Bagian 2 ; Hari Yang Buruk

22.2K 948 10
                                    

Aku baru saja keluar dari ruangan Pak Bagas. Menoleh ke arah belakang, tepatnya ke arah ruangan Pak Bagas yang tertutup rapat dengan menatap tajam pintu itu. Aku bukan kesal sama pintunya, tapi aku kesal sama yang punya ruangannya! Ya, siapa lagi? Bagas Aditama!

Pagi ini aku di marahin habis-habisan gara-gara aku enggak bales chat dia kemarin. Sumpah, mood aku pagi ini buruk banget. Rasanya pengen ngegaruk muka Pak bagas. Tanpa sadar kedua tanganku terangkat dan seakan-akan siap menggaruk.

Cklek!

Pintu ruangan Pak Bagas terbuka.

"Ngapain kamu?" tanya Pak Bagas menatapku datar.

"Kamu berani natap saya seperti itu?" Tanya Pak Bagas lagi. "Dan ... tangan kamu kenapa? Kamu mau nyakar saya?"

Kok dia tau kalo aku mau nyakar mukanya?

Aku baru sadar. Dengan cepat aku menurunkan kedua tanganku. Juga tatapanku yang tajam berubah menjadi biasa saja.

"Ekhm! Bapak mau ke mana?" tanyaku berusaha terlihat seperti biasanya.

"Saya mau keluar sebentar," ucapnya dan berlalu begitu saja.

***

Setelah pulang kerja, aku mampir di sebuah kafe yang di mana kafe tersebut dikelola oleh sahabatku. Maya.

Aku mendaratkan bokongku di kursi. Melipat kedua tangan di atas meja, lalu merebahkan kepalaku.

Tuk!

Sebuah cangkir berwarna putih menghalangi pandanganku. Dari sana tercium aroma yang sangat menenangkan. Aku mengangkat kepala, dan mendapati Maya yang sudah duduk berhadapan denganku.

"Minum dulu, mumpung masih anget," ucap Maya. Dan aku meminum dengan perlahan.

"Yaaah setidaknya minuman coklat ini sedikit bikin aku rileks," kataku. lalu menyesap minuman coklat tersebut.

"Kamu kenapa ke sini?" tanya Maya.

Aku menaruh cangkir bewarna putih itu. "Kamu enggak suka kalo aku ke sini?"

"Tuh kan, baperan deh. Bukan gitu ,maksud aku itu kamu kan baru pulang kerja kenapa malah ke sini? bukannya langsung pulang ke rumah aja."

"Aahhh kamu itu emang perhatian banget." aku mencubit pelan pipi Maya

"Sakit tau!" Maya mengusap pipinya.

"Aku ke sini itu pengin—"

"Curhat?" tanya Maya memotong ucapanku.

Dasar! Aku belum selesai ngomong main dipotong aja. Eh, tapi bener sih aku pengin curhat. Hehehe.

Aku Cuma nyengir sebagai tanda kalau tebakan Maya benar.

"Sudah kuduga," ucap Maya. "Tentang Bagas?"

"Iya." aku mangangguk.

"Kenapa lagi sih sama Bagas?" tanya Maya. Benar, aku selalu curhat sama Maya, dan sebagian besar curhatanku itu tentang Pak Bagas.

"Hari ini tuh aku kesel banget sama Si Bagas! Rasanya pengin banget nyakar mukanya! Pengen nyiram mukanya pake air! Pokoknya aku kesel sekesel keselnya!"

"Terus kenapa sampe hari ini Kamu belum nyiram mukanya pake air? Kamu kalo curhat selalu bilang itu terus, sampe bosen dengernya. Bagas lagi Bagas lagi," ucap Maya. Lalu menghela napas.

"Yaaa itu ... karena ... " aku enggak bisa jawab pertanyaan Maya. Iya juga ya, Kenapa sampai detik ini aku enggak nyiram muka Pak bagas pake air?

Kenapa ya?

"Yang ada aku di pecat." Pada akhirnya kalimat itu yang terucap dari bibirku. Kalau aku benar-benar melakukan hal itu, yang ada kelar hidupku.

"Katanya mau curhat," ucap Maya yang membuat aku tersadar dari lamunanku.

"Hari ini aku di marahin sama Bagas gara-gara enggak bales chatnya. Dan kamu tahu kemarin dia chat aku jam berapa?"

"Enggak." Maya menggelengkan kepalanya.

"JAM 5 PAGI!" aku sedikit menggebu. "Lagian Pak Bagas aneh, ngechat orang pagi-pagi buta di hari minggu. Helllowww siapa yang mau bales?"

"Mungkin penting?" Maya menebak.

Aku terkekeh. "Penting? Enggak sama sekali!"

"Terus apa dong kalo enggak penting?"

Aku menyesap minuman coklat itu, lalu berkata, "Aku di suruh nemenin Pak Bagas buat jadi temen jogging."

Hening.

Beberapa detik kemudian ...

Tawa Maya pecah. Dan itu membuat aku bingung. Memangnya ada yang lucu?

Aneh nih Si Maya.

"Ren, kamu bilangin bosmu sana suruh cepet cari pacar. Biar kalo jogging ada temennya." Maya terkekeh.

"Cewek enggak bakal ada yang mau sama Pak Bagas. Galaknya minta ampun!" aku jadi membayangkan gimana kalo Pak Bagas punya pacar, pasti itu perempuan enggak tahan sama sifat Pak Bagas yang gampang meledak. Mudah emosi.

"Kalo gitu kamu aja yang jadi pacarnya si Bagas." Ucapan Maya berhasil membuat aku tersedak minuman coklat.

"Aku? Ih, amit-amit!" Males banget aku jadi pacarnya Pak Bagas. Cukup jadi Sekretarisnya saja.

"Hati-hati kalo ngomong. Kalo jodoh, gimana?" kata Maya.

"Mending aku jomblo aja!"

"Ucapan do'a loh, kamu mau jadi jomblo seumur hidup?" tanya Maya. Membuat aku jadi takut sendiri. Ini mulutku memang harus dikontrol, biar enggak seenaknya ngomong. Kalau salah-salah, yang ada aku sendiri yang kena.

The Boss and ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang