-Harapan Min Yoongi simpel saja, dia ingin mengulang waktu.-
🕊️🕊️🕊️
📍Cerita ini merupakan kelanjutan [BOOK 2] dari cerita 𝗠𝗜𝗡 𝗬𝗢𝗢𝗡𝗚𝗜. Agar lebih memahami alur, disarankan untuk membaca cerita pertama lebih dulu (bisa cek cerita diberand...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Serasi banget gak sih? Wkwk Btw, visual Hana bukan itu kok. Karna sejujurnya, aku gak pernah nunjukin visual Hana. Itu perumpamaan aja Drew lagi sama Hana ya :')
Happy reading 💜
• • •
Sungai Han. Aku lupa kapan terakhir kali kemari. Banyak yang berubah. Pameran yang biasa ada kini tak terlihat. Semuanya berganti dengan lahan kosong yang begitu bersih.
Kutatap langit sore yang segera menenggelamkan mataharinya di balik gedung-gedung bertingkat di seberang sungai. Begitu indah nan menyejukkan hati.
Sesejuk senyum indah Drew yang ikut duduk di sebelahku. Dia tak henti-hentinya memamerkan senyum. Aku gelagapan ketika dia dengan mutlak memergokiku tengah menatapnya.
"Kamu suka?" tanyanya.
"A-apa?" tanyaku gugup.
"Pada saya." Alisnya naik sebelah.
Mataku melebar. Belum sempat kujawab ucapannya, dia dengan cepat menyela sambil tertawa. "Bukan saya. Tapi tentang tempat ini. Kamu suka kan?"
Menutupi rasa canggung, aku mengangguk padanya. "Sangat. Sungai Han memang selalu indah, 'kan? Itu sebabnya banyak orang ke Seoul cuma buat ngerasain tempat ini."
"Apa sebelumnya kamu pernah kemari?"
"Dulu sering." Momen lama memutar di kepala. Tapi yang paling jelas adalah momen ketika Taehyung menciumku. "Aku sering kemari bareng temen kuliah dulu."
"Waw, apa dia masih di sini?"
Mendadak aku teringat pada Kayla. Semenjak pertemuan kami beberapa waktu lalu, tak banyak yang bisa kami bicarakan. Meskipun sudah saling bertukar nomer handphone, kami masih belum menghubungi satu sama lain.
Mungkin dia sibuk? Secara, dia adalah contoh wanita yang sangat suka mengambil pekerjaan di luar jam sekolah. Aku sedikit penasaran apa saja kesibukan bucinnya Jimin itu sekarang.
"Dia masih di sini." Aku memberitahu Drew.
"Kenapa tidak diajak bertemu?"
"Rencananya mau kuajak ketemu, kok."
"Kapan?" Drew semakin kepo.
"Maybe ... Lusa?" Aku menimbang-nimbang. "Aku akan temui temanku ketika tidak ada kesibukan untuk persiapan pernikahan."
"Kamu bisa pergi kapanpun, Hana. Banyak asisten yang menyiapkannya." Seperti biasa, Drew sangat pengertian. Begitu lemah lembut dan penuh pemahaman. "Kalau perlu apapun jangan sungkan untuk meminta bantuan saya, oke?"
Aku tersenyum. Gejolak aneh penuh kebingungan menghantam hati. Angin sore berubah menjadi angin malam. Aku sampai tak sadar jika kami duduk bersama hampir satu jam lamanya.
Kami saling tatap dalam beberapa saat. Mataku tak sengaja menangkap tiga sosok lain tengah berdiri tak jauh dari Drew. Ketiga orang itu menatap kami dengan lekat.
Pikiranku menggebu. Otak mulai memacu hati untuk melakukan sesuatu. Sesuatu yang mungkin seharusnya sudah kukatakan sejak lama?
Masih saling tatap dengan Drew, aku mengangkat sebelah tangan lalu mengusap pipi lelaki berdarah Thailand itu dengan lembut. Dia tampak kaget, ini adalah kali pertama aku menyentuhnya seintens ini. Begitu dekat dan hangat.
Kutarik nafas dalam-dalam, sampai pasokan udara rasanya memenuhi paru-paru. Begitu semua terasa siap, aku membuka mulut seraya menatap kedua manik mata Drew dengan seksama.
"I love you, Drew!" kataku pada akhirnya. Disusul dengan ciuman hangat yang kudaratkan tepat di bibirnya.
• • •
-Min Yoongi-
Kuraih tas dan pergi lebih dulu dengan alasan Holly sedang sakit. Namjoon dan J-hope mengiyakan alasanku, meski aku tau benar raut wajah Namjoon sama sekali tak percaya.
Teganya dia?
Maksudku, kenapa dia melakukan itu. Haruskah? Haruskah dia bermesraan dengan kekasihnya di depan kami? Apa dia sengaja melakukannya?
Persetan dengan semua itu. Yang harus kulakukan simpel saja. Aku hanya perlu pergi dari Sugai Han yang mendadak menjadi neraka itu sejauh mungkin, melupakan apa yang kulihat dan mulai mengerjakan project baru Rapline dengan tenang.
Sesederhana itu Min Yoongi. Kau pasti bisa melakukannya.
Kedua tanganku memerah. Entah karna terlalu kencang memegang kemudi atau karna memang efek dari pendingin yang kuatur terlalu tinggi.
Haruskah kuartikan ini sebuah rasa sakit hati? Tapi untuk apa? Bukankah aku yang lebih dulu menyakitinya?
Mendadak, aku berhenti. Seorang pengemudi mobil di belakang ikut mengerem mendadak. Begitu melewati mobilku, gadis dengan kaos ungu berlogokan D-2 berteriak sembari mengataiku 'bajingan'.
Aku tertawa sarkastik sembari menatap mobil itu melesat menjauh. "Gadis bodoh. Andai saja kau tau bahwa kau baru saja mengatai biasmu sendiri!"
Pikiranku kembali beralih pada Hana. Ekspresiku berubah drastis. "Jika kebaikan tidak bisa membawa Hana kembali, apa dengan kekerasan akan bisa?"