DS 9 : Luapan Amarah

7.1K 178 6
                                    

Tinggalkan vote/komen bila sudi. Happy reading.

■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■

Sean beranjak dari duduknya dan mendekati Lea. Pria itu lalu berdiri di depan Lea dengan tangan bersedekap dada. Tatapannya tajam dan itu membuat Lea menunduk takut. Dalam hati, ia bertanya-tanya. Kesalahan apa yang telah ia perbuat hingga Sean seperti ini?

"Kau darimana, Lea?" Tanya Sean dengan mengangkat dagu Lea agar gadis itu menatapnya.

"Tentu saja kuliah, Daddy," jawab Lea dengan nada gugup. Sean tersenyum, namun senyumnya tampak mengerikan bagi Lea. Rasa takutnya menjadi bertambah.

"Kau yakin baru saja selesai kuliah?"

"Iya, Daddy."

"Oh, rupanya kau sudah berani berbohong."

"Apa maksudnya, Dad?"

"Kau pikir aku tak tahu apa yang habis kau lakukan hm?" Mendengar pertanyaan Sean yang begitu dingin, Lea menunduk tak berani menatap mata Sean.

"Siapa pria itu?" Tanya Sean lagi dengan nada dingin.

"Siapa pria yang Daddy maksud?"

"Pria yang berjalan denganmu."

"Dia Zack, teman kuliahku."

"Kau yakin hanya teman kuliah?"

"Iya," jawab Lea membuat Sean menyeringai.

"Jauhi pria itu mulai sekarang!"

"Kenapa? Dia temanku. Dia baik padaku."

"Aku tak menyukainya karena kau jadi melupakanku saat bersamanya."

Lea menutup matanya kemudian membukanya lagi dengan air mata yang menetes. Dia menatap Sean dengan keberanian yang entah di dapat darimana. Lalu, Lea tersenyum dan menghapus air matanya.

"Saat kau pergi bersama aunty Cam dan kau mengabaikanku, apa aku menyuruhmu menjauhi aunty Cam? Apa aku juga marah dan mengintimidasimu seperti ini? Tidak Sean. Aku tidak melakukan apapun."

"Kau berani berbicara itu padaku?" Sean menatap manik mata Lea dengan tajam. Namun, keberanian Lea tak luntur. Rasanya ia ingin mengeluarkan segala unek-unek yang selama ini bersarang.

"Untuk apa aku tidak berani dengan pria sepertimu? Pria yang suka melakukan semaunya sendiri tanpa peduli perasaan orang lain," ucap Lea. Sean diam dan membiarkan Lea untuk berbicara semaunya.

"Aku tahu kau selama ini telah berjasa karena sudah mengadopsiku. Tapi, apa harus aku diperlakukan sesukamu karena jasamu itu? Kau menjadikan aku sebagai pemenuh nafsumu dan kau berhubungan dengan wanita lain setelahnya. Lalu, apa aku masih pantas menyandang status sebagai anak Sean Max Anderson? Rasanya, aku lebih pantas menyandang status sebagai jalangmu, pelacurmu, atau pemuasmu."

"Oke, jika kau merasa lebih pantas menyandang status itu maka aku akan menyematkannya padamu." Sean mengucapkannya dengan santai tanpa memperdulikan hati Lea yang sakit mendengarnya.

"Sayangnya, aku tak mau. Lebih baik aku menjadi gelandangan daripada harus menjadi wanita seperti itu." Lea melempar tas-nya kemudian berbalik. Dia memencet tombol password pintu untuk pergi dari apartement. Namun, baru menekan dua angka Sean sudah menariknya.

"Lepaskan aku!" Lea berusaha melepas tangan Sean yang mencengkeram pergelangan tangannya.

"Kau perlu dihukum agar tahu seberapa batasanmu!"

Sean menggendong Lea kemudian menjatuhkannya ke ranjang. Pria itu lantas mengikat tangan Lea ke kepala ranjang menggunakan dasi yang tadi ia kenakan. Tanpa aba-aba, Sean mencium Lea dengan kasar dan memaksa. Lea berusaha memberontak dan berusaha melepas ciuman Sean. Namun, usahanya sia-sia karena tenaga Sean jauh lebih besar darinya.

"Kau ingin pergi dariku setelah aku merawatmu 14 tahun lamanya? Jadi, begini balas budimu?" Pertanyaan yang begitu tegas dan penuh amarah dari Sean hanya membuat Lea menangis.

"Asal kau tahu saja Lea. Jika saja aku tak mengadopsimu, maka keadaanmu sekarang lebih buruk. Kau sekarang tak akan kuliah dan kau bekerja di club malam menjadi jalang yang harus melayani banyak pria."

"Lalu apa bedanya sekarang? Aku juga menjadi seorang jalang yang memuaskan nafsumu." Lea berkata sinis disela tangisnya.

"Tentu saja beda! Kau hanya melayaniku dan aku memberikan segala fasilitas yang kau butuhkan!"

"Tetap saja aku seperti jalang."

Sean menyugar rambutnya mencoba meredam emosinya. Namun, segala perkataan yang keluar dari Lea terus saja berkeliaran di otaknya dan membuat Sean tak bisa mengontrol emosinya. Dia pun bangkit dan melepas semua pakaiannya. Dia lantas mentap Lea dengan sangat tajam dan kembali menindih wanita muda itu.

"Kau merasa seperti jalang kan? Kalau begitu biar aku menikmati tubuhmu."

Sean merobek baju yang Lea gunakan. Dia melucuti Lea hingga tubuh Lea tak lagi berbalut apapun. Lea hanya mampu menangis dan memohon agar Sean tak menyetubuhinya. Namun, Sean yang dalam keadaan emosi dan dirasuki iblis tak memperdulikannya.

"Akhhh...." Lea berteriak ketika Sean memasukinya tanpa pemanasan lebih dulu. Milik Lea sangat perih karena dimasuki dalam keadaan kering dan tanpa pemanasan.

"Sakit Daddy!" Lea berteriak lagi ketika Sean menggerakan kejantanannya keluar masuk dengan begitu keras. Tangis Lea semakin kencang. Gerakan Sean sangat menyiksa miliknya.

Perih, sakit, dan sedikit nikmat itulah yang Lea rasakan. Jujur, meskipun dia sedikit menikmati tetap saja Lea berusaha menahan desahannya. Dia tak mau Sean mengejeknya.

Tak lama, tubuh Lea menegang. Miliknya mencengkeram milik Sean dengan erat. Sean tahu jika Lea akan mencapai puncaknya. Bukannya mempercepat gerakan untuk membantu Lea mencapai puncak, Sean malah mencabut miliknya.

"Menikmatinya Lea?" Tanya Sean dengan seringai iblisnya. Lea membuang muka.

Sean kemudian membalik tubuh Lea dan membuat tubuh Lea menungging. Dia pun kembali memasukkan miliknya ke dalam milik Lea dengan begitu keras membuat Lea kembali memekik. Tanpa membuat Lea beradaptasi, Sean kembali bergerak dengan kencang. Tentu saja itu membuat Lea tak lagi bisa menahan desahannya karena kejantanan milik Sean masuk begitu dalam, keras, dan cepat.

"Ahhh.... Ahhh..... Dadddhhh...."

Sean terus menyetubuhi Lea hingga berjam-jam. Dia tak peduli dengan Lea yang sudah tak berdaya lagi. Sekarang, di otaknya hanya berifikir tentang kepuasan dan pelampiasan emosi.

"Kauhh, memang sama seperti Alicia. Kalian sama-sama tak tahu diri!" Ucap Sean disela kegiatannya. Lea yang sudah teramat lelah tak begitu mendengar ucapan Sean.

"Dadhhh...." Lea mengerang dan menjambak rambut Sean ketika mereka mencapai puncak bersama untuk yang ketiga kalinya.

Lea terkapar di atas ranjang dengan dada yang naik turun. Matanya terpejam dan rasa lelah menguasai dirinya. Sedangkan, Sean langsung memakai boxer-nya dan duduk di tepi ranjang. Dia menyelimuti Lea dan membiarkan wanita itu istirahat.

Meskipun Sean juga lelah, dia tak langsung tidur. Dia memilih merenung di dekat jendela. Dia memikirkan semua yang Lea ucapkan. Dia merasa aneh. Sean merasa Lea sedikit berubah. Lea menjadi sedikit berani dan bahkan bisa mengeluarkan kalimat yang membuat emosi Sean tak kunjung reda.

"Polos di awal dan akhirnya berani padaku. Kau benar-benar seperti Alicia, Lea." Sean menghela nafas. Sebenarnaya, dia tak mau menjadikan Lea tempat balas dendam setelah sikap manis Lea membuatnya sadar. Namun, keberanian Lea justru membangkitkan rasa dendam itu lagi.

Sean mendekati ranjang kemudian berbaring di sebelah Lea. Dia menarik Lea ke dalam pelukannya kemudian mencium pucuk kepala wanita itu berkali-kali. Sean tak menyangkal jika semarah apapun dia pada Lea, tetap saja Sean menyayangi wanita itu. Itu karena hampir 14 tahun Sean mengurus Lea dengan segenap perhatian dan kasih sayangnya.

"Kau tak akan pergi Lea. Kau akan tetap bersamaku sampai kapanpun." Sean mengecup bibir Lea sekilas sebelum akhirnya menyusul Lea tidur.

Tbc__________

Daddy Sean ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang