10 - [PERMINTAAN MANTAN YANG MERESAHKAN]

672 46 0
                                    


"Uni, beli rujak yuk di depan?"

"APA?! RUJUK?" Ya Tuhan. Ini si Rayya gara-gara Ibrahim mengajak dia balikan alias rujuk nih, rujak jadi terdengar seperti rujuk.

Harap maklum ya, isi kepala Rayya saat ini sedang dipenuhi dengan kata rujuk, rujuk, rujuk. Saking over thinking-nya, Rayya mencari defensi kata rujuk di KBBI! Rujuk, ru.juk(v) yaitu kembalinya suami kepada istri yang ditalak, talak satu atau talak dua, ketika istri dalam mas idah: setelah diberi nasihat oleh saudaranya, ia dengan istrinya.

Cukup tentang rujuk, Rayya! teriak Rayya dalam pikirannya.

"Rujak Uni. Rujak. Siapa yang mau rujuk? Pacar aja belum kelihatan hilalnya, apalagi cerai. Amit-amit kalau gue cerai setelah nikah." Si Puti malah ngomel-ngomel. Ini Puti sekarang ikut-ikutan Ferdiand Nasution si bungsu memanggil Rayya dengan tambahan kata Uni di depannya, nggak mbak lagi.

"Iya, gue salah denger Put. Maaf."

Aku juga amit-amit put, umur segini udah jadi janda. Tapi semua nggak terhindarkan. Haaaah. Janda kembang. Joke sarkas keluar dari kepalanya untuk mencela dirinya sendiri.

"Bungkus atau makan di sana, Ni?"

"Makan di sana aja lah."

"Nggak kelamaan kita ninggalin kantor?" Sebenarnya kang rujak ada di seberang kantor. Deket.

"Enggak. Makannya cepet-cepet aja, Put. Lo udah izin sama Bang Edward, kan?" Lagian, Rayya mau melepas dirinya dari tatapan tajam nan teduh milik Ibrahim yang mengintainya di kantor.

"Udah. Ayok lah kalau gitu."

Sejak Ibrahim mengajaknya rujuk waktu itu, Rayya masih belum memberikan jawaban. Bahkan ketika Ibrahim menjadi supir pribadi keluarga Rasjid, Rayya tiba-tiba menjadi anak pendiam. Bu Bestari heran karena kehilangan anak pecicilan yang suka bergelayut manja di lengan beliau. Rayya bukan si anak pecicilan pada hari Minggu itu. Tapi sedang hobi melongo dan bengong.

Ingatannya kembali ke hari itu, ketika Ibrahim menemani keluarganya berbelanja.

Ketika Pak Hamdan dan Bu Bestari sedang sibuk memilih baju di sebuah toko pakaian di MI, Ibrahim menarik lengan Rayya dan mengajaknya menjauh dari jangkauan mata mereka.

"Ray, kamu kenapa sih hari ini? Papi sama Mami kenapa kamu anggurin? Jauh-jauh mereka negokin kamu dari Bukittinggi, Rayya. Ngobrol kek sama mereka. Kamu kayak lagi ngambek sekarang. Mami dan Papi sebenernya cemas. Tapi nggak mau kelihatan kamu." Duuh. Maafin aku, Pi, Mi.

"Habis, semua gara-gara Abang."

"Gara-gara aku?"

"Iya. Aku kepikiran gara-gara kata-kata Abang kemarin."

"Soal rujuk itu?" Rayya meringis. Diiih, mudah banget ngucapinnya. Kayak rujuk bukan sesuatu yang besar aja.

"Iya." Eeh, Ibrahim malah senyum-senyum nggak jelas. Padahal hati perempuan di depannya sudah getar-getir tidak tenang dan mukanya memerah. Ibrahim yakin, telinga Rayya dibalik hijab coral itu pasti memerah. Astaghfirullah, Ibrahim. Stop. Kamu nggak boleh ngebayangin apapun yang ada dibalik hijab itu. Eaaaa

Unfinished Business [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang