Mencari Akhir Yang Bahagia

2.5K 274 162
                                    

"Tenang Jeno." Tiffany memegang bahu Jeno dengan keras, meembuat sosok papa dari dua anak tersebut berhenti mengguncang tubuhnya.

Selanjutnya Jeno melemas, digiring untuk ikut kedalam ruangan dokter Tiffany bersama dengan Yuta.

"Renjun selamat, tapi ini juga bukan berita yang cukup baik." Tiffany menghembuskan napasnya dengan berat, menyandarkan tubuh lelahnya pada sandaran kursi sembari tetap menatap Jeno.

"Dari awal kehamilan tubuh Renjun sudah bermasalah, dan dari awal kelahiran Logan sudah beresiko apalagi ini ditambah dengan insiden tak terduga begini. Sekarang Renjun koma, tubuhnya kehilangan banyak darah."

"Beberapa menit setelah Logan lahir, detak jantung  Renjun sempat menghilang, tapi itu hanya sebentar meski kini belum kembali normal. Tapi Renjun selamat."

"Untuk saat ini." Lanjut Tiffany dengan nada lebih rendah.

Jeno diam, pikirannya seolah kosong. Semua rasa takutnya kini meluap, membuat kepalanya terasa begitu sakit karena terus didatangi bisikan-bisikan mengerikan dari dirinya sendiri. Berisik banget, oh isi kepalaku ternyata t___t

Tubuhnya bergetar hebat, kali ini Jeno kembali menangis namun bedanya pria yang sudah berusia 31 tahun tersebut menangis dalam diam.

"Renjun pasti selamat, Renjun engga bakal ninggalin aku sama anak-anak."

Yuta memijit kepalanya, sungguh dia merasa begitu pusing dengan masalah yang harus dia hadapi saat ini. Putra manisnya kini sedang tertidur, tidur pulas yang entah akan bangun didunia yang mana.

"Sebentar lagi Renjun akan dipindahkan keruangan khusus. Ruangan yang sudah Doyoung siapkan sebelumnya jika kemungkinan buruk seperti ini  terjadi."

Jeno hanya mengangguk, tak lagi sanggup untuk bersuara. Tenggorokannya sudah tercekat sedari tadi.

"Terimakasih dokter, kalau begitu kami permisi." Yuta berpamitan dengan Tiffany kemudian merangkul bahu menantunya untuk dibawa keluar ruangan menuju tempat yang sudah Doyoung siapkan untuk Renjun.

Sebuah ruangan luas yang didalamnya terdiri dari dua bagian yang dibatasi tembok sebatas pinggang dan diatasnya dibatasi dengan kaca tebal. Membuat siapa saja bisa melihat kondisi Renjun yang sedang terbujur pucat diatas bangkar.

Jeno memandang wajah Renjun dari balik kaca, berusaja menggapai wajah pucat istrinya meski hanya bagian kaca saja yang bisa dia pegang.

Chenle kini sudah tenang, sudah tak lagi menangis karena takut mengganggu waktu tidur mama dan adik bayinya. Yang Chenle tau, mamanya sedang tidur karena kelelahan melahirkan Lolo yang sangat tampan.

"Lolo." Chenle mengusap pipi adiknya dari balik inkubator.

"Selamat datang didunia adik bayinya kak Lele. Lolo ayo bangun, ini kak Lele loh~"

"Kalo Lolo bangun, nanti mama juga ikutan bangun. Mamanya lagi bobo Lo, kata granpa mamanya cape abis lahirin Lolo. Lolo juga ikutan cape ya?"

Wajah manis si kakak  baru tersebut menyendu, memandang adik tampannya yang ternyata sangat mirip dengan sang papa. "Lolo, ayo bangun kita hibur papa yang lagi nangis. Papa Nono nangis Lo, papa pasti sedih karena mamanya bobo. Aku jadi ikut sedih lagi Lo."

Jaehyun mengusap surai Chenle dengan lembut. Chenle mendongak, menatap wajah granpanya dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Granpa."

Jaehyun merendahkan tinggi badannya, menyetarakan dengan tinggi Chenle yang kini sedang duduk disebuh kursi. "Kenapa hmm?"

"Mama sama Lolo?"

"Mama sama Lolo kenapa hmm? Mamanya kan lagi tidur, Lolo juga."

Bibir Chenle melengkung kebawah, air matanya sudah siap untuk kembali tumpah membasahi pipi bulatnya. "Mamanya engga akan pergi kan?"

Keluarganya Lele || NorenleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang