20 - Hujan dan halte

15 4 0
                                    

skrg hari apa teman???
yap btull senin.

UDAH PADA MASUK SEKOLAH YAAA???
SEMANGAT SLALU SMUAAA <333

Kafe bernuansa industrial ini tampak ramai di kalangan remaja. Maklum, nuansa kafe ini yang cukup aesthetic serta alunan musik yang terdengar sopan di telinga tentu mampu menggaet atensi para remaja untuk sekadar nongkrong atau untuk mengerjakan tugas.

“Nyebat?” tawar Johan dibalas gelengan oleh Azka.

“Oke,” sahutnya.

“Dah sini gue aja,” kata Egar menawarkan diri.

“Gak modal lo, Nyet!” kata Johan mendengus. Namun tak urung tetap memberikan sebatang rokok kepada Egar.

Kalau Keano jangan ditanya, dia memang dari dulu tidak pernah merokok. Bahkan saat ini dirinya sibuk mengetik di laptop untuk mengerjakan tugas.

Azka meminum sodanya, lalu mengembuskan napas membuat ketiganya menoleh.

“Ada masalah?” tanya Egar lebih dulu, mewakili yang lainnya.

“Gue gak pernah lepas dari masalah.”

Jawaban Azka tentu membuat Johan dan Egar keheranan, kecuali Keano yang sudah paham maksud perkataan Azka.

“Lo bisa cerita ke kita, Ka.” Ucapan Johan yang sok bijak itu diangguki Egar.

“Gak perlu.” Azka menenggak sodanya lagi. “Dah, gak usah bahas gue.”

“Oke.”

Keempatnya sama-sama terdiam.

“Akhirnya selesai juga.” Keano bergumam, tersenyum kecil, bangga pada kinerjanya sendiri.

“Itu tugas yang mana lagi dah? Lo nongkrong sampe bawa laptop segala buset, apa gak bisa di-pending dulu?” Johan mencerocos dengan nada heran.

“Tugas tadi. Gue gak ada niatan nongkrong ya, lo yang bilang kalo motor lo mogok lah, suruh jemput lah, ya terpaksa gue jadinya bawa laptop.” Keano mendengus, sedikit kesal. Tadi memang dirinya tengah duduk di ruang OSIS mengerjakan tugas, namun tiba-tiba Egar meneleponnya, mengatakan bahwa motornya mogok dan menyuruh Keano untuk menjemputnya. Jadi mau tak mau Keano pun menyusul lewat lokasi yang dikirimkan, ia berjaga-jaga membawa laptop agar saat memang benar bila motor Egar tak mogok, ia bisa mengerjakan tugasnya. Dan ternyata saat ia sampai sudah ada Egar, Johan, dan Azka yang duduk di salah satu kursi kafe.

Sebenarnya kejadian semacam ini bukan  hanya sekali-dua kali, Keano ingin tak peduli sebenarnya. Namun nada panik Egar yang sangat amat dramatis membuat Keano sedikit iba.

“Ya lagian lo kalok gak dikibulin gak bakal ikutan nongkrong anjir.”

“Bener!”

“Namanya juga anak olim,” kata Azka santai, sambil mengunyah permen karet yang baru saja dia ambil dari saku kantongnya.

“Lo juga anak olim.” Keano membalas dengan nada sarkastis.

“Tapi lo waketos.” Azka meniup permen karetnya.

“Lo kapten basket.”

“Tapi gue mau pensiun.”

“Lo—”

“Udah buset, malah adu jabatan anjir?!” Johan menggelengkan kepalanya tak habis pikir.

“Kita yang jadi cadangan tim futsal diem aja deh, Han,” kata Egar dengan nada melas.

DeranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang