Maaf klo aku agak plin plan soal opening cerita di tiap chapternyaa😭😭🙏
---
Mulai hari ini, just call me: adel atau brillian yaa☺
---
Happy Reading
.
.
.Vanya dan Rafael masuk ke dalam rumah Vanya setelah menempuh 30 menit perjalanan karena terjebak macet. Sebenarnya Rafael heran, bagaimana bisa kota Yogya mengalami macet pada jam 9 malam? Entahlah, Rafael juga tidak tahu alasannya apa. Yang terpenting sekarang ia berhasil mengantar Vanya sampai rumah sebelum jam sepuluh.
Bisa-bisa nggak dapat restu kalau bawa Vanya pulang sampai larut malam. Hhehe...
"Jadi ini yg namanya Rafael? Pacarnya Vanya?" tanya Anggara sambil menatap Rafael. Tatapan matanya ramah dan bersahabat. Sepertinya Rafael akan mendapatkan lampu hijau.
Eitss, jangan senang dulu, El. Baru tatap muka sekali, masa langsung dapat restu.
Tadi Vanya mengajaknya masuk karena mendengar petir yang lumayan keras. Dan beberapa detik setelahnya hujan deras. Vanya rasa Rafael harus mampir kesini dulu hingga hujannya reda. Dan Rafael tidak bisa menolak dan akhirnya pasrah saja. Untung mereka sudah sampai rumah sebelum hujan turun. Meskipun mereka menaiki mobil.
Rafael tersenyum lalu mengangguk kecil. "Iya, Om. Panggil aja, El," jawab Rafael sopan. Apapun kondisinya sopan santun kepada orang yang lebih tua harus di kedepankan.
Anggara semakin mengembangkan senyumnya melihat sikap ramah dan sopan Rafael. Pemuda di hadapannya ini tidak terlihat buruk. Memang dari awal sejak Anggara mendengar beberapa cerita tentang Rafael dari mulut Vanya, melihat betapa semangatnya putri kecilnya itu bercerita, Anggara sudah bisa menyimpulkan, bahwa Rafael ini adalah laki-laki yang baik untuk putrinya.
Tapi Ia juga tidak bisa mempercayai Rafael begitu saja. Ia harus mengetes kesetiaan 'calon menantu'-nya ini apakah dapat menjaga Vanya dari segi keamanan, dan yang paling penting perasaannya. Sebagai Papa yang baik, Anggara tidak boleh salah pilih pasangan yang akan menjadi pendamping putrinya.
"Panggil aja Papa, jangan Om gitu. 'Kan jadinya ada yang kurang. Anggap Om ini Papa kamu," ucap Anggara dengan sangat bersemangat :)
Saat Rafael ingin membuka suara, kemunculan Vanya dari dapur membuat kedua pasang mata kedua laki-laki terpaut 22 tahun itu menoleh ke arah Vanya yang sedang membawa dua cangkir kopi di atas nampan lalu menaruhnya ke meja.
"Lagi ngomongin apa, sih? Kayaknya seru banget," ujar Vanya.
Kini Vanya sudah mengganti dress biru dongkernya dengan piyama gambar minions. Kuning-kuning lucuuu gitu. Rambut yang di cepol asal tetap membawa kesan cantik khasnya Nona Vanya.
Awas!! Ada yang nggak kedip liat cewek berbaju kuning di depannya (˵ ͡° ͜ʖ ͡°˵)
"Cuma obrolan calon menantu sama calon ayah mertuanya. Anak kecil nggak boleh tahu." Mendengar ucapan sang Papa, Vanya sontak membulatkan matanya.
"Vanya bukan anak kecil, lho, Pah!" marahnya dengan alis berkerut hingga dahinya sambil berkacak pinggang.
Papa dan pacarnya barusan tertawa melihat reaksi Vanya saat di bilang 'anak kecil' sama Anggara membuat Vanya semakin berdecak kesal. Tatapan yang ia arahkan kepada Rafael tak kalah sengit.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAVA : Rafael - Vanya ( SELESAI )
Fiksi Remaja(SUDAH SELESAI, MASIH LENGKAP, DAN BELUM DI REVISI) 🌼🌼🌼 Menjadi anak piatu bukan 'lah suatu hal yang diinginkan setiap orang. Kehilangan orang yang paling berarti dan dicintai adalah sebuah luka yang terkadang sulit dipercaya oleh Rafael Arsya Ra...