"Aku segera keluar" kataku.
"Sekarang, aku sudah berdiri di pinggir jalan. Kamu di mana?" tanya Farhan lagi.
"Di sini, dekat lampu merah. Kamu di mana? Yang mana?" kata Renata.
"ini aku tepat di pinggir jalan, memakai baju berwarna biru celana hitam" jawabku.
"Kamu yang sedang naik motor itu yah? Yang sedang mengarah ke lampu merah?" tanyaku.
"Iya" jawab Renata
"Goblok. Putar balik. Kamu kejauhan. Aku tepat berada di belakangmu" ucapku.
Tak lama berselang, Renata pun tiba. Dengan menggunakan sepeda motornya.
Hari itu, adalah kali pertama Farhan dan Renata bertemu. Secara langsung. Saling bertatap muka, saling berkenalan secara resmi.
Tanpa perantara telepon genggam atau panggilan video. Ku pikir, pertemuan itu akan nampak canggung?
Dugaan ku salah, pertemuan kami nyatanya masih tetap terasa hangat.
Baju kaos berkera Renata yang pasangkan dengan rok mini berwarna hitam. Membuatnya terlihat sangat cantik.
Rambut panjang terikat, dan senyumnya, membuatku tak berkutik.
"Lalu?' kataku.
"Apa?" tanya Renata.
"Bokong siapa sekarang akan kita seret di aspal" jawabku
"Hahaha sialan. Ingat yah, aku tidak sedang mengajakmu bertemu" kilah Renata
"Lantas, apa yang kau lakukan di sini? Mencari siapa? Bukankah kau mencariku?" kataku
"Hahaha sialan. Kau jangan berlebihan. Aku hanya kebetulan lewat tak jauh dari sini" ucap Renata
"Kemudian mencariku, menemuiku. Dan sekarang kau tepat didepanku" kataku
"Geer" ucap Renata sambil tertunduk malu.
Hari itu, kami mengobrol banyak hal. Renata memilih untuk tetap duduk di atas sepeda motornya, sedang aku berdiri tepat di hadapannya.
Padahal, siang itu matahari cukup terik. Ditambah lagi, debu dan polusi kendaraan yang hilir mudik, sedikit mengganggu.
Tapi tidak bagi Renata. Ia nampak menikmati momen pertemuan kami. Ia terus tertawa, ia terus berbicara.
"Sabtu nanti, kau sibuk?" tanyaku
"Tidak. Ada apa?" jawab Renata
"Aku ingin mengajakmu keluar, kau mau?" kataku
"Ke mana? Bermalam mingguan?" jawabnya
"Kurang lebih demikian? Kau bersedia atau tidak?" kataku
"Tapi kau harus menjemputku di rumah" jawabnya
"Baik, sepakat" kataku
Hari itu pun tiba, Renata telah bersiap dan menunggu di rumahnya. Sepeda motor ku terus melaju, menyusuri jalan kota yang ramai, seramai suara-suara kebahagiaan di dalam hatiku.
Malam itu, kami menuju ke sebuah kafe favoritku Chef and Coffee, terletak di bilangan Bypass.
Setelah memesan minuman dan beberapa makanan ringan, kami sesekali mengobrol. Membahas hal-hal receh.
Hingga, pada satu momen aku tidak sengaja melihat handphone Renata yang lantas membuatku kaget.
Rupanya, Renata menyimpan dua buah fotoku di galeri handphonenya. Tentu saja aku senang dan segera mengintrogasinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seamin Tak Seiman
Non-Fiction"Kalau pada akhirnya kita tidak bisa bersama, jangan salahkan siapapun. Sebab kita telah melewati banyak hal bersama, kita sudah berjuang sekuat yang kita bisa. Kita se amin dalam doa, tapi tak seiman" "Hari ini, aku ingin kita berdoa sama-sama untu...