Malam minggu.Di mana biasanya para pasangan kekasih menghabiskan waktu berdua. Entah pergi untuk makan, menonton film di bioskop, dan berbagai kegiatan lainnya.
Tapi, tidak denganku. Apalah daya aku yang jomblo. Malam minggu cukup aku habiskan di rumah saja. Mengurung diri di dalam kamar, ditemani laptop dan juga ponsel yang banyak kuota. Itu sudah cukup, bagiku.
Menit-menit aku lalui dengan menonton film yang ada di laptop. Di film itu pemain utamanya sedang di kejar-kejar oleh zombie. Biasanya film yang cocok di malam minggu itu film-film yang bergenre romantis, tapi aku lebih suka genre yang menegangkan, ada unsur actionnya.
Triiingggggg!
Hingga suara dering ponselku terdengar, dan itu cukup bikin aku tersentak kaget.
"Siapa, sih?! Ganggu aja!" aku bermonolog.
Terlihat di layar ponsel kalau Pak Bagas yang menelepon. Lalu aku menggeser panel hijau.
"Iya, pak, kenapa?"
"Kamu lagi di mana, Ren?"
Ngapain dah nanya-nanya.
"Lagi di rumah, Pak. Kenapa emang?"
"Malam ini kamu ada acara?"
"Enggak ada, Pak. Kenapa, ya?"
Tuttut!
Sambungan telepon diputus sebelah pihak oleh Pak Bagas.
"Kenapa nih orang? Main ditutup aja lagi." Aku bermonolog sambil natap layar ponsel. Dari pada pusing mikiran Pak Bagas, mendingan aku lanjut nonton film yang sempet tertunda.
Hingga sekitar satu jam kemudian, dering ponselku berbunyi lagi.
"Ck! Siapa lagi sih yang nelpon?! Ganggu!" aku marah-marah sendiri. Lalu mengambil ponsel dengan kesal. Tanpa melihat siapa yang menelepon, aku langsung menerima panggilan telpon itu.
"Ganggu aja sih! Lagi nonton film nih!"
"Kamu udah berani, ya, Renata."
Mampuusssssss
Aku kenal sama suaranya. Dengan takut-takut aku melihat layar ponsel, dan ... BOOM!
Pak Bagas.
Tenggelemin aku sekarang juga!
"Maaf, Pak. Kirain temen saya." Dasar Renata bodoh! Lain kali lihat dulu siapa yang nelpon.
"Hmm. Keluar."
Maksudnya?
"Keluar ke mana, Pak?"
"Liat ke jendela."
"Ngapain, Pak?"
"Enggak usah banyak tanya! Lakuin aja!"
"I-iya, pak."
"Telponnya jangan ditutup."
"Iya."
Ribetin banget sih! Mau ngapain coba?
Walaupun ngedumel, tetap saja aku lakuin apa yang disuruh Pak Bagas. Begitu buka hordeng, terlihat diluar sana ada seorang pria dengan setelan kemeja berwarna biru. Aku memicingkan mata biar jelas siapa pria itu.
Bentar deh. Kok kayak Pak Bagas?
Perawakan pria itu emang mirip Pak Bagas. Tapi, enggak mungkin lah kalau itu Pak Bagas. Ngapain juga Pak Bagas ke rumahku? iya, kan?
Begitu pria itu nengok ke arahku, aku terkejut bukan main.
"BAPAK NGAPAIN KE RUMAH SAYA?!"
Aku bisa lihat Pak Bagas menjauhkan ponselnya dari telinga gara-gara teriakanku.
"Enggak usah pake teriak segala. Sekarang kamu ganti baju, terus keluar."
"Mau ngapain sih, Pak?!"
"ENGGAK USAH BANYAK TANYA! LAKUIN AJA!"
Kupingku budeg woy ... Sendirinya juga teriak. Dasar!
"Cepetan! Enggak pake lama!"
Tuttut!
Sambungan telepon diputus sebelah pihak oleh Pak Bagas. Aku menatap layar ponsel dengan tidak percaya, dengan seenak jidatnya Pak Bagas menutup panggilan begitu saja. Tidak sopan!
Mau ngapain sih Pak Bagas?! Ganggu malam mingguku saja!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Boss and I
General FictionBagas Aditama, pria dewasa yang sudah menginjak usia lebih dari Tiga puluh tahun. Diumurnya yang sudah kelewat matang ia belum menikah. Tepatnya, Bagas terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Namun, akhir-akhir ini Bunda nya selalu cerewet dengan perta...