[41.] Permohonan seorang Ayah.

35 1 0
                                    

Follow ig @adeeliapple untuk dapatin info-info seputar cerita-cerita aku yaa!!

Hope you just fine ☺💞

***

Menjaga dan merawat seorang anak perempuan yang sedang sakit menjadi suatu tantangan tersendiri bagi single daddy seperti Anggara. Sikap seorang anak akan menjadi sulit di atur dan sedikit manja dari biasanya.

Apalagi untuk ukuran gadis seperti Vanya yang baru saja mengalami hal mengerikan yang membuatnya merasakan trauma. Hal itu mampu membuat Anggara sedih dan merasa bahwa dirinya belum bisa menjadi sosok orang tua yang baik untuk putrinya.

Anggara berulang kali menghela nafas pelan setelah berkali-kali membujuk Vanya agar mau makan namun tak kunjung berhasil. Anggara jadi berpikir Rafael kenapa tidak kembali juga? Padahal ini sudah jam satu lewat empat puluh lima menit. Artinya cowok itu sudah berada diluar selama tiga jam lebih. Anggara berharap agar Rafael cepat pulang, lalu dapat membujuk putrinya yang mogok makan.

Pria paruh baya itu kembali menatap putrinya yang hanya duduk sembari menatap ke depan dengan pandangan kosong. Duduk bersandar pada kepala ranjang sambil meluruskan kakinya. Melihat putrinya seperti itu membuat relung hati Anggara terasa nyeri.

"Putri Ayah harus janji, akan semakin baik ke depannya. Jangan kenapa-napa dan bikin Ayah khawatir lagi. Ayah takut, Nak. Ayah takut," ucap Anggara sembari mengelus puncak kepala sang putri.

Vanya hanya diam.

"Ayah janji, akan selalu ada di sisi kamu setiap saat. Biar kamu nggak di jahatin lagi. Makan, ya? Jangan gini dong, Nak. Kamu mau bikin Ayah sama, El, sedih?" Sekali lagi hanya keterdiaman Vanya yang Anggara dapatkan.

Anggara kembali menghela napas. Harus dengan cara apalagi agar setidaknya Vanya mau menatap matanya? Sekali saja. Perasaan Ayah mana yang tidak hancur ketika melihat kondisi putrinya seperti ini?

Anggara berjanji, akan memberikan hukuman yang setimpal bagi pelaku. Semoga Rafael dapat segera menangkap pelakunya.

Di kecupnya lama kening sang putri, lalu menaruh bubur ayam yang tadi Ia buat sendiri di atas nakas. Kemudian membisikkan sesuatu di telinga putrinya. "Ayah keluar, ya. Jangan terlalu lama diam, Ayah nggak mau Vanya kenapa-napa. Kalau butuh apa-apa panggil, Ayah." Setelah mengatakan itu, Anggara keluar dari kamar. Ia tidak akan pergi jauh, hanya duduk di ruang tengah guna memberikan waktu untuk Vanya agar dapat sendiri.

Sebab Anggara tahu, yang dibutuhkan Vanya adalah kesendirian. Vanya butuh waktu untuk sendiri agar dapat beristirahat dengan tenang dan menenangkan pikirannya.

****

Drrtt... Drrtt...

Langkah Rafael terhenti saat ponsel dalam saku celananya berdering. Rafael baru saja mengantar mobil milik Alvin ke rumah cowok itu dan mengambil motornya. Kini laki-laki itu sedang berjalan menuju motornya yang terparkir di depan minimarket setelah membeli beberapa camilan dan es krim untuk gadisnya.

Rafael segera mengambil ponselnya. Alisnya mengerut, tumben sekali Ravindra menelponnya? Biasanya ayah dari dua anak itu mengirimi pesan lewat surat yang terselip didalam amplop berisi uang yang ia kirimkan setiap bulan pada Rafael. Lalu setelah itu uangnya Rafael masukkan kedalam rekeningnya dan tidak Ia pakai sama sekali sampai saat ini.

"Hm." Rafael berdehem pelan.

"El, bisa ketemu sama, Papa? Ada yang mau Papa omongin sama Kamu."

Rafael segera mengendarai motornya menuju tempat yang di kirim oleh Ravindra. Kira-kira apa yang ingin di bicarakan pria paruh baya itu? Meski Rafael pergi dengan terpaksa dan agak malas. Rafael tetap pergi menemui Papanya atas dasar sopan santun dan hormat pada orang tua.

RAVA : Rafael - Vanya ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang