"Gini, Ren. Biasanya kalau lagi bersama seseorang yang kita suka, jantung tuh rasanya berdetak lebih cepat, cepat banget malah kayak mau meledak. Saat kamu lagi sama Andra gimana dan sama Bagas juga gimana. Itu jawabannya. "
Aku menyentuh bagian depan tubuhku, tepat dibagian jantung. Aku akan mengikuti sesuai dengan perkataan Maya. Aku tidak mungkin membuat Pak Bagas menungguku dengan waktu yang begitu lama. Harus segera kujawab.
Perasaan seperti 'jantung berdetak lebih cepat' ketika menyukai seseorang sudah lama tidak aku rasakan, bahkan aku lupa gimana rasanya atau aku yang tidak sadar saja?
***
Aku merenggangkan jemariku yang terasa sangat kaku. Aku mengecek ponselku, ada sebuah notifikasi pesan dari Andra. Hari ini aku dan Andra akan makan malam bersama sekaligus memperjelas soal hubunganku dan Andra bagaimana. Tidak mungkin terus seperti ini, apalagi Andra menyukaiku. Aku harus tegas.
Setelah mengoleskan lipstik ke bibirku dan beberapa semprot parfum, aku segera bergegas menemui Andra yang sudah tiba di depan kantor.
Di dalam mobil, aku memikirkan perkataan Maya beberapa hari yang lalu, saat bersama Andra aku memang merasa nyaman, tidak ada perasaan lebih dari itu. Kalau dipikir-pikir, saat menghabiskan waktu bersama Andra aku tidak merasakan perasaan 'jatuh cinta'. Hanya cocok sebagai teman karena memiliki hobi yang sama.
***
Aku meyakinkan diriku untuk berbicara dengan Pak Bagas. Dua hari yang lalu, aku sudah berbicara dengan Andra bahwa aku tidak bisa membalas perasaan Andra padaku, dan Andra setuju kalau cukup sebatas teman saja.
Aku menghampiri meja kerja Pak Bagas. "Pak, setelah pulang kantor bapak ada waktu?"
"Ada," jawab Pak Bagas matanya tidak lepas dari komputer yang ada di hadapannya.
"Ada yang mau saya omongin, Pak." Pak Bagas menatapku. "Kalo penting sekarang aja?"
"Nanti aja, Pak, untuk tempatnya entar saya kasih tahu pas jam pulang." Pak Bagas mengangguk kemudian kembali fokus pada kerjaannya.
***
Aku mengetik sebuah pesan kepada Pak Bagas dengan terburu-buru. Satu menit yang lalu Maya meneleponku sambil menangis bahwa dia mengalami kecelakaan dan berakhir di Rumah Sakkit. Dengan panik aku langsung lari keluar kantor.
Pak Bagas maaf saya ada urusan mendesak. Bapak datang duluan saja ke danau, nanti pasti saya bakal nyusul bapak. Janji.
Setelah mengirim chat itu pada Pak Bagas, tidak lama kemudian Pak Bagas membalas.
Pak Bagas Galak :
Oke saya tunggu, satu jam kamu nggak dateng saya pulang!
Aku membaca balasan tersebut sambil melihat jam pada ponselku.
Sesampainya di Rumah Sakit aku mencari Maya. Begitu tiba dihadapan sahabatku itu, aku terdiam sepersekian detik. Mencari-cari dimana letak luka pada tubuh Maya—bukannya begitu, Maya bilang padaku dia mengalami kecelakaan, dan mungkin seharusnya ada luka, bukan? tapi lihat sekarang, Maya terlihat baik-baik saja. atau lukanya di dalam tubuh? jadi tidak terlihat?
"Mana yang sakit, May?" tanyaku khawatir sambil melihat seluruh bagian tubuh Maya.
"Bukan aku," jawab Maya, kemudian tangannnya menunjuk orang lain yang saat ini sedang di tangani oleh perawat."Aku nabrak laki-laki itu."
"Untungnya nggak parah, Cuma tangannya aja yang berdarah, dikit," ucap Maya.
"May, kamu tau nggak, sih, aku sampe panik banget pas kamu telepon kalo kamu kecelakaan?!" kataku kemudian berkata lagi, "Syukur deh kalo kamu nggak kenapa-kenapa. Lain kali bawa motornya fokus, ya? Jangan bengong kamu, tuh!"
Merasa lega juga ternyata Maya tidak ada lecet sedikitpun. Aku menatap layar ponsel. Aku harus dengan cepat menemui Pak Bagas yang saat ini sedang menungguku.
"Aku harus pergi duluan, Pak Bagas udah nungguin. Nanti aku cerita ke kamu. Hati-hati pulangnya!" aku undur diri dari hadapan Maya tanpa memberi gadis itu kesempatan bicara, terlihat mimik bingung diwajahnya.
***
Setelah keluar dari taksi, aku berlari dengan sekuat tenaga. Di sana, Pak Bagas berdiri di depan mobilnya sambil terus melihat jam.
"Pak Bagas!" teriakku membuat Pak Bagas menoleh kepadaku. Suasana Danau malam ini sangat sepi jadi aku tidak malu berteriak seperti itu.
Saaat tiba di hadapan Pak Bagas, aku dengan susah payah mengatur nafasku yang tersengal-sengal.
"Rena, kamu tadi ada urusan apa? kamu nggak apa-apa, kan? terus kenapa lari-lari ke sini? kalo emang mau ngomong sama saya dan nggak begitu penting bisa besok aja kok. Selesaikan dulu urusan kamu. Ngomong sama saya bisa nan—"
"Sepertinya saya menyukai Pak Bagas."
Aku sudah memastikannya. Bahkan saat ini, dengan melihat dan dekat dengan Pak Bagas saja jantungku berdetak berkali-kali lipat dengan cepatnya. Bukan karena aku habis lari-larian. Ini terasa berbeda. Aku memang sedang jatuh cinta. Tapi, baru menyadarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Boss and I
Ficção GeralBagas Aditama, pria dewasa yang sudah menginjak usia lebih dari Tiga puluh tahun. Diumurnya yang sudah kelewat matang ia belum menikah. Tepatnya, Bagas terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Namun, akhir-akhir ini Bunda nya selalu cerewet dengan perta...