Chapter 7

202 58 0
                                    

Warning:

Part ini mengandung bawang 🌰
.
.
.
.
.

Cerita ini diikutsertakan dalam challenge ODOC (One Day One Chapter) oleh TheWWG selama tiga puluh hari.

Mungkin akan banyak typo dan anu-anu yang lain karena tidak sempat di edit. Mohon di maklumi. Terimakasih
\( ̄▽ ̄)/

***

Mataku terbuka perlahan. Ruangan bernuansa putih memenuhi indra penglihatanku.

Aku menoleh dan mendapati nakas dengan botol-botol obat yang tidak kukenal diatasnya. Rupanya bau ini yang sedari tadi menggangguku, bau obat-obatan.

Walaupun aku cukup asing dengan ruangan ini, tapi aku masih bisa mengenalinya. Ini adalah UKS sekolah. Mungkin mereka membawaku ke sini saat pingsan tadi.

Saat mencoba bergerak, kepalaku terasa sakit sekali, dan badanku rasanya akan remuk. Aku menyerah dan memutuskan untuk berbaring saja.

Tak lama kemudian, pintu ruangan UKS di dorong dari luar dengan cara yang agak kasar. Aku menoleh dan mendapati Mama berdiri di sana.

Melihat Mama datang, aku merasa sangat senang. Mungkin Mama khawatir padaku?

Aku berinisiatif berbicara lebih dulu pada Mama, "Ma, Ak—"

"Kau mendorongnya?"

"Hah?" hanya kata-kata itu yang mampu dipikirkan kepalaku saat ini.

"Kenapa Sabrina bisa terjatuh?" ulang Mama dengan mata memerah, "mereka bilang hanya ada kau di dekat Sabrina waktu itu. Apa kau mendorongnya?"

Aku memengang kepalaku sambil meringis.

Apa aku masih belum bangun?

Aku mungkin salah dengar, aku mungkin masih bermimpi saat ini, atau mungkin ini hanya imajinasiku.

Mama tidak mungkin akan mengatakan hal menyakitkan itu padaku.

Mama tidak sejahat itu.

"Sabrina sangat baik padamu, tapi kau melakukan itu padanya?!"

Tapi ini benar-benar kenyataan.

Aku mengabaikan pertanyaan Mama yang menusuk hatiku dan menanyakan bagaimana keadaan Sabrina sekarang. Kalau di pikir-pikir dia tenggelam lebih lama dariku.

"Sabrina baik-baik saja kan Ma?"

"Tidak perlu pura-pura peduli!" tuduh Mama padaku. "Kau tahu Sabrina sudah tidak enak badan dari rumah, kenapa kau masih melakukan itu padanya? Apa kau juga ingin bilang melihat benang kematian padanya?! Seperti yang kau lakukan pada ayahmu?!"

"Setiap kali kau mengatakan itu, selalu saja ada orang lain yang akan meninggal. Betapa terkutuknya setiap perkataanmu! Kalau Sabrina sampai kenapa-napa, Mama lebih baik mati! Sudah cukup kau membuat Ayah dan kakakmu meninggal, sekarang kau mau mengambil Sabrina juga dari Mama?"

Air mataku menetes tanpa bisa kutahan. Kenapa Mama terus menyalahkanku atas kematian Papa?

Aku tidak membunuh Papa, aku mencoba menyelamatkannya. Aku benar-benar melihat benang kematian itu mengambang di jari kelingking Papa, jadi aku mencoba mengubah nasipnya. Kenapa Mama tidak pernah percaya padaku?

Padahal seluruh badanku juga sakit, kepalaku rasanya akan pecah, tapi Mama sama sekali tidak peduli dan menanyakan bagaimana keadaanku.

Kenapa dia harus terus mengungkit-ungkit kematian Papa? Kenapa?

Thread Of Destiny  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang