Warning:
Bab ini buat dalam keadaan tidak mood menulis + mengantuk + buru-buru. Sudah jelas hasilnya jadi anu. Yah, walaupun bab lain juga anu sih. Pokoknya gitu deh. Tapi, semoga masih bisa dibaca ^_^
.
.
.Cerita ini diikutsertakan dalam challenge ODOC (One Day One Chapter) oleh TheWWG selama tiga puluh hari.
Mungkin akan banyak typo dan anu-anu yang lain karena tidak sempat di edit. Mohon di maklumi. Terimakasih
\( ̄▽ ̄)/***
"Kau mau apa sih?!" geramku sambil mencoba mengambil buku itu dari tangannya. Tapi sayangnya, karena perbedaan tinggi yang—ekhem cukup jauh, aku tidak bisa mengambilnya.
Jika sebelumnya, aku pasti akan takut dan memilih menghindar dari Eras. Tapi, sekarang aku tidak bisa melakukan itu lagi. Kalau aku terus-menerus takut padanya, yang ada dia akan terus berbuat seenak jidatnya padaku.
"Aku sudah meminta maaf padamu soal rumor itu. Kenapa kau masih menggangguku?"
Eras tersenyum dan menatapku dengan sinis. "Apa aku pernah bilang aku memaafkanmu?"
Tanpa ada ke pura-puraan lagi, Eras langsung menunjukkan sifat aslinya.
Dari ujung rambut sampai ujung kakinya, aku sama sekali tidak bisa menemukan karakter baik darinya. Yang ada hanya seorang laki-laki yang picik.
"Kalian sedang apa?" tanya Laras dengan nada interogasi. Tidak ada yang tahu kapan dia datang ke sini, tau-tau dia sudah ada saja, persis seperti hantu.
Memanfaatkan kedatangan Laras, aku langsung berbicara "Lihat, dia mengambil bukuku tanpa seizinku!"
Barang bukti masih ada ditangan si pelaku. Erastus seharusnya tidak bisa mengelak. Selagi otak Laras masih bekerja, dia harus tahu kalau laki-laki itulah yang selalu mengganguku, bukan aku yang mengganggunya!
"Kau yang salah."
"Hah?" hanya kata-kata itu yang mampu dipikirkan otakku saat ini.
"Kau seharusnya membaca bukumu di kelas saja. Kalau kau membacanya di sana, Eras sama sekali tidak akan melihatmu apalagi mengganggumu."
Itu adalah hal paling bodoh yang pernah kudengar. Aku seharusnya tidak berharap banyak dari perempuan semacam Laras.
Aku mengumpulkan bukuku yang ada di atas meja tanpa memedulikan buku yang ada ditangan Eras.
"Kalian benar-benar pasangan yang serasi!" cemoohku pada mereka sebelum meninggalkan perpustakaan.
[.]
Bagiku, Rothenburg adalah tempat perkumpulan manusia-manusia yang hidupnya abnormal dengan berkedok sekolah.
Pada hari pertamaku ke Rothenburg, aku dikejutkan oleh insiden barang beterbangan. Tapi untungnya pada hari kedua, kelas ini sudah sedikit lebih normal. Meskipun beberapa benda masih beterbangan, sih.
Seorang gadis dengan rambut pendek menjadi teman semejaku. Oh, ngomong-ngomong, gadis inilah yang pernah kulihat bertarung di koridor beberapa hari lalu.
"Ini Melanie. Melanie, Ini Alice. Dia siswi baru yang di undang oleh Sir Edmund." Simon berinisiatif memperkenalkan kami.
Gadis yang bernama Melanie itu menatapku dari atas sampai ke bawah. Alisnya berkerut dan bibirnya membentuk satu garis lurus. Raut wajahnya sangat tidak ramah. Singkatnya, wajahnya terlihat galak, dia mengeluarkan aura yang mengatakan senggol dikit gue bacok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thread Of Destiny
FantasyAlice, gadis 17 tahun yang dapat melihat benang takdir, mendadak mendapat undangan ke Rothenburg-sekolah para Giftlent-istilah untuk manusia yang terlahir dengan talenta/kekuatan khusus. Alice hanya ingin kehidupan yang normal, tetapi Rothenburg je...