[28.] Kedatangan dia.

32 1 0
                                    

—ᝰ⸙—





Meninggalkan suaminya yang masih ada di dalam ruang kerja, Dinda memilih untuk keluar dan masuk ke dalam kamar.

Soal pertanyaan yang di ajukan Ravindra tentang bolehkah ia mengunjungi Rafael tadi...

..belum Dinda jawab.

Dinda merasa ia harus memikirkan ini baik-baik. Karena rasa bencinya pada anak sulung Ravindra itu lumayan besar. Bahkan, Dinda pernah bilang kalau ia ingin Rafael menyusul ibunya sekalian agar hanya Reyhan saja yang di perhatikan oleh Ravindra.

Menyusul ibunya dalam artian harusnya Rafael itu 'mati saja'.

"Apa aku harus menyayangi Rafael seperti aku menyayangi Reyhan?" gumam Dinda sembari memijat pelipisnya yang terasa pusing.

Dari pada kepalanya semakin pusing memikirkan beberapa masalah yang silih berganti, Dinda akhirnya ingin tidur saja untuk merilekskan tubuh dan juga otaknya.

Di tariknya selimut lalu berbaring membelakangi pintu yang tertutup, Dinda mulai memejamkan mata. Beberapa menit kemudian nafasnya mulai teratur, yang menandakan ia sudah tertidur pulas.

Wanita itu sepertinya sangat kelelahan. Tubuhnya butuh istirahat.

Sejurus kemudian, Ravindra membuka knop pintu dengan perlahan. Takut mengganggu tidur istrinya. Iya, Ravindra tahu kalau Dinda sudah tertidur sebab itu adalah kebiasaannya ketika sedang bertengkar dengan Ravindra.

Maafin aku sayang, aku belum bisa jadi suami dan ayah yang baik buat kamu sama Reyhan. Aku cuma mau memperbaiki hubungan aku sama Rafael yang sudah lama rusak. Itu aja...

....

Semenjak tasnya di temukan tergantung di ranting pohon besar ini, Vanya langsung heboh dan ingin segera mengambil tas kesayangannya. Bahkan, Vanya sempat ingin memanjat pohon ini padahal ia sama sekali tidak punya bakat untuk memanjat pohon.

Untung Kirana adalah cewek yang berjiwa cowok alias lakik yang tentunya punya keahlian dalam memanjat. Tanpa pikir panjang Kirana–si manusia paling kuat nan cantik dan baik hati itu–dengan sukarela memanjat pohon untuk mengambil tas milik Vanya yang tergantung mengenaskan di atas pohon.

"Cepetan ambil tas gue Na ...," rengek Vanya.

Clarissa berdiri tak jauh dari tempat Vanya sambil melihat ke atas, tepat ke arah Kirana yang sedang berusaha keras untuk meraih tas milik Vanya.

"Sabar, ini gue juga lagi usaha," jawab Kirana.

Setelah beberapa menit berusaha, Kirana akhirnya berhasil mendapatkan tas itu lalu segera turun ke bawah.

Dengan gerakan cepat dan tidak sabaran, Vanya segera mengambil tas warna merah muda itu dari tangan Kirana sesaat setelah Kirana turun dari atas pohon.

"Ya ampun tas gue ...," seru Vanya dengan sorot mata berbinar sekaligus sedih seraya membersihkan kotoran yang menempel pada tasnya.

"Makasih ya Kirana ...," lanjut Vanya sambil menatap Kirana dengan penuh kehangatan.

Jantungnya berdegup cepat saat detik-detik tas pemberian Almarhumah Zefania itu turun dari atas pohon berkat Kirana Anjani Galenio yang sangat baik hati.

Tangan Vanya dengan erat memeluk tas itu seakan tak ingin kehilangan yang kedua kalinya. Dramatis!

"Sama-sama, untung gue bisa naik pohon. Kalau enggak bisa panjang urusannya," ucap Kirana yang masih sibuk membersihkan debu yang mungkin terdapat pada seragamnya setelah berpelukan dengan pohon.

RAVA : Rafael - Vanya ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang