16 - [AIR MATA SANG MANTAN]

616 44 1
                                    

Bacalah kesyahduan romantisme Rayya dan Ibrahim di saat lapang...

Love, Kepodang Kuning ♡

---

"Rayya, Abang minta maaf karena nggak bisa melindungi dan membela istri Abang sendiri dari perlakuan Mama. Apa maaf Abang terlalu terlambat?"

Rayya tidak berhenti bergerak di kasurnya karena kejadian di restoran sup buntut dan mobil Ibrahim tadi masih membekas dan sensasi yang ditimbulkan, oh, begitu memalukan, melegakan, dan mendebarkan di saat yang sama.

Ia harus menahan malu karena menangis tersedu-sedu di sudut ruangan. Padahal hujan tidak berhenti mengguyur bumi, tapi justru pelanggan sup buntut Bu Samino terus berdatangan dan membuat Rayya dan Ibrahim menjadi tontonan gratis.

Ibrahim sampai harus berpindah duduk mendekati Rayya karena panik wanita yang duduk di depannya tiba-tiba menangis. Bisa-bisa pengunjung restoran Bu Samino mengira dia adalah pria berengsek yang menyakiti wanitanya karena sampai membuat dia menangis. Bukan. Bukan begitu ceritanya. Sungguh.

Rayya menangis karena, seseorang yang selama ini ia cintai dan sayangi sepenuh jiwa, akhirnya melihat isi hatinya yang terpendam dan yang tidak dapat ia ungkapkan dengan mudah selama beberapa tahun ini.

Akhirnya. Melegakan. Mungkin selama ini, hanya kata maaf yang dia tunggu-tunggu dari keluarga Mustafa, walaupun untuk saat ini baru si mantan suami yang meminta maaf.

Rayya hanya terharu. Betul. Yang dirasakan Rayya begitu menyenangkan mendapatkan permintaan maaf dari orang yang dicintai. Walaupun tidak sepenuhnya salah Ibrahim. Oke, mungkin saat itu Ibrahim hanya sangat menghormati dan menyayangi Mamanya. Tapi, tidak bisakah Ibrahim membela istrinya sendiri kala itu? Sedikit penyesalan Rayya mengenai masa lalu. Tapi masa lalu sudah tertinggal di belakang, tidak bisa diputar untuk diperbaiki dan telah menjadi kenangan tidak menyenangkan sekarang.

Rayya mengulang-ulang kejadian tadi di restoran Bu Samino, betapa merananya wajah Ibrahim. Merana sekaligus seperti kehilangan harapan hidup bila Rayya tidak menerima permintaan maafnya.

"Ray, Rayya. Kamu dengar Abang tadi kan?" tanya Ibrahim. Itu karena Raya mendadak bengong seperti kesambet sesuatu setelah Ibrahim meminta maaf dengan tulus. Ia hanya menatap mantan suaminya dalam diam. Dan saat itu Ibrahim memutuskan untuk menunggu, agar Rayya dapat memrosesnya dengan baik.

Lama-kelamaan, bola mata jernih Rayya memerah dan genangan air mata yang tertumpuk sejak tadi tumpah tetes demi tetes. Tetesan itu berubah lebih deras dan akhirnya Rayya menangis terisak.

"Ray, kamu nggak apa-apa?"

Sambil menangis, Rayya mengangguk dan berkata, "Abaaaang..." Manjanya Rayya terlihat sekarang. Dia persis seperti anak kecil yang merajuk.

"Iya Ray," jawab Ibrahim tenang.

"Bang Ibraaam."

"Iya Rayya." Kini pria itu mulai panik.

"Abaaaang..." Dan isakan Rayya semakin kencang, membuat Ibrahim duduk lebih dekat dan memegang kepala Rayya lembut. Ia mengusapnya pelan di sana berharap dapat menenangkan si cengeng Rayya.

"Rayya, berhenti nangis dong. Hm?" Tisu disodorkan dan Rayya langsung mengusap matanya kasar. Tapi yang namanya air mata, masih saja terus mengalir.

"Abang memang salah, okay. Jadi kamu berhak nggak terima maaf Abang. Tapi please berhenti nangis. Abang nggak suka lihat kamu nangis. It hurts me too, Ray."

Unfinished Business [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang