"Ma, apa kabar? Sudah lama ya, kita tidak berjumpa?"
Wajah tidak suka tidak segan-segan dipamerkan oleh Bu Wardhani pada Rayya. Kali ini Rayya pantang mundur. Dia sudah bertekad kuat untuk mendapatkan kembali restu sang Mama.
Tapi Bu Wardhani tidak repot-repot untuk menjawab pertanyaan Rayya.
"Ibram, ada apa ini? Kenapa kamu bisa bersama mantan istrimu lagi?"
Suara tajam Bu Wardhani membuat bulu kuduk Rayya merinding. Seakan dia dipaksa mengingat kembali pengalamannya dulu sebagai menantu yang dibenci.
"Ma, duduk dulu. Kita bisa bicara baik-baik, Ma. Tapi ingat, kita ada di tempat umum sekarang. Ibram harap kita semua bisa menjaga sikap," tuntut Ibrahim amat tegas pada semua yang ada di mejanya. Mamanya menurut. Begitu juga Rayya dan Ladisa.
"Mama tanya sekali lagi, bagaimana bisa kamu bertemu Rayya?" tanya Bu Wardhani setelah menduduki sebuah kursi. Nama Rayya saja membuat lidah Bu Wardhani pahit ketika mengucapkannya. Beliau mengernyit tidak suka.
"Kami satu kantor, Ma."
"Iya Tante. Rayya ini bawahannya Mas Ibram di Best Food," sambung Ladisa cepat, membuat Ibrahim bersungut-sungut.
"Oh, jadi kamu bekerja sekarang? Nggak ada uang lagi ya, semenjak cerai sama anak saya?"
Rayya tetap diam, walaupun mukanya memerah.
"Ma, nggak begitu. Rayya memang mau jadi karyawan kantoran sejak dulu," bela Ibrahim.
"Halah, bilang aja kepepet nggak ada uang lagi. Mana ada 'ngomong sendiri' di depan kamera dapat uang?"
"Maaf, Ma. Bukannya Mbak Ladisa juga begitu pekerjaannya?"
"Maksudmu?"
Mata bulat Rayya beralih ke Ladisa. Yang ditatap pun merasa bingung.
"Mbak Ladisa, benar kan, Mbak dikontrak Best Food untuk mempromosikan produk kami di akun-akun media sosialnya Mbak, seperti yang sering saya lakukan dulu di akun media sosial saya?"
"I-Iya. Memangnya kenapa?"
"Nah, Ma. Benar kan, pekerjaan Mbak Ladisa sama dengan pekerjaan Rayya dulu."
"Bukannya kamu modelling, Disa?" tanya Bu Wardhani.
"Itu juga benar, Tan."
"Mbak Ladisa, boleh nggak Mbak Ladisa kasih tahu ke Mama, bayaran dari Best Food kemarin? Mama hanya penasaran, segede apa sih, uang dari endorsment itu."
Meski kebingungan dengan arah pertanyaan Rayya, ia tetap menjawab, "Hm, sekali posting bisa 3–5 juta, Tan."
"Wow, lumayan gede ya, Disa."
"Benar Tan. Itu baru satu produk. Biasanya aku bisa dapat endorsement sampai 5 produk dalam satu bulan. Tante bisa kalkulasilah, berapa pendapatan aku di luar modelling." Ladisa menyampaikannya dengan bangga.
"Tetap saja, walaupun pekerjaanmu dulu menghasilkan banyak uang, tapi tidak bisa memberi makan anak saya. Kamu tetap nggak berguna sebagai seorang istri di mata saya."
Tengkuk Rayya panas dingin mendengar penghakiman mantan mertuanya. Apa sebegitu rendahnya Rayya di mata Bu Wardhani?
Rayya menegakkan punggungnya. Ini yang harus ia katakan pada mantan mertuanya. "Maaf, Ma, dulu Rayya memang nggak pandai masak, tapi sekarang Rayya akan belajar memasak dengan benar agar anak Mama nanti nggak kelaparan hidup sama Rayya."
"Ck. Nggak ada gunanya kamu bilang sekarang." Bu Wardhani melambaikan tangan meremehkan lawan bicaranya. "Harusnya itu yang kamu lakukan sejak dulu." Pernyataan Bu Wardhani seperti sambaran geledek di kuping Rayya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unfinished Business [Completed]
RomanceApa jadinya ketika mantan suami dan mantan istri dipertemukan takdir sebagai bos dan staf? Ini adalah cerita tentang dua manusia yang masih mempunyai urusan yang belum selesai di antara mereka. Mereka bisa menyelesaikannya nggak ya? Atau malah frasa...