Tinggalkan vote/komen bila sudi.
Happy reading.●●●●●
Kepala Sean berdenyut sakit memikirkan banyak masalah. Salah satunya masalah Lea yang mendiaminya tiga minggu belakangan ini karena Sean lepas kendali saat mabuk. Sean berkali-kali minta maaf, tetapi Lea hanya mengucapkan iya dan tetap bersikap dingin pada Sean. Pria itu tak terbiasa dengan sikap Lea yang seperti itu.
"Sean," panggil Bryan yang baru saja masuk dengan membawa map. Sean hanya bergumam tanpa menoleh.
"Kau tak apa?" Tanya Bryan saat sudah berada di hadapan Sean. Pria itu menjawab dengan menggelengkan kepala.
"Kau yakin? Wajahmu terlihat sangat pucat."
"Hm, aku hanya tak enak badan sedikit." Sean meyakinkan Bryan. Namun, sepupu Sean itu merasa jika Sean sedang tak baik-baik saja. Pria itu pun mengecek dahi Sean yang ternyata sangat panas.
"Kau sepertinya demam, Sean. Sebaiknya kau ke dokter untuk memeriksa keadaanmu."
"Aku bukan anak kecil yang jika demam harus ke dokter, Bryan. Nanti juga akan sembuh dengan sendirinya."
"Tapi, demammu sangat tinggi. Kau jangan keras kepala. Lebih baik kau ke dokter."
"Aku tidak mau," ucap Sean dingin. Bryan memutar bola mata malas kemudian menyerahkan berkas yang ia bawa. Sean langsung membuka dan membaca surat itu. Namun, penglihatannya tiba-tiba mengabur. Hingga denyutan yang teramat menyakitkan di kepalanya membawa pandangan Sean menggelap dan pada akhirnya membuat Sean tak sadarkan diri.
"Dasar keras kepala! Lihat kan kau menyusahkanku lagi karena keras kepalamu!" Bryan menggerutu kemudian menelfon bodyguard Sean untuk membantunya membawa Sean ke rumah sakit.
***
Lea melangkahkan kakinya di koridor rumah sakit. Dia mencari ruang Sean diperiksa karena dia tadi mendapat telfon dari Bryan jika Sean masuk rumah sakit. Awalnya, Lea tak peduli karena ia yakin Sean tak parah. Dia tahu Sean pria yang kuat. Namun, hati kecilnya terus mempengaruhi Lea untuk mendatangi Sean.
"Dokter, apa anda baru saja memeriksa pasien bernama Sean Max Anderson?" Tanya Lea pada dokter yang baru saja keluar dari sebuah ruangan. Dia hanya ingin memastikan bahwa ruangan yang Bryan beritahu padanya betul atau tidak.
"Benar, Anda siapa?"
"Saya putrinya, Dok. Bagaimana keadaan Daddy saya?"
"Dia demam dan asam lambungnya tinggi. Penyebabnya mungkin karena Tuan Anderson terlalu lelah, banyak pikiran, sering begadang, dan jarang makan. Tadi saya sudah memberi obat penurun panas. Jadi, demamnya sudah tak setinggi tadi. Mohon bilang pada Ayah anda untuk menjaga pola makan, pola tidur, dan jangan banyak pikiran agar cepat sembuh."
"Iya, Dok."
"Kalau begitu saya permisi dulu. Anda bisa menjenguk Ayah anda."
Lea memasuki ruangan tempat Sean di rawat. Dia bisa melihat Sean terbaring dengan mata terpejam. Dia kemudian duduk dan menggenggam tangan Sean yang lebih besar darinya. Sudah tiga minggu ia tak dekat dengan Sean. Lea berusaha menjauh agar perasaan yang ada dalam dirinya untuk Sean bisa berkurang.
"Lea." Sean memanggil Lea dengan sangat lembut. Dia tak percaya Lea ada disini dengan menggenggam tangannya.
"Maaf jika aku menganggu tidur Daddy," ucap Lea dengan sangat lembut. Sean menggelengkan kepala.
"Kau tidak menggangguku. Kau kesini dengan siapa?"
"Tadi Uncle Bryan mengirim supir untukku."
Mereka kemudian saling diam. Setelah jarang bertegur sapa dan bersama selama tiga minggu, ada rasa canggung antara mereka. Timbul rasa bingung topik apa yang akan mereka bahas. Rasanya, mereka seperti kehilangan kata-kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy Sean ✓
Roman d'amourLeandra Jesslyn Anderson, gadis manis yang harus ditinggal ibunya saat masih kecil. Diangkat menjadi anak oleh Sean Max Anderson, kehidupan Lea menjadi tak seburuk anak lain yang ditinggal orang tuanya. Dia menjadi gadis yang terpandang dan kebutuha...