15

27.2K 2K 60
                                    

Selamat membaca🎉
.
.
.

"Jadi lo adiknya Calvin?"

Zoya mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan dari Yoga yang saat ini duduk disebelahnya.

"Lo diadopsi?"

"Nggak, Zoya itu ilang terus jadi nggak ilang lagi"

Yoga menganggukkan kepalanya mengerti, jadi rumor yang beredar itu benar adanya. Tentang keluarga Dexter yang kehilangan putrinya sejak kecil, dan Zoya lah putri keluarga Dexter? Dunia memang sempit.

"Lo pasti bahagia" ucap Yoga tersenyum

Zoya mengangguk antusias "Iya, Zoya bahagia"

"YOGA, ZOYA! JANGAN BERBICARA SENDIRI. KERJAKAN TUGAS DENGAN BAIK" intrupsi dari guru yang sedang mengajar di kelas mereka.

"Emang ada tugas ya Yoga?"

"Ada"

"Mana?" Tanya Zoya lagi.

Yoga menatap papan tulis yang telah penuh dengan tulisan, menunjuk papan tulis tersebut menggunakan dagu.

Zoya membuang nafas pelan "Zoya pusing liat tulisan banyak, Yoga mau ngerjain punya Zoya juga?"

"Hmm sini" ucap Yoga mengambil alih buku tulis milik Zoya.

"Pasti nanti Yoga lama ngerjainnya, Zoya tidur aja ya. Titan tutupin Zoya ya, jangan sampe kelihatan sama bu guru"

"Gue aduin kalo lo tidur" balas Titan berniat menjahili gadis itu.

Dengan ringannya Zoya memukul kepala Titan dari belakang menggunakan kotak pensil, sehingga menimbulkan suara dan juga ringisan dari korban.

"Shh.. nakal juga ternyata" ucap Titan menoleh kebelakang sambil mengusap kepalanya.

"Zoya nggak nakal!"

"Nakal!"

"Nggak!"

"Nakal!"

"Nggak! Titan yang nakal!"

"Na- mpp" sebelum menyelesaikan ucapannya, mulut Titan telah dikatupkan oleh tangan Langit yang duduk disampingnya.

"Diem!"

Zoya terkikik geli, sepertinya gadis itu senang saat melihat Titan menderita.

"Tidur!" Celetuk Al yang tiba tiba mengusap kepala Zoya pelan.

Pemuda itu duduk disamping bangku Zoya namun bejarak karena tidak satu meja. Dan sekarang, Al terlihat lebih dekat dengan Zoya karena ia telah menggeser sedikit kursi yang ia tempati.

Zoya sendiri menatap Al dengan polos, matanya menerjap dua kali. Gadis itu seperti sedang mencerna apa yang sedang terjadi.

Zoya tak mengerti, apakah Al memberinya perhatian? Tapi wajahnya tidak seperti para abangnya yang menampilkan senyum lembut. Wajah pemuda itu masih sama, tanpa ekspresi namun matanya menatap Zoya lekat.

Sementara guru yang mengajar malah fokus dengan ponselnya, sehingga tak melihat apa yang tengah dilakukan oleh muridnya yang duduj dibangku belakang.

Disana teman sekelas Zoya merasa jengah namun tak dapat berbuat apapun, lebih tepatnya tak memiliki keberanian untuk mengusik Algara.

Zoya sendiri dengan patuhnya mengikuti perintah Al, gadis itu menaruh kepalanya diatas meja dan menjadikan tangannya sebagai bantalan seraya memejamkan mata, sedangkan Al masih mengusap kepala Zoya. Yoga terlihat serius mengerjakan tugas untuk gadis mungil itu, ia juga tak mengerti kenapa dirinya menuruti permintaan Zoya.

Dan sekarang jadilah Zoya tidur nyenyak didalam kelas tanpa ketahuan oleh guru, teman sekelasnya juga tak berani untuk mengadu mengingat Al dan ketiga temannya itu memberikan tatapan peringatan bagi semua untuk tetap diam.

Disisi lain, tepatnya abang kedua Zoya yang bernama Gio sedang berdiri dengan tatapan lurus menatap sebuah nisan. Tangan kekar pemuda tampan itu mengepal kuat, matanya memerah seolah menyimpan banyak amarah dan rasa sedih.

"Apa Gio salah ma?"

Gio mengeluarkan pertanyaan yang tak akan dijawab oleh siapapun.

"Gio kehilangan mama karena dia dan Gio juga menganggap bahwa gara gara dia, Gio nggak bisa lihat Zoya tumbuh" ucap Gio pelan.

Katakan saja bahwa Gio kekanakan, menyimpan rasa benci sedari lama dan tidak mengikhlaskan apa yang telah terjadi. Usia pemuda itu cukup dewasa, namun jika dilihat pemikirannya tak cukup dewasa.

Mama yang dia maksud adalah Amilia Zoeja Dexter, istri Felix yang harus kehilangan nyawa setelah melahirkan Calvin.

Amilia atau kerap disapa Ami adalah wanita yang penyayang dan lembut, sikapnya bijaksana dan juga baik hati.

Gio memang lebih dekat dengan Ami, karena dulu Elina selalu sibuk sehingga Ami lah yang sering mengurus dan bersama dengan Gio. Meskipun Elina menyempatkan diri untuk Gio, namun tetap saja Ami lah yang setiap hari ada untuk Gio.

Jadilah seperti sekarang, Gio hidup tanpa merelakan kepergian Ami dan apa yang telah terjadi.

Tapi bagaimana dengan Calvin yang dari kecil tak mendapat pelukan ibu kandungnya, tak mendengar suara ibu kandungnya dan tak mendapat sebuah ciuman kasih sayang dari ibu kandungnya? Ditambah tumbuh dengan kebencian dari Gio, saudara sepupunya.

Entah apa yang Calvin rasakan, pemuda itu hanya diam dan selalu menampilkan wajah datarnya tanpa mengutarakan keluh kesah atau masalah yang ada didalam hatinya.

Gio tersenyum samar menatap nisan itu yang bertuliskan nama Ami.

"Gio pamit ma"

Pemuda itu melangkah menjauh meninggalkan pemakaman, rasanya sedikit lega saat datang ke makam mamanya, Ami.

Saat Gio hendak membuka pintu mobil, sebuah suara menghentikan gerak tangannya.

"Daddy mendengar ada sedikit keributan pagi tadi"

"Ya" balas Gio singkat.

Jhonatan membuang nafas lelah "Kapan kamu mau menerima semuanya Gio?"

Gio hanya diam tak merespon.

"Buang rasa bencimu itu, Calvin tidak bersalah sama sekali. Sekarang Zoya telah kembali, dan Daddy ingin kalian berdua hidup layaknya seperti saudara. Ini perintah!"

Tanpa membalas perkataan tegas dari Jhonatan, Gio langsung masuk ke mobil dan pergi meninggalkan Jhonatan yang masih berdiri menatap mobil berwarna orange itu dengan sendu.

******

Jangan lupa vote and komen⚘

BROTHERS (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang