Chapter 10

191 49 2
                                    

Warning:

Cerita ini diikutsertakan dalam challenge ODOC (One Day One Chapter) oleh TheWWG selama tiga puluh hari.

Mungkin akan banyak typo dan anu-anu yang lain karena tidak sempat di edit. Mohon di maklumi. Terimakasih
\( ̄▽ ̄)/

***

Dengan punggung tegak dan tangan dilipat di atas lutut, aku mendengarkan penjelasan Simon dengan serius.

Aku telah berganti pakaian dari baju tidur kuning mencolok menjadi rompi kulit yang di padukan dengan cloak hitam bertudung. Cloak hitam tidak sepanjang cloak pada umumnya. Cloak ini lebih mini, panjangnya hanya mencapai perut.

Aku bisa merasakan perasaan menjadi superman karenanya.

Melihat aku tidak begitu menyukai pakaian ini, Simon berinisiatif menjelaskan. "Sebenarnya, di Rothenburg kita tidak diwajibkan untuk memakai cloak hitam itu. Tapi, terkadang harus di pakai, supaya mereka bisa membedakan yang mana murid Lowlent dan Highlent."

Simon berdehem sebelum melanjutkan, "Kau pasti mendapat undangan ke Rothenburg dari Sir Ed. Jadi, kau harus sudah tahu kalau orang-orang yang diundang ke Rothenburg adalah mereka yang terlahir dengan talent. Kami menyebut orang-orang ini dengan istilah giftlent."

"Giftlent?"

"Ya. Kau bisa menganggap Rothenburg semacam sekolah. Di sini kita akan belajar untuk mengendalikan dan menggunakan talenta yang kita miliki."

"Jadi, ini adalah sekolah sihir?"

Simon menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, kemudian tertawa canggung. "Tidak ada sihir, hanya ada bakat. Kami terlahir dengan bakat yang umumnya tidak dimiliki manusia lain. Sepertimu, kau bisa melihat benang takdir seseorang. Dan kau pasti tahu tidak semua orang bisa melihatnya. Jadi, kami jelas bukan penyihir.  Hanya ada bakat. Di Rothenburg kita akan belajar mengontrol dan menggunakan kekuatan, seperti gadis yang kau lihat sebelumnya."

Aku otomatis menunjuk gadis yang menerbangkan pulpen tadi, "Gadis itu?"

Simon buru-buru menurunkan tanganku, "Jangan menunjuknya, dia tidak akan suka."

Benar saja, gadis yang kutunjuk  tadi telah menoleh menatap kami dengan tatapan agresif. Alisnya berkerut dan matanya memicing, dia tampak marah. Sangat sensitif.

"Jangan asal menunjuk orang," Simon mengingatkan, kemudian melanjutkan penjelasannya yang sempat terpotong, "gadis yang kau lihat tadi adalah seorang Petagma."

"Petagma?"

"Petagma adalah seseorang yang bisa mengendalikan benda menggunakan kekuatan pikiran. Kau juga bisa menyebutnya dengan telekinesis."

"Karena tingkat petagma-nya masih rendah, jadi dia masih belum bisa mengontrol benda-benda dengan jarak yang terlalu jauh atau benda yang terlalu berat. Jadi, gadis itu hanya bisa masuk kelas Lowlent da—."

Aku menyelanya, "Kelas Lowlent?  Apa itu?"

Dengan penuh kesabaran, Simon terus memuaskan tasa ingin tahuku.

"Di Rothenburg kau akan menemukan dua kelas yang berbeda. Pertama kelas kita, yaitu kelas Low talent, kau bisa menyebutnya Lowlent. Sama seperti gadis tadi, murid-murid Lowlent memang memiliki bakat, tapi bakat yang kita miliki tergolong tingkat rendah. Jadi, kita di masuk kan ke dalam kelas Low talent."

Simon mengambil botol air dari ranselnya dan meneguknya. Kemudian dia melanjutkan, "Yang lainnya adalah kelas Highlent atau High talent. Seperti namanya, kelas ini untuk murid-murid yang sepenuhnya telah bisa mengendalikan dan menggunakan bakat mereka dengan sempurna. Bakat mereka telah mencapai level tertinggi. Anggap saja kelas kita untuk orang-orang yang masih amatir dan yang lainnya untuk orang yang sudah profesional."

Aku menarik napas dalam-dalam dan berusaha mencerna semuanya. Meskipun kedengarannya agak tidak masuk akal, tapi aku masih bisa percaya. Maksudku, selama 17 tahun dalam hidupku, aku juga hidup dengan bakat yang tidak normal ini.

Kalau aku saja bisa, kenapa orang lain tidak?

Tapi, sepertinya Sir Edmund salah paham padaku. Aku jelas-jelas ingin datang ke sini bukan untuk belajar lebih dalam mengenai bakatku. Tapi, aku ke sini untuk menghilangkan bakat ini untuk selamanya.

Tentu saja aku tidak akan mengatakan hal ini pada Simon. Aku akan langsung menjelaskannya pada Sir Edmund saat kembali nanti.

Melihat Simon di undang ke Rothenburg, itu berarti dia juga terlahir dengan bakat. Karena rasa penasaran, aku memberanikan diri untuk menanyakan kekuatannya.

"Kalau boleh tahu, kau terlahir dengan bakat apa?" tanyaku padanya.

Meskipun aku bertanya mengenai bakatnya, Simon tampak tidak keberatan sama sekali, "Ini," jawab Simon sambil mengangkat tas jumbonya.

Melihat wajahku masih penuh tanda tanya, dia menyentuh hidunnya karena malu. "Aku seorang clairvoy. Clairvoy bisa membaca ingatan setiap benda yang di sentuhnya."

"Ingatan? Benda punya ingatan?"

Melihat aku menjadi sangat penasaran akan bakatnya, Simon menjadi lebih bersemangat menjelaskan talent-nya.

"Setiap benda punya ingatan. Bahkan kursi yang sedang kau duduki juga. Kau bisa menganggapnya semacam CCTV. Setiap kali aku menyentuh benda aku bisa melihat ingatan dari benda itu. Tapi karena tingkat talent-ku masih rendah, ingatan yang kudapat hanya ramdom. Berbeda dengan murid Highlent yang bisa memilih waktu ingatan yang mereka butuhkan. Itulah sebabnya aku  membawa banyak barang. Aku suka mengoleksi ingatan dari benda-benda itu, terutama dari buku."

Simon kelihatan sangat menyayangi buku-bukunya itu. Dia mengambil salah satu buku yang tampak kuno dari ranselnya dan menyerahkannya padaku.

"Kau bisa memakai yang ini, buku ini berisi penjelasan mengenai talent yang lain. Kau juga bisa ke perpustakaan Rothenburg jika ingin mendapatkan buku yang lebih lengkap."

Buku yang di berikannya sudah sangat tebal, tapi dia mengatakannya belum lengkap?

Meskipun aku berpikir seperti itu, aku tetap menerima bukunya dan mengucapkan terimakasih.

Simon memperbaiki kacamatanya dan menatapku, "Meskipun aku terlihat seperti seperti seorang kutu buku atau seseorang yang introvert, tapi aku sebenarnya tidak seperti itu. Aku mempunyai kemampuan komunikasi yang sangat baik, entah itu di Rothenburg atau
Emerland Internasional High School."

Dia sepertinya tahu apa yang aku pikirkan tentangnya.

Simon kembali menurunkan tasnya dan berbicara padaku.

"Kau bisa datang ke Rothenburg setiap hari seusai pulang sekolah menggunakan serbuk flight. Kalau persedian serbuk flight-mu tinggal sedikit, kau bisa ke kantor Sir Ed untuk meminta serbuk. Dia selalu punya banyak persedian. Untuk hari ini, aku akan membawamu ke kelas dan memperkenalkanmu dengan yang lainnya."

Simon mengambil ransel dan menggendongnya.

"Ikuti aku."

Dia menuntunku meninggalkan aula ini dan membawaku melewati koridor yang panjang, hingga akhir berhenti di depan sebuah ruangan.

Pintu ruangan itu di penuhi dengan pola ukiran-ukiran aneh yang warnanya senada dengan warna dinding.

Terlihat tua dan kuno. Tempat ini seharusnya berusia ratusan atau ribuan tahun kan?

Simon meraih gagang pintu dan membukanya.

Ada dua hal yang membuat aku tercengang begitu melihat ruangan ini.

Yang pertama, hal yang paling menarik perhatianku adalah kelas ini sangat luas. Cukup luas untuk bermain futsal.

Yang kedua, pada buku, pulpen, serta benda-benda kecil lainnya yang sedang melawan hukum gravitasi.

Karena benda-benda itu, sedang terbang bebas di udara sekarang.

——————————————
––——————

Jangan lupa tinggalkan jejak.
Sekecil apapun apresiasimu, itu akan sangat berarti.

Yellow Chocolate

Thread Of Destiny  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang