[9] Spiderman Badungan

1.1K 217 9
                                    

JANGAN LUPA FOLLOW AKUN MEDIA SOSIAL HOTKOPILATTE :

INSTAGRAM : -aksaralatte_
                        -nadpilatte__

TIKTOK : hotkopilatte
TWITTER : hotkopilatte

HAPPY READING!

Sepasang iris yang memantulkan kristal, semesta bersama kabut pagi yang membawa segar, lalu dedaunan yang tenang. Tanpa lambaian, namun ada ceria yang tak terlukiskan. Dibelai air-air yang menguap pagi hari ini. Mereka, selalu di ilhami seusai semesta bangun dari tidurnya. Terlahir kembali.

Lava termenung. Bukan sekolah tempat ia singgah di pagi ini, melainkan tempat sunyi. Duduk di kursi panjang, bersama ladang rerumputan yang dihiaskan kristal-kristal embun. Kemudian secara perlahan, iris itu mulai mengenal gelap, kelopak matanya tertutup, mempersilakan indra penciumnya bekerja lebih kuat dari sebelumnya. Menghirup udara untuk kemudian otaknya ia gunakan agar mampu mencerna apa yang masih perlu di cerna.

Masih dengan pose yang sama, Lava mampu merasakan ada seseorang yang menempati ruang kosong di sampingnya. Kemudian, terdengar tarikan nafas yang panjang dari sana.

"Nggak ada semesta yang abadi ya?" tiba-tiba pertanyaan itu hadir. Membuat Lava mau tak mau membuka matanya.

Entah kemana arah pembicaraan yang Shaga berikan. Tapi Lava mampu menjamah 30% sisa-sisa dari hasil rakitan otaknya sedari tadi.

"Harus banget gue jawab pertanyaan lo yang jelas-jelas udah ada jawabannya?" ketus Lava.

Shaga menatap Lava sebelum akhirnya pandangannya turun— menatap bibir Lava. Dimana senyuman miring terbit di sana. Bayangan semalam masih tercetak jelas. Sangat jelas. Namun seakan tak sudi, Shaga pun enggan berlama-lama, bergumul mesra bersama bayangan sialan di otaknya. Jadilah Shaga kembali membuang pandangannya ke hamparan rumput di depan.

"Kamu percaya nggak kalo ada kehidupan lain selain di semesta ini?" kembali lagi, Shaga melayangkan pertanyaan tanpa aba-aba.

"Mars? Jupiter? Akhirat?" jawab Lava yang nyatanya masih menganggap semua pertanyaan Shaga adalah lelucon.

Decakan pun keluar dari mulut Shaga, "ini genre pembahasannya jadi apa si?"

"Ya nggak tau lah. Lo yang nggak jelas."

"Aku jelas lah, jelas-jelas suka ke kamu," celetuk Shaga yang langsung mendapatkan pukulan di kepala bagian belakangnya.

"Mampus lo!" geram Lava seusai menyaksikan Shaga yang meringis kesakitan. "Sadis banget, monyet!" celetuk Shaga.

Melihat Shaga yang masih meringis kesakitan dan mengingat bagaimana dia memukul dengan seluruh tenaga jiwa raganya, Lava pun menggaruk kepala bagian belakangnya— sedikit takut, takut Shaga gagar otak. "B-berdarah kah?" tanya Lava.

"Nggak, superhero nggak bisa berdarah," lagi-lagi jawaban ngawur Shaga hampir membuat pukulan kedua mendarat di jidatnya. Tapi untung, Lava mampu menahan hawa panas dari kekesalannya.

EPOCH [Selesai]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang