Baru saja melangkahkan kaki keluar dari lift, Rayya disambut oleh tepuk tangan riuh pasukan marketing dan sorakan mengelu-elukan dirinya. Dia pun menoleh ke segala arah. Kiri, kanan, hingga belakangnya.
Siapa yang diteriakin? Ada yang ulang tahun? Atau ada yang kena prank? pikir Rayya.
"Bintang Best Food udah datang," sorak Ferdinand menyongsong Rayya dan langsung mengaitkan lengannya ke lengan kanan Rayya. Rayya mencoba meloloskan tangannya dari belitan tangan Ferdinand, tapi si Nggak Sadar Diri itu malah mengeratkan kaitannya.
Dih ni anak ngelunjak deh. Dia kata bisa seenaknya gelayutan sama aku? Aku pernah bilang ke dia sih dia udah aku anggap adik, tapi kan, nggak adik beneran juga kali. Adik beda ayah beda ibu! Huft. Mesti di tatar nih anak.
"Cihuy, artis kita udah datang. Sebagai rasa terima kasih, direksi traktir kita roti dari Francis dan kopi dari Starbucks buat divisi kita lho, Mbak. Rotinya nyusul. Itu toko bukanya juga baru jam 10 nanti," sambung Puti bersorak gembira dan menggandeng lengan kiri Rayya. Raya diapit dua anak kecil!
"Kalian pada ngomong apa sih?" Rayya makin bingung. Dia bahkan belum sempat meletakkan tas ke cubicle-nya.
"Selamat ya Rayya. Karena kamu, divisi kita dapat spotlight dari manajemen di atas. Hasil jualan waktu itu sampai saat terakhir Best Food mengadakan bazar bikin direksi senang. Penjualan Best Food di beberapa titik supermarket jadi meningkat." Kali Ini Edward memberi selamat dengan senyum wibawanya. Karena memang perawakan Edward yang tenang dan dari sononya sudah berwibawa.
"Terima kasih, Bang. Tapi aku kok nggak ngerasa berbuat apa-apa ya?"
Ketika semua orang ber lo-gue di di sini, hanya Edward yang keukeuh dengan kata sapaan formal. Tidak satu orang pun yang protes, jadi semua orang akan mengikuti gaya Edward. Semacam switch on-switch off gitu mengganti bentuk sapaan kalau berhadapan dengan Edward. Oh, satu lagi dengan Ibrahim. Bisa dibilang, kepribadian mereka berdua sebelas dua belas lah. Devon yang wakilnya Ibrahim kalah cool sama Edward.
Kalau kata ciwi-ciwi Best Food, mereka pada bahagia setiap lewat Divisi Marketing. Habisnya, tiga cowok good looking dan husband material ada di sana semua. Nah tambah satu lagi Ferdinand, yang mendapat predikat si bungsu semua orang yang menggemaskan. Dia itu masuk kriteria cowok yang boyfriend material. Cocok dibawa hang out ke tempat-tempat asyik.
"Ya, karena kamu lumayan 'terkenal', Ray." Edward mengutip ucapannya dengan gerakan dua jari. "Gara-gara insta story waktu itu membuat Best Food dicari orang. But please, kita semua senang. Bahkan kejadiannya terjadi secara spontan. Dan secara nggak langsung bikin Best Food nambah follower. Jadi jangan merasa terbebani ya." Edward tahu kok, drama penolakan menjadi brand ambassador Best Food kala itu membuat dirinya sadar akan satu hal: Rayya tidak menginginkan dirinya tampil di depan umum lagi. Makanya dia berhenti dari instagram.
"Aah, itu." Sejujurnya dia masih kaget dengan animo masyarakat setelah sadar akan kehadirannya. Sudah lama dia tidak mendapatkan atensi seperti itu. Hidupnya sudah tenang. Sejujurnya, kini dia agak terusik. Sedikit.
"Rayya. Selamat ya. Kamu menyelamatkan muka divisi kita. I'll treat you to a lunch. Properly." Devon muncul dengan senyumnya yang bikin cewek-cewek Marketing meleleh.
"Uni Rayya aja nih, Pak?" Siapa lagi yang bicara kalau bukan Ferdinand si bungsu.
"Kita juga, Pak."
"Iy, Pak Dev. Kita-kita juga dong Pak." Yang lain tentu tidak mau ketinggalan kaaan?
Devon salah bicara. Bukan. Dia salah tempat ketika mengajak Rayya. Harusnya dia mengajak Rayya di tempat yang lebih private, bukan di depan umum seperti ini. Hilang sudah kesempatan untuk makan berdua saja dengan Rayya, si gadis berhijab biru langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unfinished Business [Completed]
RomanceApa jadinya ketika mantan suami dan mantan istri dipertemukan takdir sebagai bos dan staf? Ini adalah cerita tentang dua manusia yang masih mempunyai urusan yang belum selesai di antara mereka. Mereka bisa menyelesaikannya nggak ya? Atau malah frasa...