8 - Kabur

44 10 0
                                    

Beberapa menit lagi sepertinya adzan maghrib akan berkumandang. Langit bahkan sudah mengabu-abu.

"Rumah warna abu-abu, ya, Pak." Ayna memberitahu, dibalas anggukan oleh sang pengemudi.

"Ini bukan, Mbak?" tanyanya sambil memelankan laju motor di depan rumah berwarna abu-abu muda.

"Bukan, Pak. Maju lagi, Pak. Rumah yang di pojok," ujar Ayna sambil menepuk pelan bahu sang Abang ojek.

"Nah, ini, Pak."

Sang ojek pun langsung memberhentikan motornya. Langsung saja Ayna turun dari motor, ia menyerahkan helm, yang langsung diterima oleh sang ojek.

"Sepuluh ribu, ya?" tanya Ayna memastikan.

"Iya, Mbak."

Ayna segera merogoh saku roknya, lalu mengeluarkan uang berwarna ungu yang langsung disodorkan ke ojek tadi.

"Pas ya, Pak."

"Iya, Mbak." Menerima uluran uang tadi, Abang ojek pun memutar balikkan motornya.

"Mari," ucapnya dibalas anggukan oleh Ayna.

Ayna menghela napas pelan, lalu mulai melangkah masuk ke dalam rumah.

Ia memegang handel pintu, lalu mendorongnya membuat pintu kayu yang semula tertutup jadi terbuka lebar.

"Assalamu-"

Plak!

Kepala Ayna tertoleh saat pipinya mendapat tamparan tiba-tiba dari Adis.

Ayna memegang pipinya yang terasa nyeri, ia mengelus-elus pelan sambil meringis pelan. Sungguh, tamparan Adis sangatlah keras.

"Maksud lo apa?!" tanya Ayna tak habis pikir.

"INI ELO KAN?!" Adis melempar lembar foto, foto dirinya dan Azka yang tengah berboncengan. Ayna tebak, foto ini berasal dari mading sekolah.

Ayna tertegun, dia tak menyangka Adis tahu akan hal ini.

"Kaget kan lo gue tau? Jadi ini alasan lo berpenampilan jadi nerd gini, lo gak mau orang-orang pada tau kalo lo yang dibonceng Azka kan? Hah?!"

Ayna terdiam, memikirkan jawaban yang pas untuk menjawab pertanyaan Adis. Ayna lupa bahwa Adis merupakan satu dari ratusan orang yang mendambakan Azka. Bahkan Adis gencar mendekati Azka sejak kelas X. Mungkin Adis merasa iri karena Ayna dapat duduk di jok motor Azka, sedangkan ia yang selama ini berjuang mati-matian tidak pernah sedikit pun di-notice oleh Azka.

"Lo cemburu?"

"MENURUT LO?!"

"Bahkan Azka bukan siapa-siapa lo, Dis." Entah dapat keberanian darimana Ayna berani berucap seperti itu.

Plak!

Adis kembali menampar pipi mulus Ayna, membuat rasa nyeri merambat seketika.

"APA LO BILANG?!" tanya Adis tersulut emosi.

Ayna bersedekap dada, mungkin saat ini ia harus melawan Adis. Dia juga sudah lelah menjadi babu, toh, Soraya sedang tidak ada di rumah.

"Lo bukan siapa-siapanya Azka, Adisti Keinara."

"Berani lo ngomong gitu, hah?!"

"Kenapa enggak?! Lo iri sama gue kan? Ya secara, cuman orang-orang beruntung yang bisa duduk di jok motor Azka, dan lo gak pernah duduk di sana kan?" Ayna terkekeh remeh.

Adis terdiam, dalam hati ia menyumpah serapahi Ayna. Dia benar-benar merasa dipermalukan!

"Gue akan buat perhitungan buat lo Ayna. Inget itu!" ucapnya, sedetik kemudian ia melangkah dengan cepat menaiki tangga menuju kamarnya.

DeranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang