Chapter 20

139 20 1
                                    

Bab ini buat dalam keadaan tidak mood menulis + mengantuk + buru-buru. Sudah jelas hasilnya jadi anu. Yah, walaupun bab lain juga anu sih. Pokoknya gitu deh. Tapi, semoga masih bisa dibaca ^_^
.
.
.

Warning:

Cerita ini diikutsertakan dalam challenge ODOC (One Day One Chapter) oleh TheWWG selama tiga puluh hari.

Mungkin akan banyak typo dan anu-anu yang lain karena tidak sempat di edit. Mohon di maklumi. Terimakasih
\( ̄▽ ̄)/

***

Sudah berapa kali Eras membawaku berpindah tempat dengan terteleportasinya. Simon dan yang lainnya bahkan tertinggal jauh di belakang.

Saat pemberhentian yang ke-sekian kalinya, Eras akhirnya melonggarkan cengkramannya dari pinggangku.

Kalau aku tidak secara langsung melihat ada troll yang mengincar nyawa kami, aku mungkin akan menghajar Eras karena berpikir dia sedang mengambil keuntungan dariku. Enak saja laki-laki itu bisa memelukku seenak jidatnya.

Saat pikiranku masih melayang, Eras mengambil beberapa langkah ke depan, menjauh dariku. Dia memegang salah satu pohon sebagai tumpuan sebelum jatuh terduduk.

Aku memandang Eras yang langsung merosot dan bersandar di salah satu pohon. Napasnya ngos-ngosan, dia kelihatan sangat lelah.

"Kau—kau harus biasakan," ucapnya dengan dengan napas yang belum stabil.

"Apa yang harus aku biasakan?" tanyaku tidak mengerti.

"Kau terus menggeliat dipelukanku tadi. Konsentrasiku jadi pecah," celetuknya padaku, dia kembali menambahkan dengan nada mengeluh, "berteleportasi saja sudah memerlukan energi yang besar, ditambah aku juga harus membawamu. Energiku hampir habis karena tersedot semua. Jadi, lain kali jangan banyak bergerak. Kalau tidak, aku tidak akan lagi peduli dan meninggalkanmu di hutan."

Kalau aku nyantet Eras, dosa nggak sih? 

Maksudku, siapa yang nyaman kalau seorang laki-laki yang bukan siapa-siapa tiba-tiba memelukmu? Apa lagi kalau laki-lakinya adalah Erastus.

Aku ingin sekali marah dan mencabik-cabik Eras. Tapi, ya sudahlah, lagi pula dia sudah beberapa kali menyelamatkanku.

"Terimakasih sudah membantuku tadi, dan maaf kalau aku merepotkan," celetukku tak ikhlas.

Eras berdecak sambil membetulkan posisinya, "ck, kukira kau adalah tipe orang yang tidak bisa mengakui kesalahan."

Lagi-lagi aku harus menghela napas panjang. Meskipun aku ingin sekali mengatakan padanya 'orang itu adalah kau!' tapi aku harus menahannya.

Butuh waktu yang agak lama untuk Simon, Morlan dan Melanie tiba di tempat ini. Melanie langsung menghempaskan Simon yang memeluknya. Sementara Morlan lebih sengsara, teleportasinya berada di tingkatan yang lebih rendah. Bertelepoertasi seratus meter saja sudah hampir menghabiskan seluruh energinya, apalagi kalau harus bertelepoertasi berkilo-kilo meter. Dia hampir pingsan.

Mereka bertiga berbaring di atas rumput. Sedangkan Eras duduk sambil memejamkan matanya.

Melihat mereka yang kelelahan, aku jadi merasa bersalah. Madam Lyn meramal bahwa aku bisa membantu Eras, tapi dalam situasi ini aku jadi ragu. Aku hanya bisa jadi beban untuknya.

Tanpa membuka matanya, Eras berbicara. "Kenapa murid kelas Low talent bisa berkumpul di sini? Seingatku, serbuk Bloodforest tidak akan diberikan kesembarang orang."

Thread Of Destiny  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang