민윤기 - 36

1.5K 199 32
                                    

-Hana Elvia

"Kenapa lebih banyak baju kaos dibandingkan kemeja dan juga jas?" Sambil duduk di sudut tempat tidur, aku terus menatap ke arah Drew. Dia tengah sibuk memasukan beberapa pakaian dan barang ke dalam koper.

Dia berbalik dan menatapku, lalu tersenyum. "Proyek kali ini lebih santai. Saya tak perlu terus-memakai pakaian formal."

Aku mengangguk percaya. "Mau dibantu?"

"No!" jawabnya telak. "Kamu tak boleh melakukan hal yang akan membuat kelelahan."

Aku berdecak. Kedua tanganku menyilang di dada. "Aku bahkan bisa menyusun semua bajumu dengan begitu rapi di lemari tanpa lelah, Drew!"

"Benarkah?" Dia berbalik setelah menutup koper dan mendorongnya ke samping.

Aku mengangguk yakin sementara Drew berjalan menghampiri. Dia berdiri di depanku. Tubuhnya yang tinggi membuatku menengadah hanya untuk menatap wajahnya.

"Apa?" Aku menyadari raut tak biasanya.

Senyumnya semakin lebar. Kedua tangannya meraih lenganku dan menuntunku untuk berdiri. Kami bersepandang selama beberapa saat.

"I will be back," katanya, sambil menyelipkan beberapa helai rambutku ke belakang telinga. Tatapannya berubah sendu.

"I will miss you so much!"

Aku memutar bola mata. "Kayak gak bakalan ketemu lagi aja." Aku mencibir. "Cuma sepekan Drew."

Dia tak menjawab. Matanya berkaca-kaca. Selalu seperti itu. Aku tau, berat untuknya meninggalkanku yang tengah hamil tua. Tapi harus bagaimana? Dia tak mungkin meninggalkan proyek barunya. Itu adalah salah sayu impiannya. Impianku juga. Karna Drew bilang, proyek ini untuk Hansu. Meski aku tak tau, proyek apa yang dia maksud.

Aku meraih tangannya lalu kugenggam erat. "Selalu hubungi aku ketika ada waktu."

"Akan saya lakukan." Dia mengecup singkat keningku. "Saya selalu melakukannya kan?"

Drew memang selalu memberiku kabar setiap saat ketika dia pergi. Bahkan sebelum aku menanyainya sesuatu, dia sudah lebih dulu memberi tahu.

"Saya sangat mencintaimu, Hana." Dia memelukku. Begitu erat. "Dan juga Hansu."

Aku tersenyum dibalik dada bidangnya. "Aku tau."

Masih dalam posisi berpelukan, Drew mencium leherku lalu melepasnya dan menatapku singkat sebelum mencium bibirku. Ciuman yang begitu dalam dan penuh hasrat. Mengerti dengan niatnya, aku menutup mata dan membalas ciumannya.

Keadaan semakin panas ketika Drew membuka resleting Dress putih yang kukenakan. Aku mempercepat dengan melepasnya, menyisakan bra dan pants. Di sela ciuman, kami berhenti sejenak untuk mengambil nafas.

Sementara dia masih sibuk menciumi leher dan dadaku, aku meraih pinggangnya dan menariknya semakin mendekat. Tanganku bergerak menyusuri ikat pinggang dan melepaskannya.

Kuelus sesuatu dari balik celana membuatnya mengerang. "Come on!"

Drew menuntunku untuk berbaring, semua pakaian terlepas, terhempas ke berbagai arah. Dengan pandangan tak menentu aku melihatnya yang tepat berada di atasku. Memaju-mundurkan dirinya dengan begitu agresif. Matanya terbuka dan terpenjam, sesekali kudengar dia mengerang.

Air mataku jatuh namun lekas kuhapus, setiap kami melakukannya, setiap saat. Yang kulihat adalah wajah sialan itu. Selalu.

• • •

-Drew Matewa

Selain ibuku, di dunia ini, wanita yang paling kucintai adalah Hana.

Dia adalah segalanya untukku. Aku sangat menyesalkan jika tak bisa selamanya bersamanya. Aku akan menjadi pria paling tidak beruntung jika tidak bisa menemaninya dalam setiap hal apapun.

Aku mengusap pelan rambutnya. Hana tertidur dalam pelukanku ketika persetubuhan itu kami akhiri. Hal luar biasa yang sering terjadi. Bagiku, ini menjadi momen yang sangat menyenangkan hati.

Bagiku, Hana seperti gudang setiap kebahagiaanku. Dia adalah matahari yang muncul dibalik jutaan awan gelap yang membawa hujan.

Aku mencintainya. Sangat.

Aku ingin dia merasakan cinta itu. Aku ingin dia tau, bahwa apa yang kurasakan bukan hanya sekedar rasa suka. Aku bisa memberikan apapun untuknya dan juga Hansu. Apapun itu termasuk nyawaku.

Jika bisa pun, akan kubawakan mereka surga.

Aku akan pergi besok. Untuk urusan yang sungguh tak bisa kuceritakan. Sambil menopang kepala dengan satu tangan, aku terus memikirkan banyak hal.

Aku menunduk dan melihatnya lagi. Air mataku jatuh tepat pada pipinya. "Tuhan kumohon jangan pernah membuatnya dan juga putra kecil kami merasakan kesedihan." Aku mengelus pelan perutnya. "Hansu, kau akan jadi jagoan kan? Jadilah jagoan untuk ibumu."

Aku mengecup lama kening Hana. Menyalurkan setiap cintaku hanya untuknya. Aku ingin batinnya pun ikut merasakan betapa besarnya rasa cinta seorang Drew kepada nyonya Matewa.

• • •

-Hana Elvia

"Kau sungguh gila!" Dari ruang tamu, aku mendengar suara Aroon tengah memaki seseorang.

Aku lekas menghampiri. "Ada apa?" Begitu aku bertanya, raut wajah semua orang langsung berubah.

"Lihat, mereka bertengkar lagi hanya karna masalah bola." Benz menunjuk ke arah Drew dan Aroon.

Aku mendengus. Seraya menaruh beberapa kotak susu untuk Drew di atas meja, aku menatap Drew dan Aroon secara bergantian. "Lanjutkan! Biar kusaksikan pertandingan tinju di pagi-pagi buta ini."

Drew menatapku dengan senyum tipis sementara Aroon sama sekali tak menunjukan reaksi apapun. Dia terlihat kesal. Namun juga terlihat menahan emosinya. Dia memang sangat emosian. Tapi dia juga handal mengendalikan emosinya.

"Kalian—" belum sempat aku menyelesaikan ucapan, Aroon melenggang pergi. Langkahnya begitu cepat.

"Dia kenapa?" Aku menatap Benz dan Fhyn. Tapi keduanya menggelengkan kepala.

Pipiku dielus oleh Drew. "Kamu tau Aroon selalu seperti itu kan?"

"Hm," sahutku. "Lekas berbaikan. Tidak baik bertengkar karna hal kecil diusia kalian saat ini."

Dengan senyumnya Drew mengangguk pelan. "Saya harus pergi. Jam penerbangan tinggal satu jam lagi." Dia melihat ke arah jam tangannya.

"Hati-hati di jalan." Aku memeluknya singkat.

Aku memang tak ikut mengantar Drew ke bandara. Selain karna jarak yang lumayan jauh, aku juga menghindari terjadinya kontraksi lagi karna melakukan perjalanan yang cukup melelahkan.

Sebagai gantinya, sahabat-sahabat Drew yang akan menemaninya. Lalu setelahnya, ketiga manusia menyebalkan itu akan menginap di rumah kami sampai Drew kembali dengan alasan untuk menjagaku.

Aku mengantar sampai pintu. Aroon berdiri di samping mobil Lamborghini miliknya dengan tatapan kesal.

Tapi ujung-ujungnya, dia satu mobil dengan Drew.

Mobil mereka berjalan keluar gerbang, dari dalam mobil, Drew terus menatapku. Dia tak henti-hentinya tersenyum. Seakan memintaku untuk mengingat senyum manisnya itu sampai dia kembali.

Aku dan Hansu akan merindukan senyum lesung pipimu, Drew!

- To be continue -

• • •

Aku mau tarik nafas dulu. Tadinya mau lanjut di sini aja sampai masuk ke inti masalah, tapi di cancel dan dilanjut next part aja.

Happy reading! Hope u always happy & health 💜

𝗠𝗜𝗡 𝗬𝗢𝗢𝗡𝗚𝗜 • [BOOK 2] (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang