5 - Rumah yang tak merumah

69 12 0
                                    

HAPPY READING

Setelah beberapa saat berlari, akhirnya Ayna sampai di rumah yang cukup elite. Rumah dengan cat berwarna abu-abu.

Napas Ayna tersenggal-senggal, penat rasanya berlarian dari depan komplek sampai ke rumahnya, maklum saja karena rumahnya berada di ujung. Itu memang karena dirinya meminta Azka memberhentikan di sana, tak sampai ke depan rumah. Takut ada orang rumah yang melihat, lebih tepatnya takut Adis mengetahui.

Ayna berlari karena tadi saat dia sedang asyik berjalan, ponselnya tiba-tiba bergetar. Lalu muncul whatsapp yang berisi ....

5 menit g smpe rumah, gw kunci.

Tentu saja Ayna langsung berlari kencang, mengingat waktu yang semakin larut.

“Assalamu'alaikum,”  ucap Ayna seraya membuka kenop pintu, menghela napas lega saat pintu rumahnya tidak dikunci.

Kedua orang yang tengah duduk di sofa mengalihkan atensinya. Bahkan mereka tak membalas salam Ayna.

Adis- saudara tiri Ayna itu memandang dengan tatapan remeh.

“Jam segini baru pulang? Kemana lo? Kencan?”

Soraya, wanita yang duduk di sebelah Adis lantas tertawa mendengar penuturan putri kandungnya.

“Kencan? Kamu ini ada-ada aja Sayang, yakali dia punya pacar, emang ada yang mau sama dia?” sahutnya, perempuan beda generasi itu pun kompak tertawa.

Ayna yang masih berdiri di depan pintu hanya mampu menunduk memandang lantai. Walaupun sudah makanan sehari-hari, namun tetap saja Ayna merasa sakit hati.

“Ada urusan sedikit,” jawab Ayna pada akhirnya.

Soraya tampak tak peduli dengan jawaban Ayna, ia terlihat sibuk membuka majalah. Begitu pun Adis, gadis itu malah memainkan ponselnya.

Ayna lagi-lagi hanya bisa menghela napas sabar. Sudah sangat sering ia mendapat perlakuan seperti ini. Tak ada lagi kehangatan di rumahnya, baginya rumahnya ini tak lagi merumah, lebih pantas disebut neraka versi dunia.

“Permisi,” pamitnya seraya membungkuk, melangkah menuju kamar.

Baru saja ia ingin membuka kenop pintu, namun urung saat mendengar ucapan ....

“Jangan lupa nyapu, ngepel, masak, nyetrika baju!”

“PR gue jangan lupa dikerjain!”

Ayna tersenyum pedih, "Iya." Dan itulah jawaban yang keluar dari mulutnya. Padahal ia sangat ingin menolak, ia ingin memberontak. Namun Ayna tak bisa. Ia hanya disuruh menurut, tak ada hak untuk menyangkal. Dalam hatinya ia tak ingin dijadikan 'babu' oleh Mama, dan saudara tirinya. Tapi, lagi-lagi tugasnya hanya menurut dan menurut.

Dulu ada asisten Rumah Tangga, namanya Bu Zahra. Namun saat Ayah Ayna meninggal, Bu Zlahra dipecat Soraya dengan pesangon yang besar. Toh sudah ada Ayna sebagai ganti tanpa gaji, jadi tak usah memperkerjakan pembantu lagi. Entah di mana keberadaan Bu Zahra sekarang, jika Ayna bertemu, Ayna ingin sekali memeluk Bu Zahra dan mengadu semuanya. Baginya, Bu Zahra adalah Ibu kedua setelah Ibu kandungnya.

Ayna segera masuk kamar dan membanting tubuhnya di kasur, ia ingin istirahat, sekedar rebahan sejenak. Namun tak bisa, banyak pekerjaan yang harus ia kerjakan saat ini.

Setelah beberapa saat berganti pakaian, Ayna pun segera mengambil peralatan untuk membersihkan rumahnya.

“Semangat, Na!” ucapnya menyemangati dirinya sebelum akhirnya ia menyapu lantai yang tampak berdebu.

DeranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang