Warning:
Bab ini buat dalam keadaan tidak mood menulis + mengantuk + buru-buru. Sudah jelas hasilnya jadi anu. Yah, walaupun bab lain juga anu sih. Pokoknya gitu deh. Tapi, semoga masih bisa dibaca ^_^
.
.Cerita ini diikutsertakan dalam challenge ODOC (One Day One Chapter) oleh TheWWG selama tiga puluh hari.
Mungkin akan banyak typo dan anu-anu yang lain karena tidak sempat di edit. Mohon di maklumi. Terimakasih
\( ̄▽ ̄)/***
Dulu, Kinan sering bilang padaku, kalau aku ini terlalu acuh pada lingkungan sekitar dan hanya fokus pada diriku sendiri. Dan setiap kali dia mengatakan itu, aku akan menolaknya mentah-mentah.
Maksudku, aku inikan juga manusia. Dan manusia itu di ciptakan sebagai makhluk sosial. Saling membutuhkan dan berinteraksi dengan manusia lainnya.
Tapi, aku baru sadar sekarang, kalau apa yang dikatakan Kinan memang benar adanya.
Selama hampir tiga tahun bersekolah dia Emerald High School, aku tidak pernah tahu kalau ternyata Melanie juga seorang siswi di sekolah ini.
"Kenapa terkejut begitu?" tanya Melanie, "memangnya ada yang aneh kalau aku sekolahnya di sini?" tambahnya.
Mendengar perkataannya, barulah aku sadar kalau aku masih berdiri mematung menatapnya dengan rahang terbuka karena terkejut.
Aku menjatuhkan pantat di bangku panjang, sebelah Melanie, berbarengan dengan buku dan alat tulis yang aku bawa.
Kalau dipikir-pikir, aku mungkin juga tidak akan mengenal Simon kalau bukan karena Kinan. Padahal laki-laki itu adalah juara dua paralel di sekolah.
Aku menoleh pada Melanie, dan menatapnya dengan wajah was-was. "Jangan bilang kalau Morlan juga bersekolah di sekolah ini."
Melanie menatapku tanpa berbicara, tapi ekspresi wajahnya seolah-olah mengatakan, 'tuh tahu!'
Simon tiba-tiba muncul dari balik rak buku dengan sebuah buku di tangannya. Dia sepertinya menemukan buku yang menarik.
Perpustakaan sekarang sudah menjadi semacam base camp untuk kami. Bukannya karena kami kekurangan dana untuk ke tempat lain, hanya saja perpustakaan menjadi tempat paling ideal untuk berdiskusi. Aku setuju untu hal yang satu ini. Entah itu di Rothenburg ataupun Emerald High School, perpustakaan adalah tempat terbaik.
Tanpa melepas pandangannya dibuku, Simon menjawab pertanyaanku, "Eum, Morlan juga bersekolah di sini. Dia bahkan menjadi anggota tim basket di sekolah kita."
Pantas saja Morlan selalu kelihatan familier bagiku. Ternyata itu bukan karena aku pernah melihatnya bertengkar tempo hari, tapi karena aku memang sering melihatnya latihan di lapangan bersama Kinan dulu.
Simon menjatuhkan diri di bangku depan kami. Sambil mendorong kacamatanya ke pangkal hidung, dia berbicara "Lihat ini."
Dia mendorong buku yang di pegangnya tadi ke arahku dan Melanie. Di halaman depan buku itu ada judul yang sangat mencolok.
Butterfly effect
Aku pernah mendengar teori itu.
"Teori apa itu?" Melanie bertanya penasaran.
Seperti biasanya, Simon selalu bersemangat ketika ditanya hal-hal yang seperti ini. Matanya bercahaya, dia menjelaskan penemuannya dengan sangat antusias.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thread Of Destiny
FantasiAlice, gadis 17 tahun yang dapat melihat benang takdir, mendadak mendapat undangan ke Rothenburg-sekolah para Giftlent-istilah untuk manusia yang terlahir dengan talenta/kekuatan khusus. Alice hanya ingin kehidupan yang normal, tetapi Rothenburg je...