[26] Kekacauan Manis

747 157 33
                                    

🌷

Instagram : aksaralatte

🌷

Langkah kaki Shaga dan Lava tampak serasi, menyusuri tepian jalanan yang dipenuhi jejak air. Tangan Shaga menggenggam erat jemari Lava, membiarkan keduanya terjalin lewat ikatan tersebut. Gerimis kecil masih gugur dari atap semesta. Mungkin sedikit mendinginkan sebagian diri mereka yang panas.

Kini langkah kaki keduanya berhenti di pelataran rumah Lava. Membuat Lava merasakan ada sebagian diri yang tak rela.

Shaga menatap Lava, mengusap pelan pipi Lava. "Udah sana masuk. Istirahat dan jangan terlalu mikirin hal-hal yang nggak penting."

"Hal mana yang lo bilang nggak penting?" tanya Lava.

Shaga tersenyum. Kemudian, Shaga menuntun tangan Lava dan meletakkannya di dada bidangnya. "Ini, kamu nggak perlu mikirin tentang ini."

Mengerti maksud Shaga, Lava sontak diam. Dimana Shaga kembali memeluk Lava, mengecup puncak kepalanya singkat. "Aku pulang ya, kamu istirahat."

Setelah itu, Shaga melepas pelukannya dan berjalan mundur tiga langkah. Ia melambaikan tangannya kepada Lava sebelum akhirnya membalikan badan. Shaga berjalan menjauhi Lava.

Lava diam. Menatap punggung Shaga yang menjauh. Menikmati setiap langkah Shaga yang seakan-akan menyakitinya jauh lebih dalam. Setiap langkah yang Shaga ambil dibawah guguran tangis semesta, itu... menyiksa.

Dunia Lava seakan kembali ramai dengan isi kepala. Bagaimana ini? Shaga tidaklah nyata. Shaga hanya karakter dari sebuah buku. Shaga hanya sosok yang dikarang oleh penulisnya.

Shaga, dia bernafas lewat sastra  dan bernyawa dengan aksara.

Kemarin, Lava selalu meyakinkan segalanya bahwa ia akan baik-baik saja. Bahkan ketika dunia sialan ini nantinya akan merenggut semua yang Lava punya. Bahkan dengan kesombongannya, Lava berkata bahwa ia siap jika nantinya Shaga pergi. Lava siap mengorbankan Shaga.

Namun kini, Lava merasa semua yang ia ucapkan kemarin adalah sebuah kebohongan. Kebodohan Lava.

Lava terlalu sibuk menyangkal. Lava terlalu sibuk meyakinkan dirinya sendiri. Lava sibuk memanipulasi isi kepala dan hati. Hingga ketika ia menyadari yang sesungguhnya, Lava tak bisa berkutik. Sebab benar, ketika kita terlalu sibuk menyangkal sebuah cinta yang diam-diam tumbuh, maka bersiap-siaplah dengan ledakannya. Karena ketika kamu menerima bahwa diri mu telah jatuh hati, kamu sudah jatuh terlalu dalam.

Lava sudah menempatkan Shaga di tempat yang sangat dalam.

Lava, menempatkan sosok yang tak hidup itu di hatinya.

Lava jatuh hati dengan karakter yang hidup di dunia buku.

Lantas, apakah Lava masih mampu untuk mengorbankan seseorang yang berarti baginya?

Katakanlah bahwa Shaga tidak hidup, katakanlah dia karakter yang bisa dihapus pengarangnya kapan saja. Tapi bukankah kini mereka hidup bersama? Entah kini di dunia buku atau dunia nyata, yang jelas mereka saling mencintai. Lava dan Shaga memiliki ikatan kuat yang bernama cinta.

Persetan dengan kutukan semesta, karena sekarang Lava tau apa yang ia inginkan di dunia ini.

Shaga.

Lava mau Shaga.

Lalu bersamaan dengan gerimis yang berguguran lebih deras, Lava berlari mengejar Shaga yang masih ia jangkau dengan bola mata. Tanpa memanggil nama itu, Lava memeluk Shaga dari belakang. Lava memeluk Shaga teramat erat.

EPOCH [Selesai]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang