"Komodo tua, bangun" kata Renata setelah telepon darinya ku angkat.
"Biadab" jawabku dengan setengah sadar.
"Hahaha bangung, yee. Katanya mau kerja, katanya sibuk, katanya pagi sudah harus kerja" ucapnya.
"Masih pagi juga, dikit lagi" jawabku.
"Bangsat, jam 11 siang kau bilang pagi" katanya.
"Ah? Jam 11?" jawabku.
"Iya" ucapnya.
"Syukurlah, masih ada dua jam sebelum jam 1 siang" jawabku.
"Anjir" Renata kaget.
"Kau punya nomor telepon bosmu?" tanyanya.
"Ada! Buat apa?" jawabku.
"Buat mengabarinya, karyawan atas nama Farhan Pratama tak layak dipekerjakan" ucapnya.
"Kutil, goblok, bacot"
"Biadab hahaha"
Kataku menjawab pernyataan Renata.
"Kutil katamu, dasar komodo tua" ucap Renata.
Sejak hari itu, namaku dan namanya berubah. Aku seketika merasa berdosa pada ibu dan bapakku yang telah memberiku nama dengan penuh kasih, malah dirusak perempuan gila seperti Renata.
Hari itu, aku menepati janjiku pada Renata. Aku menjemputnya dan mengantarnya kerja.
"Mas, sesuai aplikasi yah"
Kata Renata sesaat setelah ia duduk di sepeda motorku.
"Maaf mba aplikasinya rusak" jawabku.
"Kok bisa mas?" tanyanya.
"Aplikasinya nolak buat nganterin mbak" ucapku.
"Anjir haha" jawab Renata.
"Mba cantik sih, tapi goblok" kataku.
"Kenapa goblok anjir" jawabnya.
"Iyalah, bisa-bisanya mesen ojek online pake handphone jadul. Jangankan download aplikasi ojek online mba, jaringannya ajah masih ETG tuh" kataku.
"Hahaha bawel, cepet jalan" pintanya.
"Hahaha iya iya, pegangan yang kuat. Kita bakal mengaspal dengan kecepatan 5 kilometer per jam" kataku.
Renata menepuk helm yang ku pakai.
"Goblok, kelamaan" ucapnya.
"Hahaha canda" jawabku.
Aku lupa akan satu hal, itu adalah kali pertama aku mengunjungi tempat di mana ia bekerja. Sambil tetap fokus berkendara, kami terus ngobrol banyak hal.
Membahas banyak hal, mulai dari hal-hal kecil hingga hal-hal besar.
Oh ia, Renata bekerja di salah satu hotel kota kami. Ia ditempatkan di meja resepsionis, katanya sering kali ada tamu-tamu mesum yang mengajaknya kencan.
Atau tamu-tamu pria hidung belang yang meminta nomor teleponnya, dengan dalih jaga-jaga kalau nanti hendak menginap lagi bisa langsung reservasi terlebih dahulu.
"Halah, kintil. Itu mah modus, Ta" kataku.
"Hahaha iya aku tahu, makanya kalau ada yang minta ku kasih saja nomor randem, atau nomor telepon hotel" jawabnya.
"Hahaha goblok" jawabku.
Tanpa sadar, kami akhirnya tiba di tempat Renata bekerja. Seketika beberapa pasang mata melihat ke arah kami, mulai dari rekan kerjanya hingga beberapa tamu yang ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seamin Tak Seiman
Non-Fiction"Kalau pada akhirnya kita tidak bisa bersama, jangan salahkan siapapun. Sebab kita telah melewati banyak hal bersama, kita sudah berjuang sekuat yang kita bisa. Kita se amin dalam doa, tapi tak seiman" "Hari ini, aku ingin kita berdoa sama-sama untu...