33 - Ruang musik

7 2 0
                                    

Kantin kali ini ramai seperti hari-hari sebelumnya.

Ayna seperti biasa, duduk bersama Pritha. Pelan-pelan Ayna mencoba untuk menyukai tempat ramai ini. Bukan hanya kantin, Ayna juga mencoba untuk tidak menghindari tempat-tempat ramai di sekolah. Walaupun terkadang, entah hanya perasaannya saja atau tidak, ada saja tatapan tidak mengenakan dari beberapa orang. Namun Ayna memilih untuk mengabaikan.

“Eh tadi gue liat Adis di ruang BK, ada masalah apa lagi dia?” tanya Pritha, nadanya kedengaran tidak heran.

“Gak tau,” balas Ayna seadanya.

“Gitu temennya Jelena, Adis disenggol kok gak pernah dibelain, ya?” Pritha bertanya, kali ini dengan nada heran.

Dengan bibir yang penuh dengan mi Tara menyahut.

“Temen apaan? Kan Adis cuman numpang pansos doang.”

“Iya juga. Tumben lo, Na.”

Keduanya tertawa bersamaan.

“Hei, boleh gabung?”

Seolah sudah janjian, kompak saja gerakan mereka terhenti.

Pritha yang pertama menjawab.

“Oh, boleh-boleh silakan.”

Alva tersenyum manis, lalu duduk di tengah.

Ayna sudah panas dingin di tempatnya. Pikirannya tak jauh-jauh dari, kenapa Kak Alva di sini?

Dan kehadiran Alva sukses membuat seisi kantin tercengang. Mungkin karena meja mereka berada di tengah jadi semua bisa melihat dengan jelas. Apalagi Alva ikut duduk, tidak seperti beberapa waktu lalu yang dirinya hanya bicara sebentar lalu pergi, itu pun mejanya berada di pinggir.

“Nih, buat lo, Na.”

Ayna langsung mendongak.

Jantungnya berdegup saat irisnya bertatapan dengan mata Alva.

“Ma-makasih,” katanya tergagap-gagap menerima roti pemberian Alva.

“Sama-sama.” Alva menyahut kalem, dirinya melempar senyum adem.

Pritha yang melihat senyuman itu pun mleyot padahal Ayna yang disenyumin.

Entah kenapa bisikan-bisikan mulai terdengar jelas, padahal Ayna yakin Alva mengucapnya dengan pelan.

Itu Alva nyamperin siapa?”

“Itu cewek yang digendong Azka kan?”

Sasimo banget tu cewek!!”

“Siapa sih dia?”

“Eh serius, itu Ayna MIPA lima?”

“Gue denger-denger pernah dibawain makanan sama Azka juga tuh cewek.”

“Dih caper banget najis. Cantikan gue ke mana-mana.”

Tangan Ayna terkepal di bawa meja, dadanya terasa sesak. Amarahnya seolah ingin meledak saat itu juga. Dan yang membuat ia semakin kesal adalah Alva, cowok itu masih santai saja sambil lanjut memakan baksonya seolah tidak mendengar hujatan yang dilontarkan oleh penghuni kantin.

Kenapa semua menyalahkan Ayna? Apakah salah jika mendapatkan perhatian lebih? Padahal Ayna tidak pernah meminta, kenapa seolah-olah dirinya yang salah di sini.

Pritha menggenggam tangan Ayna, menguarkan kepalan tangan cewek itu.

Tiba-tiba terdengar bunyi notifikasi. Bukan dari ponsel Ayna maupun Pritha, jelas saja dari Alva.

DeranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang