21 - Accident

18 3 0
                                    

slamat membaca sayang sayangkuuuu

“Mbak?” panggil Ayna dari luar.

“Eh iya, Ay, bentar.”

Selang beberapa detik, keluar Rani dengan rambut tergerai.

“Kenapa, Ay?”

“Itu Mbak, tolong bilangin Mas Abim, ya, gue gak bisa jaga toko. HP gue masih gue charger soalnya, Mbak.”

“Astaga.” Rani tertawa.
“Duduk dulu, sini. Santuy, lagian Abim paham kali. Dia juga ngerti lah kalo lo gak bisa jaga toko terus.”

“Gue sungkan, Mbak. Baru jaga dua hari,  masak udah cuti aja Mbak.” Ayna menyelipkan anakan rambutnya ke belakang telinga.

“Lagian ujan deres gini, orang-orang pada males beli buku kali, Ay.”

Sial! Ucapan Rani seperti ucapan Azka tempo jam lalu. Kenapa akhir-akhir ini Azka sering muncul dipikirannya sih?

“Ngelamun lo?”

Baru setelah itu Ayna tersadar lantas menggeleng sambil tersenyum.

“Yaudah gue balik ke kamar dulu, ya, Mbak. Mau nugas.”

“Oke!”

Saat ingin ke kamar mandi, Ayna melihat hoodie Azka yang belum is cuci. Ia menepuk jidat, bisa-bisanya dia lupa!

Segera ia ke mesin cuci untuk mencuci hoodie Azka yang berwarna abu-abu gelap itu, sebelum mencucinya Ayna sengaja merogoh kantong untuk mengecek apakah ada sesuatu yang tertinggi atau tidak.

Dan benar saja, ternyata ada.

Ayna mengambil benda itu, keningnya berkerut heran.

“Ini gelang kecil banget, kayaknya udah lama deh.” Ia menusuk pipinya menggunakan lidahnya, membuat pipinya besar sebelah. Ayna masih asyik memerhatikan gelang tersebut.

“Ada inisialnya, A. A for Azka? Kayaknya Azka suka banget deh sama huruf A, sapu tangannya juga ada bordiran A nya kan?” Ayna bermonolog.

“Warnanya sage lagi, ini kan warna favorit gue.”

Ayna segera mengerjapkan matanya.

“Hah lo barusan ngomong apa deh? Dah, dah. Gak usah mikir aneh-aneh lo, Na.”

Tanpa sadar Luna sedari tadi memandangnya dengan pandangan ngeri.

***

Ayna berjalan dengan tenang menuju kelasnya di pagi-pagi buta. Koridor tentu sepi karena masih pagi, orang-orang mungkin masih bermimpi di kasur.

Setelah sampai di depan pintu kelas, langsung saja ia mengayun dahan pintu yang tertutup. Dan saat pintu terbuka sempurna, netra Ayna bertatapan dengan iris coklat yang sudah lama tak berserobok dengannya.

Di depannya, telah ada sosok Adis yang menyandarkan badannya di meja guru, seolah tengah menunggu kedatangan Ayna— atau memang benar-benar sedang menunggu.

Seketika Adis menegakkan badan, menerbitkan senyum karena memang yang ia tunggu-tunggu sejak setengah jam lalu akhirnya datang. Ia sampai berangkat pagi-pagi agar bisa menemui Ayna.

“Oh, jadi jam segini lo berangkat?” ia berkata sambil melipat tangan di dada.

Ayna diam. Sejujurnya ia tak kaget, dia bahkan telah menunggu-nunggu hari ini. Karena sesuai prediksinya, tentu saja Adis tak akan diam saja saat mengetahui dirinya kabur. Dia pasti akan melakukan sesuatu.

DeranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang