Tahun Baru

6 2 0
                                    

Aku dan Renata melewati pergantian tahun 2016 ke 20117 bersama-sama, malam itu kami berkunjung ke rumah nenekku.

Renata nampak canggung, walau begitu ia mendapat pujian dari nenekku.

"Pacarnya Farhan?" tanya nenekku.

"Iya hehe" jawab Renata

"Cantik sekali" ucap nenek.

"Hehehe terima kasih, nek" jawab Renata.

Oh iya, rumah nenekku tidak jauh dari rumah ku. Malam itu kami tidak sengaja berkunjung ke sana, karena satu dan lain hal.

Renata nampak anggung malam itu, menggunakan dres berwarna putih dengan corak bunga.

Kami ngobrol banyak dengan nenek malam itu. Kami diberi banyak wejangan.

Nenekku seorang mualaf, dulunya ia juga penganut nasrani sama seperti Renata. Tapi ia memutuskan untuk mengikuti agama suaminya yang tak lain paman dari bapakku.

Suaminya seorang tentara berpangkat Serka, tugas di Kodim yang ada di kota kami.

Perawakan kakekku tak jauh berbeda dari bapakku, dengan kumis tebal di wajah mereka. Mereka dikenal tegas dan sangat keras, makanya aku tidak pernah berani untuk berbuat hal yang tidak-tidak.

Kakekku anak bungsu di keluarga bapakku, sedangkan ibu dari bapak ku adalah anak pertama. Ia juga yang akhirnya membawa kami tinggal di kota ini, Kota Kendari lebih tepatnya. Ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara.

Usai bersilaturahmi dan memperkenalkan Renata. Kami akhirnya pamit, untuk ke rumahku.

Di lantai dua rumah ku, aku dan Renata menikmati malam, menunggu detik-detik pergantian tahun.

Suara-suara terompet, kembang api adalah nada dalam setiap tawa kami.

"View di sini bagus" kata Renata.

"Iya dong, bisa memandangi teluk Kendari dengan jelas" jawabku.

"Juga bisa berbaring sambil menikmati bintang" kata Renata.

"Far" panggil Renata.

"Iya, kenapa Ta?" jawabku.

"Tahun pertama yah" katanya.

"Iya" jawabku.

"Akankah kita selamanya?" tanyanya.

"Semoga!" jawabku.

"Jangan berubah" pintanya.

"Gak punya kantong Doraemon" sahutku.

"Hahaha kok kantong Doraemon" tanyanya.

"Kan jangan berubah katamu" jawabku.

"Hahaha gak nyambung" jawabnya.

"Hahahaha"

5 detik sebelum tepat pukul 00.01 di tahun 2017, Renata membisu. Penuh damai, tenang, merapalkan doa dan harapan di tahun yang baru.

Ia terlihat sangat khusyuk, suara terompet dan kembang api yang saling bersahutan seakan menjadi alunan musik pengantar doa-doa Renata.

Entah apa yang tengah ia perbincangkan dengan Tuhan lewat doanya, aku hanya bisa memandangnya dengan sesekali tersenyum.

"Amin" ucap Renata menutup doanya.

"Aamiin" sahutku, mengamini doa Renata yang entah apa.

Renata mengambil tanganku, menggenggamnya erat kemudian tersenyum.

"Terima kasih"

"Untuk semua ikhlas, sabar, dan ketulusanmu, Far"

Ucap Renata.

"Sama-sama, i'm with you, Ta" jawabku.

"Aku bahagia" katanya.

"Hehehe"

Tak lama kemudian, Ibu dan adikku datang. Juga beberapa orang tetangga yang ikut naik ke atas loteng rumah ku untuk melihat gemerlap kembang api di malam tahun baru.

Setelah menikmati malam pergantian tahun cukup lama, Renata akhirnya pamit untuk pulang.

"Bapak mana? Ibu juga?" tanyanya.

"Di bawah" jawabku.

"Pak, bu, Renata izin pulang yah" ucap Renata.

"Hati-hati nak, jangan bosan-bosan main ke rumah" ucap Ibu disahuti bapak.

"Bu, Farhan pulang dulu yah" kataku.

Renata berbalik, lalu tertawa.

"Iya hati-hati" jawab.

"Hahahaha"

Renata dan Ibu tertawa.

Aku mengantar Renata pulang, menembus dingin malam, menerobos kemacetan jalan raya yang dipenuhi ribuan manusia yang merayakan tahun baru.

Sesekali kami terjebak dalam kemacetan, sesekali kami melirik orang-orang yang tengah berdiri di tengah pinggir jalan dan menyalakan kembang api, atau mendengar anak-anak meniupkan terompet mereka.

Bahkan, orang-orang di lingkungan Renata tinggal malam itu tengah mengadakan pesta tahun baru. Mereka berjoget di tengah jalan dengan lantunan house musik.

Aku sempat menghentikan sepeda motorku, karena tidak memiliki tempat untuk melintas. Kemudian salah satu pemuda mendatangi kami.

"Baru pulang yah mas" tanyanya.

"Iya bang hehe"

"Ikut saya mas" pintanya.

Kemudian ia masuk ke barisan orang-orang yang sedang menikmati musik, satu persatu ia menarik orang-orang di tengah jalan dan memberi ku akses untuk melintas.

"Ayo mas silahkan lewat" katanya.

"Terima kasih bang" sahutku.

Aku melihat beberapa dari mereka sudah mabuk, tapi mereka tidak mengganggu kami. Mereka bahkan memberikan kami akses untuk lewat.

Bahkan setelah Renata ku antar dan aku hendak pulang ke rumah, mereka kembali memberi ku akses tanpa ada perlakuan tidak menyenangkan.

Mereka sangat menghargai tamu, mereka sangat menjaga orang-orang yang berkunjung ke tempat mereka.

"Hati-hati, Far"

"Langsung pulang ya. Gak usah ke mana-mana lagi"

Pinta Renata.

"Siap bos"

"Aku pulang ya"

Kataku pada Renata.

"Iya"

"See you"

ucap Renata.


Seamin Tak SeimanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang