Beberapa bulan kemudian, aku jatuh sakit. Awalnya ku kira aku hanya kelelahan karena bekerja. Namun ternyata sakit ku tidak biasa.
Di mulai saat aku demam dan muntah-muntah, tak satupun makanan yang bisa aku makan, semuanya ku muntahkan.
Lalu beberapa hari kemudian, tiba-tiba aku diserang insomnia hingga aku sama sekali tak bisa tidur selama dua hari dua malam. Dengan wajah pucat, aku hanya bisa berbaring di tempat tidur.
Renata yang sejak awal mengetahui aku sakit, terus datang merawatku. Meski ia sibuk bekerja, tapi ia selalu menyempatkan waktu untuk menemuiku.
Aku tahu, Renata juga butuh istirahat setelah bekerja. Tapi itu tidak berarti apa-apa baginya, ia setia merawatku dan menemaniku.
Bahkan bersama Ibu, Renata membawaku ke Rumah Sakit untuk berobat. Tidak hanya itu, ia juga membawa ku untuk menjalani foto rontgen di salah satu klinik.
Hari di mana kondisi ku terus menurun, Renata setia disampingku, menggenggam erat tanganku.
"Sabar ya Far, semuanya akan baik-baik saja. Kamu harus kuat" ucap Renata sembari menahan tangis.
Ibu juga terus menjagaku bersama Renata. Ibu dan Renata terus saling menguatkan kondisiku.
Tubuh melemah, bahkan aku sebenarnya sudah tidak mengingat kejadian itu. Hanya saja, ibu dan adik-adikku lah yang mengingatkan momen tersebut.
Setelah berobat dari Rumah Sakit dan beberapa Dokter, aku akhirnya bisa merasakan tidur pulas. Pelan-pelan keadaanku membaik.
Aku bisa beraktivitas lagi, namun kabar buruk menimpaku. Kali ini giliran Renata yang jatuh sakit. Pada bagian ini, aku bingung harus menjelaskan sakit apa yang diderita Renata.
Yang jelas, saat itu Renata merasa terus diganggu makhluk astral. Ia mengaku kerap terbangun pukul 02.00 pagi, dan melihat sosok gadis kecil duduk di atas kepalanya.
Awalnya, semua. Itu dianggap biasa oleh Renata. Namun semakin hari kondisi itu mengganggu kesehatan Renata. Ia bahkan kerap melamun dan seketika mengeluarkan air mata, ia juga kerap berlari sendirian menuju laut.
Aku berusaha terus mendampingi Renata. Kemana pun Renata pergi, aku terus menemaninya.
"Ta, jangan takut ada aku" ucapku.
"Iya Far" jawabnya.
"Perasaan ini mengganggu Far" ucapnya.
"Dia terus menggangguku hingga membuatku tak bisa tidur. Ia terus memanggilku dan menarikku untuk pergi ke laut" beber Renata.
"Terus berdoa ya Ta, aku juga akan terus berdoa untukmu" kataku.
Suatu ketika Renata di bawa Ibuku untuk berobat tradisional, saat itu Renata diberi obat untuk ia kenakan sebelum tidur.
Sebenarnya obat itu agak sedikit membantu, namun tiba-tiba Ibu Renata mendapati obat tersebut. Dan mulai menanyakan pada Renata.
Sejak saat itu, Ibu Renata menaruh curiga padaku. Ia berpikir bahwa sakit yang di alami Renata merupakan guna-guna (santet) dariku.
Renata berusaha membantah, namun karena Ibu Renata adalah manusia yang sangat keras kepala ia tidak mau mendengarkan penjelasan Renata.
Di saat yang sama, aku merasakan sesak napas yang begitu parah. Aku berusaha kuat, namun semakin parah.
Dan dua hari kemudian, saat aku akan bangun melaksanakan sholat subuh tiba-tiba kedua kakiku tak dapat ku gerakkan.
Aku berusaha berdiri, namun tak bisa. Kakiku seperti kehilangan tenaga, semua urat di pahaku seperti tertarik dan rasa sakit luar biasa ku rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seamin Tak Seiman
Non-Fiction"Kalau pada akhirnya kita tidak bisa bersama, jangan salahkan siapapun. Sebab kita telah melewati banyak hal bersama, kita sudah berjuang sekuat yang kita bisa. Kita se amin dalam doa, tapi tak seiman" "Hari ini, aku ingin kita berdoa sama-sama untu...