Aku ingat, saat itu aku masih berusia sebelas tahun.Dari jendela, aku bisa melihat orang-orang dengan pakaian hitam berjalan mondar-mandir di halaman rumah. Ada juga papan bunga yang berjejer rapi di pekarangan rumah kami.
Aku menatap pakaian hitam dan sepatu kets putih yang masih kukenakan. Sepatu kets yang tadinya bersih, sekarang kotor dengan sisa-sisa tanah liat yang masih menempel di tapaknya.
Mama dan Sabrina sedang duduk di ruang tamu bersama dengan beberapa kerabat kami. Mata Mama tampak bengkak dan merah. Lingkaran hitam mendominasi bawah matanya.
Sama dengan Mama, mata Sabrina juga sembab setelah menagis. Mama menggenggam tangan Sabrina dan membelai kepalanya. Mereka saling menguatkan.
Berbeda denganku yang berdiri sendiri di sisi ruangan. Meskipun aku sedih, tapi aku tidak bisa menangis. Entah mengapa air mataku tak mau keluar, padahal dadaku sudah terasa amat sesak.
Pemakaman Papa dan Kakak laki-lakiku sudah usai satu jam yang lalu. Tapi, masih banyak orang yang memilih untuk tinggal dan menghibur Mama. Beberapa kerabat kami yang dari luar kota juga memilih menginap dan pergi esok hari. Rumah tampak ramai sekarang.
"Tidak lelah?" tanya seseorang membuyarkan lamunanku.
Meskipun aku tidak menoleh, aku tahu bahwa orang itu adalah Nenek.
"Jangan menyalahkan dirimu sendiri," bujuk Nenek dengan suara lembut, "lebih baik kau istirahat dulu. Kau belum tidur semalaman kan?" sambungnya.
Di antara orang-orang yang menatapku dengan tatapan aneh, Nenek adalah satu-satunya yang menganggap aku sama dengan anak-anak normal yang lain.
"Akan Nenek ceritakan dongeng nanti," ucapnya sambil merangkulku menuju pintu kamarku.
Aku meninggalkan ruang tamu yang ramai dan memilih tinggal di kamarku yang sunyi sambil mendengarkan dongeng dari Nenek.
Dongeng yang diceritakannya selalu mampu menyentil hatiku. Ceritanya bisa membuatku menjadi lebih lega. Mungkin itu terjadi karena aku merasa dongeng yang diceritakannya juga terjadi padaku.
Kuharap saat aku bangun nanti, aku tidak lagi di sini. Akan hebat kalau ada seseorang yang mengajakku pergi dan meninggalkan tempat ini. Walau sebentar saja.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Thread Of Destiny
FantasyAlice, gadis 17 tahun yang dapat melihat benang takdir, mendadak mendapat undangan ke Rothenburg-sekolah para Giftlent-istilah untuk manusia yang terlahir dengan talenta/kekuatan khusus. Alice hanya ingin kehidupan yang normal, tetapi Rothenburg je...