Sehari setelah kejadian Renata, Ibu kemudian menanyakan apa yang terjadi. Nampaknya ibu juga sedikit penasaran perihal pesan ayah Renata padaku.
"Apa yang dikatakan Ayah Renata padamu?" tanya Ibu.
"Gak ada kok bu" jawabku.
"Gak usah bohong Far, ibu tahu, ibu paham kondisi kalian" kata Ibu.
Ibu terus mendesakku, hingga akhirnya aku menceritakan semuanya. Soal perlakuan orang tua Renata padaku saat aku menjenguk Renata di rumahnya, juga soal apa saja yang ayah Renata katakan padaku saat menelponku.
Ibu nampak marah saat itu, ia seperti tidak terima dengan semua perlakuan tersebut.
"Orang tua macam apa yang seperti itu pada anaknya sendiri. Bagaimana bisa mereka membiarkan Renata menderita?" kata Ibu.
"Semuanya terserah Farhan, ibu cuma minta kamu jangan pernah ninggalin Renata hanya karena orang tua yang tidak punya hati"
"Tapi ibu tidak menyuruhmu untuk melawan orang tua Renata, tidak seperti itu"
"Ibu hanya tak mau Renata merasakan kesedihan yang panjang, kamu harus tetap jaga Renata dan terus ada di sampingnya hingga dia sembuh"
Pinta Ibu padaku.
Ibu sangat menyayangi Renata, di sisi lain Ibu juga sangat marah dengan sikap orang tua Renata. Tapi ibu tidak pernah memintaku untuk meninggalkan Renata, ia justru memintaku untuk tidak membuat Renata semakin sedih dan terluka.
"Renata tak boleh sedih" tegas Ibu.
"Iya bu" jawabku.
Sejak hari itu, kami akhirnya menjalani hubungan diam-diam. Walau begitu kami tetap bahagia, kami tetap memiliki banyak waktu untuk bersama.
Sesekali kami mengunjungi tempat-tempat yang sering kami datangi, seperti di cafe tempat kami jadian, atau sekadar duduk di pinggir laut untuk menenangkan diri kami.
"Ah laut, aku Rindu laut" ucap Renata.
"Kamu suka?" tanyaku.
"Suka hihi" jawabnya.
"Far, ayo sini duduk di sebelahku" pintanya.
"Siap bos" jawabku.
Renata memeluk tanganku, ia diam dan memandangi laut, menikmati semilir angin dan deburan ombak. Kami menikmati momen itu, Renata nampak tenang dan damai. Namun setelah Renata kegirangan, dan menatapku.
"Far" panggilnya.
"Hey, iya ada apa?" sahutku.
"Hehehe Foto aku dong" pintanya.
"Heh ku kira ada apa" jawabku.
"Hehehe cepet" pintanya.
"Iya" jawabku.
"Kek gini?" tanyaku.
"Tunggu-tunggu, em, ok siap" ucapnya setelah memilih pose.
Cekrettttt.
"Coba ku lihat" pintanya.
"Ini" jawabku.
"Hehehe bagus, sekarang sini Far" pintanya.
"Iya kutil" jawabku mengejek.
"Kita selfie ya" pintanya.
"Kek gini?" aku menirukan gaya Girlband Cherrybelle.
"Hahahah jangan kek gitu, biasa aja" katanya.
"Haha siap" jawabku.
Beberapa kali kami juga memilih ke bioskop untuk nonton. Aku ingat, kala itu Renata sangat ingin menonton film berjudul "(Minions) Yellow Is the New Black" yang kala itu tayang di bioskop.
"Kita nonton ini ya Far" pinta Renata.
"Ayo, kapan Ta?" tanyaku.
"Besok bisa?" pintanya.
"Bisa dong, aku jemput besok ya" kataku.
"Siap bos" jawabnya.
Keesokan harinya kami tiba di bioskop, Renata segera memesan tiket untuk kami.
Kata Renata film tersebut sangat lucu berdasarkan traeler, olehnya ia sangat ingin menontonnya.
"Tiketnya dapat?" tanyaku.
"Ini" jawab Renata menunjukkan dua tiket yang baru saja ia beli.
Kami segera masuk ke dalam ruangan bioskop, setelah beberapa saat filmnya dimulai. Sejak awal film tersebut diputar, Renata sudah mulai tertawa.
Sesekali ia melirik ku, kemudian menarik tanganku untuk ia genggam.
Malam itu, aku melihat Renata sangat bahagia. Ia tak henti-henti tertawa menyaksikan kekonyolan sepasang Minion yang menjadikan mesin press sebagai mainan hingga membuat rusuh penjara.
Atau saat mereka berusaha kabur dari penjara bersama narapidana manusia dan terlibat aksi kejar-kejaran dengan petugas, hingga berakhir di tempat sirkus di mana kedua minion itu mendadak jadi pemain sirkusnya untuk mengelabui petugas.
Renata nampak menikmati film animasi itu, sama sepertiku yang juga ikut tertawa menyaksikan film buatan Netflix tersebut. Salah satu hal terbaik dalam hidupku saat aku melihat senyum Renata kemudian ia berbalik kepada dan memegang erat tanganku.
"Terima kasih ya Ta, sudah bersedia hadir di hidupku" kataku pada Renata.
"Kamu hadiah terindah Far, terima kasih juga ya karena terus berusaha untuk menjadi yang terbaik untukku" jawab Renata.
Selepas nonton, kami lalu mencari makan. Untuk kesekian kalinya kami mengunjungi tempat makan favorit kami. Seperti biasa tentunya, dua porsi bakso untuk kami.
"Filmnya bagus kan Far" tanya Renata.
"Iya lucu" jawabku.
"Hehehe" Renata tersenyum.
Sambil menyantap bakso kesukaan kami, Renata tak henti-henti menceritakan film yang barusan kami tonton. Aku menyaksikan Renata bercerita dengan khusyuk, setiap kata yang ucapkan seperti sebuah melodi penenang hatiku.
Dan setiap kali Renata tertawa aku seperti mendengarkan sebuah lagu yang bercerita kebahagiaan yang selalu ingin aku dengarkan berulang kali tanpa jeda.
"Maaf ya Far" ucap Renata saat dalam perjalan pulang.
"Maaf? Maaf untuk apa Ta?" tanyaku.
"Untuk sikap orang tua ku, juga untuk keadaan yang saat ini" ucapnya.
"Gak apa-apa Ta, asal masih tetap bersamamu tidak ada yang hal yang berat bagiku" jawabku.
"Kamu bahagia denganku?" tanya Renata."Lantas menurutmu?" jawabku.
"Mungkin?" kata Renata.
"Aku bukan hanya bahagia Ta, tapi aku juga selalu bersyukur bisa mengenal manusia sepertimu" kataku.
"Hehehe aku juga, tapi akan lebih bahagia bila menikah dan hidup bersama Far" jawab Renata.
"Kita lewati semuanya Ta, apapun yang berusaha menjadi penghalang akan aku lawan Ta" kataku.
"Termasuk orang tua Far?" tanya Renata.
"Mereka tidak akan ku lawan, aku hanya ingin membuktikan bahwa aku pantas untukmu Ta" jawabku.
"Kita hadapi sama-sama ya Far, kita harus kuat. Kita pasti bisa" kata Renata.
"Pasti Ta" jawabku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seamin Tak Seiman
Non-Fiction"Kalau pada akhirnya kita tidak bisa bersama, jangan salahkan siapapun. Sebab kita telah melewati banyak hal bersama, kita sudah berjuang sekuat yang kita bisa. Kita se amin dalam doa, tapi tak seiman" "Hari ini, aku ingin kita berdoa sama-sama untu...