Chapter 3

235 67 1
                                    

Warning:

Cerita ini diikutsertakan dalam challenge ODOC (One Day One Chapter) oleh TheWWG selama tiga puluh hari.

Mungkin akan banyak typo dan anu-anu yang lain karena tidak sempat di edit. Mohon di maklumi. Terimakasih
\( ̄▽ ̄)/


***

Kinan menyodorkan bekal padaku, “Dari Mama” ucapnya.

“Tante Tiara?”

“Tentu saja, memang siapa lagi?”

“Mama tirimu mungkin,” gurauku sambil membuka tutup bekal untuk melihat isinya.

Kinan kelihatan kesal dengan perkataanku, “Dia istri ayah, tapi bukan ibuku.”

Tante Tiara dan Paman Sam pisah dua tahun yang lalu. Saat itu, aku dan Kinan masih duduk di kelas satu sekolah menengah pertama.

Ketika pertama kali mendengar kabar perpisahan mereka, aku hanya berpikir Oh akhirnya cerai juga.

Aku berpikir seperti itu bukan karena aku menunggu perceraian mereka. Kenapa pula aku menunggu perceraian mereka? Bisa-bisa kalau Kinan tahu, dia akan menabokku.

Hanya saja aku pernah melihat benang merah mereka memang tidak saling terhubung. Seperti Papa dan Mamaku. Jadi, aku tahu.

Tante Tiara bilang, dia dan Paman Sam pisah baik-baik. Meskipun dia mengatakan itu, tapi Kinan tidak percaya.

Sejujurnya, aku juga sih.

Aku cukup mengerti mengapa Kinan tidak dapat memercayainya. Hanya selang beberapa bulan setelah perceraian mereka, Paman Sam sudah menikah lagi. Paman Sam menikah dengan Tante Sandra, seseorang dari kantor yang sama dengannya.

Mereka bahkan sudah memiliki seorang anak laki-laki yang berusia satu tahun sekarang.

Kinan curiga ayahnya selingkuh dari Tante Tiara. Tapi, dia tidak bisa menanyakan pertanyaan itu secara langsung pada Tante Tiara. Dia takut itu akan membuka luka lama ibunya.

Hubungan Kinan dengan ayahnya tidak begitu baik. Setiap kali Paman Sam ingin bertemu dengannya, Kinan selalu menolak.

Sambil memegang ponselnya, Kinan mengumpat “Penyihir gila itu memang benar-benar tidak tahu malu. Aku sudah bilang, aku tidak akan datang ke pesta ulang tahun anaknya! Kenapa dia maksa sekali sih?!”

“Ya sudah, datang saja” balasku iseng.

Kinan menatapku tidak senang “Supaya aku bisa bertemu penyihir itu, jadi dia bisa cari muka di depan ayah?” gerutunya.

“Belum lagi dia terus memaksaku untuk tinggal bersama mereka. Mereka pikir aku akan meninggalkan Mama?” ucapnya, kemudian dia melanjutkan  “sampai matahari terbit dari barat pun aku tidak akan mau tinggal bersama mereka!”

Saat dia mengatakan itu, tiba-tiba aku mengingat benang kematian yang mengambang di jari kelingking Tante Tiara tempo hari.

Sekelebat rasa bersalah menghampiriku.

Thread Of Destiny  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang