nggak tahu pastinya gimana.

***

Berhari-hari kemudian aku dan Pak Bagas seperti biasa saja. Hanya soal pekerjaan. Aku juga tidak mengungkit soal waktu itu, maupun Pak Bagas. Seperti nggak ada apa-apa

"Apa Pak Bagas bercanda doang, ya?" gumamku.

Seseorang mengetuk mejaku. "Eh, iya, Pak?"

"Abis pulang kantor ada yang mau saya omongin." Pak Bagas kemudian berlalu begitu saja. Meninggalkanku dengan pikiran yang sangat berantakan, juga perasaanku.

Setelah jam kerja selesai, aku bertemu dengan Pak Bagas. Di tempat yang sama. Di danau.

Aku dan Pak Bagas saling menatap. Aku menunggu Pak Bagas berbicara lebih dulu. Namun beberapa detik kemudian hanya terdengar helaan nafas Pak Bagas.

"Rena, saya ini nungguin kamu, lho. Ini udah seminggu lebih dan kamu masih diem aja? Saya kasih kamu waktu tapi saya nggak sabar, makanya saya mau ketemu kamu di sini. Berharap kamu bisa ngomong sama saya," kata Pak Bagas.

Aku menggaruk kepalaku. "Maaf, Pak, udah bikin nunggu. Tapi saya masih nggak nyangka aja. Maksudnya Bapak lagi nggak bercandain saya, kan?"

"Liat mata saya, Ren. Keliatan nggak kalo saya main-main doang?" tanya Pak Bagas membuatku menatap matanya dengan dalam. Terlihat sangat yakin.

"Saya sama Bapak jauh banget. Bapak seorang Bagas Aditama, sedangkan saya? Saya Cuma orang biasa, Pak. Saya Cuma karyawan biasa. Nggak pantes."

"Rena, liat saya. Saya jatuh cinta sama kamu sejak awal. Saya jatuh cinta sama perempuan bernama Renata Triaputri, perempuan yang mandiri, pinter, sederhana, dan juga punya senyum manis." Pak Bagas menatapku.

Aku melepas tanganku dari genggaman Pak Bagas. "Pak, kasih saya waktu lagi untuk berfikir." Kemudian aku meninggalkan Pak Bagas seorang diri.

The Boss and ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang