Kalau ada survey siapa pria yang paling menyebalkan, pilihanku yaitu, Bagas Aditama. Menurutku, Pak Bagas cocok manyandang predikat itu. Bukan tanpa alasan, Pak Bagas itu semaunya sendiri, tukang perintah, dan terkadang suka tiba-tiba, seperti saat ini. Tanpa kasih kabar sebelumnya, tiba-tiba sudah ada di depan rumahku.Setelah selesai mengganti baju, aku segera keluar dari rumah kerena Pak Bagas terus-terusan mengirimi ku pesan. Dan itu sungguh menyebalkan!
Dasar enggak sabaran!
Pak Bagas berdiri di samping mobilnya dengan kedua tangan yang ia masukkan ke dalam saku celana. Aku merasakan aura-aura tidak mengenakan dari sana. Posisi Pak Bagas itu membelakangi, jadi dia enggak tahu kalau aku sudah keluar.
"Pak," cicitku. kemudian, Pak Bagas menoleh dan menghadapkan tubuhnya ke arahku.
Pasrah aja deh. Siap aku kalo dimarahin.
"Masuk," kata Pak Bagas. Tentu saja, itu bikin aku bingung. Masalahnya, kini Pak Bagas tengah membuka pintu mobil, dan menyuruhku masuk? Serius? Pak Bagas buka pintu buat aku?
Kesambet apaan nih orang.
"Saya masuk ke dalem, pak?" tanyaku masih tidak yakin
"Iya Rena. Cepet!" Setelah itu, aku pun masuk ke dalam mobil.
Mesin mobil hidup, dan Pak Bagas melajukan mobilnya menjauh dari rumahku. Entahlah aku mau dibawa ke mana. Ikutin aja. Daripada aku kena semprot.
Kini, suasana di dalam mobil sungguh hening. Benar-benar hening. Aku enggak tahu harus membuka obrolan dengan topik apa.
Aha! Aku punya ide.
"Pak," cicitku.
"Sssttt, Jangan berisik! Diem," ucap Pak Bagas tanpa menoleh sedikit pun ke aku. Dan aku Cuma meringis. Padahal aku belum mengutaran apa yang pengin diomongin.
Baru manggil doang padahal, tapi udah disuruh diem. Senyumin aja dulu. Hmmm.
Akhirnya aku hanya memandangi suasana jalanan yang cukup ramai lancar untuk membunuh rasa bosan.
Setelah memakan waktu sekitar empat puluh menitan, akhirnya sampai juga di tujuan---aku juga enggak tahu ini lagi di mana.
"Turun," perintah Pak Bagas. Dan aku keluar dari dalam mobil.
Di sana ada sebuah bangunan yang dilihat luarnya saja terlihat mahal. Begitu kakiku masuk ke dalam bangunan itu—yang ternyata sebuah restoran, aku berdecak kagum. Restoran ini memiliki interior yang sangat elegan. Terlihat mewah, tapi tidak berlebihan juga.
Ini ceritanya aku diajak makan? Asyikkk!
Enggak rugi aku ikut Pak Bagas. Hehehe.
***
Setelah menunggu beberapa menit lamanya, Pramusaji datang membawa pesanan aku dan juga Pak Bagas. Aroma sedap menguar di sekitar indra penciumanku. Tanpa basa basi lagi, satu suapan masuk ke dalam mulutku.
Enak sih, tapi kurang banyak.
"Pak, ini bapak yang bayar, kan?" tanyaku.
"Iya." Dompet aku selamat! Harga makanan di restoran ini itu mahal banget. Kalau aku bayar pake duit sendiri, yang ada besok aku enggak makan.
Setelah itu, keadaan hening kembali. Hanya ada suara dentingan piring, dan musik yang mengalun rendah.
Ngobrolin apa, ya? Duhhh enggak ada topik.
Aku sampai pusing sendiri karena enggak ada bahan buat diobrolin. Sumpah, aku bosen banget diem-dieman begini. Pak Bagas juga enggak ada niatan buat buka obrolan.
"Bapak tumben banget ngajakin saya makan." Akhirnya aku membuka obrolan.
"Ya pengin aja. Seharusnya kamu seneng dong saya ajak makan," kata Pak Bagas.
"Emangnya saya ada bilang enggak seneng di ajak makan?" tanyaku. Kapan coba aku bilang enggak seneng di ajak makan. Malahan aku seneng banget di ajak makan. Gratis pula.
Sering-sering ajakin aku makan, pak.
"Jangan-jangan bapak ngajakin saya itu ada udang dibalik bakwan, nih," tu duhku.
"Dibalik batu!" Pak Bagas membenarkan.
"Enakan udang dibalik bakwan, Pak," candaku.
"Terserah!" Padahal niat aku ajak bercanda, tapi respon Pak Bagas malah dibawa serius.
Mending aku diem aja deh. Nyari aman. Daripada kena marah.
"Umm ... gini Rena," ujar Pak Bagas. Aku yang lagi sibuk mengaduk minuman, seketika berhenti. Dan perhatianku sekarang tertuju ke arah Pak Bagas.
"Kenapa, Pak?" tanyaku.
"Sebenernya ... saya ... " Pak Bagas terlihat ragu ngomongnya. Dan itu bikin aku penasaran, kalimat apa yang selanjutnya akan diucap oleh Pak Bagas.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Boss and I
Ficção GeralBagas Aditama, pria dewasa yang sudah menginjak usia lebih dari Tiga puluh tahun. Diumurnya yang sudah kelewat matang ia belum menikah. Tepatnya, Bagas terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Namun, akhir-akhir ini Bunda nya selalu cerewet dengan perta...