[12] Bumi Dan Cinta

1.1K 188 7
                                    

JANGAN LUPA FOLLOW AKUN MEDIA SOSIAL HOTKOPILATTE :

INSTAGRAM : -aksaralatte
                        -nadpilatte

TIKTOK : hotkopilatte
TWITTER : hotkopilatte

HAPPY READING!

Seakan mengambil fungsi motorik pada tubuh, dingin pagi ini  benar-benar membuat Shaga sulit sekali mengambil banyak pergerakan. Membeku. Bahkan gitar yang ia bawa untuk dirinya mainkan disudut kantin pun kini masih hening, belum ada sentuhan pada senarnya. Alih-alih memainkan melodi, Shaga lebih memilih menyeruput kopi susu-nya. Melenyapkan dingin, menyalurkan hangat dari kerongkongan ke seluruh tubuh.

Bola mata Shaga mengawang ke atas, menatap matahari yang tengah mengintip dari balik awan kelabu. Mungkin ia memang sedang malu-malu untuk menampakan eksistensinya pada dunia hari ini. Bagaimana tidak, awan kelabu kian menguasai semesta, belum lagi dorongan awan yang seakan menjadi sekutu kuat agar si gumpalan kelabu mengambil alih sebagian isi bumi.

Hingga bersamaan dengan matahari yang lenyap—bersembunyi sepenuhnya di balik awan, Shaga merasakan dadanya seakan dihimpit oleh batu yang besar. Jantungnya terasa nyeri, nafasnya pun tersengal, seakan dirongga pernafasannya itu tertutup oleh kapas-kapas kecil.

"G-gue kenapa?" gumam Shaga seraya menepuk-nepuk dadanya pelan. Tapi semakin ia mencoba menetralkan nyerinya, yang ia temui adalah dirinya semakin dibuat kewalahan. Nyeri pada dada semakin menjadi-jadi, nafasnya pun semakin terasa sulit.

Alhasil, dengan sisa kekuatannya, Shaga bangkit dan mencoba berjalan menuju kelasnya. Kondisi kantin memang sepi, hanya ada Shaga, pemilik kantin dan beberapa siswa yang tampak tenang berkutat dengan laptopnya. Dan posisi mereka pun berseberangan cukup jauh, jadilah tidak ada yang tau gelagat aneh dari Shaga.

Dengan tertatih, Shaga mencoba untuk terus melangkah. Walau sesekali ia harus berpegangan pada pohon yang berjajar rapi di sepanjang jalan menuju kelasnya. Dan anehnya, suasana sekolah pun sangat sunyi. Bahkan banyak ruang-ruang kelas yang kosong. Entah kemana, Shaga pun tidak tau, tapi yang jelas ini sedikit... aneh.

Hingga yang mendengung kini hanya suara deru nafasnya saja. Entah sedari kapan, nafas Shaga terdengar lebih nyaring ketimbang deru kendaraan dari seberang sekolah. Lalu, sehaluan dengan Shaga yang tumbang, sebuah teriakan terdengar lantang. Namun, apa boleh buat, sebab gelap mengambil alih segalanya.

***

Lava hanya mampu menunduk seraya sesekali menggaruk-garuk telinganya yang panas. Bagaimana tidak panas jika Bu Ratih, selaku guru penghuni perpustakaan sekolahnya mengomel tiada henti.

"Ini udah ke 33x kamu menghilangkan buku di perpustakaan sekolah, Lava!"

"33x udah kaya biji tasbih, ya, Bu Ratih," bisik Pak Dadang selaku cleaning servis yang tengah bertugas. Dimana sedetik setelahnya beliau langsung terdiam kala Bu Ratih memberi pelototan tajam.

EPOCH [Selesai]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang