Bagian 13 ; Lesung Pipi

12.9K 620 12
                                    

"Sekali berbohong, akan terus berbohong untuk menutupi kebohongan lainnya."

— Renata yang ikut terseret ke dalam masalah Bagas si jomblo.

***

Mengenakan dress polos di bawah lutut berwarna biru muda, tas selempang berwarna putih senada dengan stiletto yang dipakai. Kini, aku tengah menungggu Pak Bagas menjemputku.

Tidak berselang lama, mobil hitam berhenti tepat di depan rumahku. Melihatnya saja aku yakin kalau itu Pak Bagas. Pintu mobil terbuka, keluarlah pria dengan kemeja yang digulung sampai siku.

"Udah siap?" tanya Pak Bagas begitu menghampiriku. Entah kenapa rasanya canggung?

"Kalo udah, langsung berangkat aja, ya?" tanya Pak Bagas. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban. Kemudian, aku dan Pak Bagas masuk ke dalam mobil. Menuju ke rumah ibundanya Pak Bagas.

Di perjalanan ...

Jalanan Ibukota terlihat ramai lancar. Mungkin karena ini hari Minggu, tidak sedikit orang untuk memilih berlibur bersama keluarganya. Seharusnya sekarang aku sedang bermalasan di atas kasur sembari menonton film di laptop tapi, aku malah terjebak bersama Pak Bagas. Hari Minggu yang tidak menyenangkan.

Dari pada bosan, aku memilih menyumpalkan headseat ke Kedua telingaku.

***

Setelah hampir memakan waktu sekitar Satu jam-an, akhirnya tiba juga di kediaman Nyonya Aditama, yang merupakan Ibunda dari Pak Bagas. Jujur, jantungku berdetak Dua kali lebih cepat. Aku juga enggak tahu kenapa. Mungkin inilah yang dirasakan saat bertemu calon mertua. Eh, tapi, ibunya Pak Bagas, kan bukan calon mertuaku!

"Pokoknya kamu diem aja, ya," kata Pak Bagas. Aku pun hanya mengangguk. Ikutin aja apa yang di suruh Pak Bagas. Kemudian, aku dituntun masuk ke dalam rumah yang bisa disebut istana.

WOW!

Wajar, sih. Pak Bagas, kan berasal dari keluarga yang terpandang. Aku terus berdecak kagum sembari mengedarkan pandangan, melihat interior rumah yang terlihat sangat mewah.

Jangan sampai aku ngerusakin benda yang ada di sini, yang ada aku kerja seumur hidup buat gantiin.

"Anakku, Sayang ... "

Sebuah suara wanita terdengar. Aku yang lagi sibuk memperhatikan guci di sudut ruangan, mengalihkan pandangan ke sumber suara. Seorang wanita paruh baya yang terlihat seperti ibu-ibu sosialita berjalan ke arahku dan Pak Bagas.

"Apaan, sih, bun?" aku bisa mendengar gerutuan Pak Bagas.
Aku hanya tersenyum kikuk ketika Nyonya Aditama memandangku dari atas sampai bawah kaki. Ada yang salah denganku? Aku sudah terlahir cantik, jadi sepertinya tidak ada yang aneh dengan dandananku, maupun pakaianku.

Hei, girl, kita itu harus percaya diri!

"Bun, mendingan duduk dulu," celetuk Pak Bagas. Sepertinya Nyonya Aditama baru sadar kalau sedari tadi tamunya belum di suruh duduk. Kemudian, aku pun duduk di samping Pak Bagas, dengan jarak yang err ... cukup dekat.

Seorang Asisten Rumah Tangga datang dengan membawa beberapa minuman.

"Jadi?" tanya Nyonya Aditama.

"Ya, seperti apa yang diinginkan Bunda. Bagas bawa pacar Bagas ke rumah," kata Pak Bagas. Kemudian, merangkul bahuku. Membuat tubuhku menegang karena terkejut.

Aku kaget, woy! Main peluk-peluk aja.

"Oh! Dia perempuannya? Yang kamu kirim foto tangan doang itu?" tanya Nyonya Aditama lagi. Aku mengernyit. Foto tangan? Ah. Aku baru ingat. Sekitar Satu Bulan yang lalu Pak Bagas pernah mengajakku berfoto.

Kenapa kirim foto yang itu, Pak Bagas?! kan ada foto yang berdua, kenapa yang dikirim foto tangan doang? Ah, bodo amat!

"Iya, Bun, dia orangnya. Bunda masih inget dia, kan? Sekretaris Bagas?" tanya Pak Bagas. Terlihat kerutan di kening Nyonya Aditama. Beliau terlihat seperti mengingat-ingatku, yang memang pernah bertemu, tapi dulu. Waktu aku pertama kali kerja.

"Ah, iya, iya, Bunda inget! Namanya Renata, kan?" tanyanya. Aku pun hanya mengangguk dan tersenyum canggung. "Wah, bunda enggak nyangka lhoo. Kalian udah berapa lama?"

"Satu Bulan."

"Dua Bulan."

Jawabku dan Pak Bagas bersamaan, tapi dengan jawaban yang berbeda. Membuat Nyonya Aditama bingung.

"Yang bener yang mana, nih? Satu atau Dua Bulan?"

Aku Cuma tersenyum kikuk. Pak Bagas menoleh ke arahku dengan tatapan yang kurang lebih kalau diartikan seperti; 'Kamu ngapain ikut jawab?! Diem!'.

"Duh, Sayang, kamu lupa, ya? Kan kita resminya Satu Bulan yang lalu," kata Pak Bagas sambil tersenyum tidak ikhlasnya ke aku.

Pak Bagas bilang apa? Sayang? Merinding, woy!

Maksud Pak Bagas apa coba? Manggil aku dengan sebutan Sayang? Sungguh, aku sangat terkejut dan syok. Namun yang lebih menarik adalah, senyuman Pak Bagas—walaupun terlihat tidak ikhlas.

Aku baru tahu kalau Pak Bagas punya lesung pipi.

The Boss and ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang