Kecelakaan

5 1 0
                                    

Seiring berjalannya waktu, kondisi ku dan juga Renata sudah membaik. Baik aku juga Renata juga sudah mulai kembali bekerja seperti biasa.

Satu-satunya hal yang kala itu belum membaik adalah sikap orang tua Renata padaku.

Suatu hari, aku menemui Renata dan Ibunya yang hendak berangkat menuju gereja untuk beribadah.

Aku menyapa Ibu Renata, aku menyalami tangan Ibu Renata. Namun saat itu, sikap Ibu Renata semakin dingin padaku.

"Mau berangkat gereja ya" tanyaku.

"Iya Far" jawab Renata.

"Hati-hati" kataku.

"Iya, kamu juga hati-hati" ucap Renata.

"Siap bos" jawabku,

"Aku duluan bu"

Kataku pada Ibu Renata, namun ia hanya diam tanpa menghiraukanku. Aku sedikit canggung, namun aku berpikir mungkin Ibu Renata sedang banyak pikiran.

Beberapa hari setelahnya, aku dan Renata bertemu. Renata menyampaikan kabar yang tidak baik padaku.

"Orang tuaku menyuruhku agar pisah denganmu Far" ucap Renata.

"Hah? Pisah?" tanyaku seperti tidak percaya.

"Iya Far" jawab Renata.

"Kok bisa Ta, aku salah apa?" tanyaku.

"Mereka berpikir aku sakit karena ulahmu" ucap Renata.

"Astaga, lantas apa yang kamu katakan pada mereka?" tanyaku.

"Aku sudah berusaha membelamu Far, aku sudah berusaha meyakinkan mereka bahwa bukan kamu yang membuatku sakit"

"Tapi kau tahu sendiri bukan. Orang tua ku sangat keras, mereka lebih mendengarkan ucapan orang lain daripada ucapanku"

Kata Renata.

Aku hanya terdiam, tertunduk lesu.

"Lantas kita harus bagaimana Ta?" tanyaku.

"Mulai hari ini, kita backstreet Far" pinta Renata.

"Gak Ta, aku harus menemui orang tuamu. Aku harus menjelaskan semuanya" kataku.

"Far, aku gak mau kamu kenapa-kenapa. Nanti kita cari coba cari solusi pelan-pelan ya" pinta Renata.

"Aku juga gak mau seperti ini, tapi keadaan memaksa kita Far" ucap Renata.

"Ya sudah Ta, terserah kamu" jawabku.


"Kita gak boleh gegabah Far" ucap Renata.

"Iya" jawabku.

Dan sejak saat itu, aku sudah tidak pernah berkunjung ke rumah Renata lagi. Setiap kali kami hendak bertemu atau berjalan-jalan, aku selalu menunggu Renata di ujung jalan menuju rumah Renata. Kami terus bersembunyi agar tidak ketahuan oleh orang tua Renata.

Hingga suatu pagi saat aku masih terlelap tidur, handphoneku berdering. Aku yang tersadar kemudian berusaha meraih handphone milikku. Panggilan dari nomor baru yang tidak ku ketahui itu siapa.

Awalnya aku ragu, namun akhirnya aku memberanikan diri untuk menerima telepon tersebut.

"Halo" kataku.

"Iya, dengan nak Farhan?" tanya pria yang menelponku.

"Iya, maaf dengan siapa?" tanyaku.

"Ini om, Ayah Renata" katanya.

Aku sempat terdiam, untuk pertama kali Ayah Renata meneleponku.

"Iya om, ada apa ya?" tanyaku.

Kemudian Ayah Renata mulai berbicara, yang membuatku tak dapat berbicara.

Seamin Tak SeimanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang