[17.] Teman atau teman?

46 3 0
                                    

Special chapter!!🌈✨

-ᝰ⸙-

"Iya, bawel."

Vanya mengerucutkan bibirnya ke depan seperti bebek. Padahal bibirnya sedang terluka. Rafael yang mengetahui itu pun tertawa terbahak-bahak.

"Kenapa lo ketawa?" Tanya Vanya yang semakin menekuk wajahnya kesal.

"Bibir lo, gak usah di maju-majuin. Minta di cium?" Rafael menunjukkan ekspresi wajahnya yang menggoda. Jantung Vanya langsung dikabarkan sedang tidak baik sekarang, ini bahaya. Tapi Vanya berusaha untuk tidak panik. Vanya jadi tambah kesal dengan Rafael.

Bugh!

Vanya memukul lengan Rafael cukup kuat. Tapi menurut Rafael itu tidak berasa sama sekali. Malah menggelikan.

"Lo ngeselin!"

"Ngeselin gini tapi lo tetep mau deket sama gue," Ucap Rafael kepedean. Narsis banget cowok ini.

"Dih."

Rafael membereskan kotak p3k-nya lalu menaruhnya kembali di dapur. Ia kembali sambil membawa segelas air putih.

"Sori lancang, gue ambilin minum buat lo nih." Rafael memberikan gelas itu pada Vanya. Vanya menerima gelas itu lalu meminumnya sampai habis setengah dari ukuran gelas.

"Makasih," Ucap Vanya sambil tersenyum. Vanya menaruh gelas itu ke atas meja lalu menatap Rafael yang sedang merapihkan seragamnya. "Soal tadi ... " Vanya menjeda ucapannya. Ia berusaha merangkai kata agar pertanyaannya tidak menyinggung perasaan Rafael.

Vanya cukup tahu apa penderitaan yang di alami Rafael. Dan itu pasti berat untuknya.

"Apa bener dia itu ... adik tiri lo?" Tanya Vanya dengan nada yang pelan. Sangat hati-hati dengan ucapannya untuk menjaga perasaan Rafael.

Rafael menghela nafas beratnya lalu menyandarkan kepalanya di sofa. Menatap langit-langit rumah Vanya yang lebar.

"Mungkin ... iya." Rafael tertawa miris saat membayangkan bagaimana Reyhan tadi memperkenalkan diri padanya. Sudah jelas bahwa marga Reyhan sama dengannya. Reyhan adalah adik 'tiri' yang tidak pernah Rafael harapkan kehadirannya.

"Lo pasti tahu betapa jahatnya bokap gue kan? Ck, ternyata dia masih se-bejat itu. Gak nyangka gue," Rafael menghela nafas beratnya lagi lalu menatap Vanya. "Gue kaya anak yang terlantar ya, Van?" Tanya Rafael.

Vanya menggeleng cepat. Semenjak kenal dengan Rafael sejauh ini, Vanya tidak suka kalau Rafael sering menjelekkan dirinya sendiri dengan kata-kata yang merendahkan. Rafael sering menyebut dirinya sebagai orang yang menyedihkan dan sebagainya. Padahal dia tidak seburuk itu.

"Gue gak suka lo yang kaya gini, El. Apa gunanya menjelekkan diri lo sendiri? Menurut gue lo itu udah jadi anak yang baik kok. Lo cuma gak sengaja masuk ke dalam situasi yang bikin lo ngerasa cringe kaya gini."

Rafael menatap manik mata yang lembut milik Vanya. Rasanya menenangkan. Kalimat-kalimat yang dilontarkan Vanya juga berhasil membuatnya kembali berfikir untuk kembali bangkit dan tidak menyalahkan dirinya sendiri.

"Lo harus bangun. Jangan lemah kaya gini. Semangat!" Ujar Vanya lagi sambil mengepalkan tangannya ke atas.

Rafael tersenyum lalu ikut mengepalkan tangannya sebagai bentuk untuk menyemangati diri. "Thank's ya. Lo udah jadi temen curhat gue yang baik."

"Sama-sama. Lo harus sabar ya. Semua masalah pasti akan ada jalan keluarnya. Gue yakin lo bisa lewatin semua cobaan ini."

"Tapi gue gak yakin."

RAVA : Rafael - Vanya ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang