민윤기 - 32

1.5K 254 38
                                    

- Aku tau, banyak readers yang bosen nunggu cerita ini yg up-nya lama. Aku tau, banyak yg udah ninggalin ff ini. Aku juga tau, sedikit banyaknya kalian pasti udah agak bosen karna setiap up, partnya gak banyak. Yes, i know it.

Itulah sebabnya, disetiap part aku sering sekali mengucapkan terimakasih untuk kalian yg justru meskipun udah kesel tapi tetep aja nungguin aku up. Tetep aja kasih Support lewat vote/komen. You'r so special!

Rasanya gak srek aja kalo aku selalu kasih tau kalian kenapa aku gak up, kenapa lama? Kenapa pendek?

Kalian juga tau aku sudah berkeluarga. Diusia yg masih semuda ini. I was have a kid. Kesibukanku banyak, dan gak semua hal bisa aku kasih tau. Ini loh alesan ku gak up, ini loh kesibukanku. I can't.

Aku juga tidak pernah memaksa siapapun untuk terus stay di sini. Tapi aku sangat bersyukur dan berterima kasih untuk kalian yg meski bagaimanapun justru tetap ada untuk menunggu.

Sejak awal menulis aku tidak pernah menargetkan jadwal/hari kapan aku update. Bahkan di deskripsi, aku sudah kasih tau kalo aku akan update kalo memang bisa atau moodnya ada :)

Ini aku ngetiknya mumpung anakku tidur loh hehe.

Mari saling memberikan support dan pengertian! Sehat selalu kalian 💜

• • •

Pintu kamar mandi terbuka. Drew keluar dengan handuk melilit di pinggang. Menutupi hingga lututnya. Rambutnya acak-acakan dan masih basah.

Dia memandang ke arahku dengan wajah berseri. Sementara aku memandang dengan ekspresi sebaliknya.

"Kau ke Seoul?" tanyaku langsung pada intinya.

Wajahnya seketika berubah. "Tidak. Saya ke Tokyo." Dia mengelak.

Aku berdecih kesal. "Sudah jelas berbohong masih saja mengelak." Suaraku naik beberapa oktaf.

Keadaan ruangan menjadi hening mencengkam. "Aku melihat riwayat pembelian tiket onlinemu," kataku sambil menunjuk laptop yang sengaja kutaruh di atas kasur.

Matanya mengikuti arah yang kutunjuk. Dia menjadi gelagapan. Bak seorang maling yang kepergok. "I-itu milik teman saya."

"Teman yang mana?" Aku tak habis pikir. Aku tau benar dia tak handal berbohong. "Hebat sekali temanmu. Namanya persis denganmu. Apa dia kembaranmu? Aku juga melihat foto pada Pasportnya. Dia sangat mirip dengan Drew Matewa." Aku tertawa hambar di akhir kalimat.

"Hana, saya—"

"You are a liar!" Aku memakinya. Begitu aku akan pergi, dia menahanku.

"Saya ke sana untuk menyiapkan sebuah surprise."

Kulepaskan pegangan tangannya dengan kasar. "Aku tak butuh surprisemu, aku juga tak ingin ke Seoul!"

"Tapi kenapa kamu sangat membenci Seoul? Apa ada seseorang yang pernah mengisi masalalumu di sana?"

Aku menganga tak percaya dengan pertanyaannya barusan. "Masalahnya di sini, kamu berbohong, Drew." Aku melirih. Baru pertama kali sejak aku mengenalnya, hal ini terjadi.

"Kamu mengalihkan pembicaraan." Kali ini dia tampak serius.

Aku menelan ludah. Rasanya terjebak pada kekesalanku sendiri. Angin malam menerpa masuk lewat jendela yang masih terbuka. Membuat keadaan semakin dingin.

"Aku benci kebohongan." Begitu mengucapkannya, aku melenggang pergi.

Drew sama sekali tak mengejar atau meminta maaf. Benar-benar ada sesuatu yang aneh dengannya akhir-akhir ini.

Sembari menyeka air mata, aku meraih kunci mobil dan pergi. Di perjalanan aku menelpon seseorang. Mataku melirik ke arah gelang hitam pada tangan kiri. Dadaku menjadi sesak. Sesekali kuseka darah segar yang mengalir lewat kedua lubang hidung. 

Begitu panggilan tersambung. Aku menangis sejadi-jadinya.

"Pria brengsek!" Itulah kata pertama yang kudengar darinya.

• • •

-Min Yoongi

Suara rekaman Jungkook menggema di dalam studioku. Aku mendengarkannya secara berulang-ulang. Berusaha mengatur ritme nada yang pas.

Kami akan meluncurkan sebuah album baru tahun ini. Dua bulan berlalu setelah masalah besar yang menimpa Jimin. Kini semua sudah mulai mereda. Agensi memberikan klarifikasi bahwa Jimin dan kekasihnya sudah putus. Padahal mereka masih bersama dan berencana menikah akhir tahun. Begitu semua selesai, dia akan mempublikasikannya.

Itu juga yang sempat kuimpikan dulu. Tapi sayangnya takdirku tidak sebaik itu.

Mataku beralih pada secangkir kopi yang dibelikan Ji-Sung. Dia adalah asisten baruku. Setelah kejadian buruk yang menimpaku dengan asisten lama, Eunha. Aku tak lagi memilih seorang gadis untuk menjadi asisten. Itu akan sangat beresiko.

Tiba-tiba ponselku berdering.

Sebuah nomer asing tertampang jelas pada layar. Keningku berkerut. "Jangan bilang ini Sasaeng?"

Tapi karna penasaran, akhirnya aku mengangkatnya. "Agensi mengubah jadwal Tour ke Malaysia jadi ke Thailand." Nomer baru manager Sejin ternyata.

Aku terdiam sejenak. Sembari tersenyum aku mengingat kembali ucapanku pada Hana waktu itu.

Jika kita bertemu lagi, kita akan menjadi teman.

~ To be continue ~

• • •

Kalo bukan Yoongi, siapa yg ditelpon sama Hana?
Cuma mau kasih spoiler, ketika Yoongi tiba di Thailand. Konflik utama Book 2 akan muncul. Siap2 aja.

𝗠𝗜𝗡 𝗬𝗢𝗢𝗡𝗚𝗜 • [BOOK 2] (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang