[44.] Semuanya selesai.

114 1 0
                                    

• Banyak narasi ✔️
• Ini chapter menuju ending ✔️

Baca chapter ini dengan baik biar bisa menghayati endingnya 🥰

****

Siapa yang mau tinggal di balik jeruji besi yang pengap, dingin, dan sempit? Tentu saja tidak ada yang mau, bukan? Namun terkadang manusia lupa jika mereka melakukan tindak kejahatan maka konsekuensinya adalah harus tinggal di balik penjara atau membayar denda yang besar.

Jika sudah di masukkan ke dalam penjara, baru 'lah mereka menyesal akan apa yang mereka lakukan. Penyesalan memang selalu datang di akhir. Seperti yang terjadi pada adik tiri Rafael—Reyhan Aksa Ravindra.

Terhitung sudah hampir 15 hari Ia menetap di balik jeruji besi ini. Tidak ada kasur yang empuk, makanan yang enak, kehangatan, hingga kebahagiaan yang direnggut oleh-Nya sebagai pelajaran atas apa yang di lakukannya adalah sebuah dosa besar yang merugikan banyak orang.

Kedua mata yang sembab dengan lingkaran hitam yang menandakan bahwa Ia jarang tidur, rambut yang acak-acakan, baju khas tahanan berwarna oranye yang melekat pada tubuhnya, dan air mata yang senantiasa menemani kesendiriannya di dalam jeruji besi ini.

Keadaan Reyhan saat ini begitu jauh dari kata baik, pemuda itu sangat kacau. Baru beberapa hari di sini, Reyhan sudah merasakan yang namanya penyesalan yang seakan tak berujung.

"El...," liriknya dengan suara yang terdengar pilu.

'Gue baru sadar, walaupun Lo bukan saudara kandung Gue, Gue sayang sama Lo sebagai adik. Maaf, maaf karena udah jadi penyebab Lo menderita dan udah berniat mau ngerusak cewek Lo, El. Gue... nyesel.'

****

Tok, tok, tok.

"Mas?" terdengar sayup-sayup suara milik istrinya dari luar. Suaranya tak begitu terdengar karena ruangan kerjanya sedikit kedap suara.

Ravindra hanya diam saja, Ia sedari tadi tak mengubah posisinya sama sekali. Hanya duduk di kursi besarnya sembari memijit pangkal hidungnya.

Sementara dari luar Dinda sudah merasa khawatir pada suaminya karena tak kunjung mendapat jawaban. Ia sudah menyiapkan bekal makan siang untuk ayah dari dua anak itu karena akhir-akhir ini suaminya sering melewatkan waktu makan. Dinda takut dan tidak mau jika sampai Ravindra jatuh sakit.

Semenjak terakhir kali bertemu dengan Rafael di kafe pada waktu itu, dan masuknya Reyhan ke dalam penjara, Ravindra jadi sering melamun dan tidak memperhatikan kesehatannya.

Bahkan Ravindra lebih sering berada di kantor ketimbang di rumah. Padahal, Dinda merasa kesepian tanpa hadirnya pria itu.

Terdengar beberapa ketukan lagi, Ravindra mengangkat kepalanya sebentar dan menatap ke arah pintu yang masih tertutup lalu mempersilahkan orang itu masuk. Ravindra tentu saja tahu suara itu milik istrinya, Dinda.

Beberapa saat kemudian Dinda masuk ke dalam dengan kotak bekal berwarna kuning di tangannya. Ia meletakkan kotak bekal itu di atas meja lalu berjalan menghampiri Ravindra yang kini masih tertunduk.

"Mas, makan siang dulu, ya. Tadi pagi Kamu sarapannya cuma sedikit." Tangan lentik Dinda bergerak mengelus punggung lebar suaminya. "Aku takut Kamu sakit," lanjutnya.

"Aku ngga nafsu makan," balas Ravindra lalu beralih memeluk pinggang ramping istrinya dan menenggelamkan wajahnya ke perut Dinda.

Tangan Dinda pun beralih mengelus pucuk kepala Ravindra. "Aku tahu Kamu juga sedih dengan apa yang terjadi sama Rey, dan Rafael. Aku juga sedih, Mas. Tapi kalau Kamu kaya gini terus, apa itu bakal mengubah apa yang sudah terjadi? Enggak, 'kan?" Dinda bertutur dengan lembut. Ia sangat mengerti apa yang menjadi beban pikiran Ravindra akhir-akhir ini.

RAVA : Rafael - Vanya ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang