18 - [DILEMA SANG MANTAN]

619 44 13
                                    

Bagi siapa pun yang lagi struggle menghadapi pertanyaan-pertanyaan keramat tante-tante kelewat perhatian, bisa berguru sama Ibrahim 😳

---

Salah satu pertanyaan tersulit yang pernah Ibrahim hadapi ketika masih single dan belum pernah menikah setiap pertemuan keluarga adalah: kapan nikah?

Pertanyaan sulit berikutnya setelah menikah adalah: Rayya sudah isi apa belum?

Lalu pertanyaan sulit berikutnya setelah bercerai adalah: sudah ada calonnya belum?

Lelah memang. Tapi makin lama dia bisa menghadapinya. Tinggal jawab apa adanya tanpa pikir panjang dan yang bertanya pasti bungkam. Kalau mereka cerewet, tinggal disenyumin.

Tapi ketika mantan istrinya bertanya pilih dia atau Mama? Demi Tuhan. Pertanyan ini lebih sulit daripada pertanyaan-pertanyaan sebelumnya. Kalau belajar Bahasa Inggris, tingkatannya sudah beyond advanced alias melebihi tingkat lanjut.

Selama Ibrahim menikah, ketika Mama dan Rayya menjadi sebuah pilihan, dia selalu mendahulukan mamanya. Pilihan yang sangat mudah. Bahkan Ibrahim tidak perlu berpikir untuk memutuskannya. Salah satu alasannya adalah, Rayya tidak pernah mempermasalahkannya. Rayya tidak pernah protes ketika menjadi pilihan kedua saat Ibrahim selalu memilih mamanya ketimbang istrinya sendiri.

"Abang, kenapa diam?"

"Y-ya?"

"Abang akan pilih aku atau Mama?" ulang Rayya sekali lagi dengan nada kalem.

"Itu..."

Rayya melengah dan kembali menatap kosong ke arah langit biru.

Sesulit itu ya, Bang?

"Aku tahu Abang sangat menyayangi Mama. Aku paham kok bagaimana seharusnya bakti anak laki-laki pada ibunya. Sedikit banyaknya Papi yang kasih tahu aku. Aku nggak akan pernah menghalangi Abang untuk berbakti pada Mama." Rayya tersenyum pada Ibrahim ketika mengatakannya. Namun yang dilihat Ibrahim justru tidak ada ketulusan di sana. Hanya, kesedihan.

"Abang nggak perlu jawab. Aku sudah tahu jawabannya. Mungkin ini yang terbaik untuk kita."

Buru-buru Rayya berdiri dan berjalan menjauhi Ibrahim yang masih duduk bergeming di rumput.

"Apa yang aku harapkan sih dari kamu, Bang Ibram?" ucapnya lirih pada diri sendiri.

"Rayya!" Yang dipanggil tidak mau repot-repot menoleh, apa lagi berhenti.

"Rayya. Dengar dulu penjelasan Abang. Rayya!" Bagai anak kecil, Rayya menghentakkan kakinya dan tiba-tiba berhenti, membuat Ibrahim yang setengah berlari menyusul hampir menabrak punggung perempuan yang sedang kecewa itu.

Untung saja Ibrahim mengerem langkahnya cepat-cepat.

Rayya berbalik dan kedua tangannya dilipat di depan dada. Rayya kesal.

"Abang! Suara Abang kurang keras. Kalau perlu pakai toa teriakin ke semua karyawan Best Food kalau kita mantan suami istri." Rayya mendengkus marah dan matanya nyalang.

"Astaghfirullah. Ya maaf. Habis kamu nggak dengerin Abang, Ray."

"Nggak perlu. Aku nggak perlu dengar apapun kalau sikap Abang akan sama lagi bila kita menikah lagi."

"Ray-"

"Bang. Rayya lelah kalau harus menghadapi situasi yang sama lagi," ucap Rayya putus asa. "Rayya nggak sekuat yang Abang pikir, yang Abang lihat. Rayya cuma wanita biasa yang punya batas menahan rasa sakit."

Unfinished Business [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang