50 - Pengumuman

13 0 0
                                    

1. Zeline Sasmaya (XI MIPA 1): 98,2

2. Shayna Elzavira (XI MIPA 5): 97,8

3. Elvano Magani (XI MIPA 3): 95,5

Ayna memandang huruf dan angka bercetak tebal di mading itu dengan helaan napas lega. Ia lega karena namanya berada di urutan nomor 2, itu artinya ia lolos ke babak selanjutnya dan harus bersaing dengan Fay dan Elvan.

Pengumuman nilai seharusnya diumumkan di web sekolah, namun karena ada kesalahan teknis alhasil pengumumannya diganti ke mading sekolah. Pengumuman itu baru saja ditempel bertepatan dengan bel istirahat kedua yang berbunyi nyaring.

Suasana di sekitar mading tak terlalu ramai, tentu saja yang hadir hanya partisipan saja untuk melihat nilai mereka. Rata-rata berdecak kesal, mungkin hanya 3 besar saja yang tersenyum lega.

“Gimana hasilnya, Na?” tanya Pritha penasaran. Memang Pritha menunggu ke belakang, sedangkan Ayna sendiri yang mengecek ke mading.

“Gue peringkat dua, Tha! Gue lolos!” ucap Ayna semangat.

Pritha tersenyum lega dan mengucapkan selamat.

“Peringkat dua aja bangga,” sindir salah satu siswi.

Ayna melirik. Rambut sebahu berwarna coklat itu tak salah lagi. Itu Zeline Sasmaya atau yang lebih akrab disapa Zelin. Siswa XI IPA 1, anggota teater, dan sang peringkat satu di tes babak pertama ini. Namanya memang cukup popular dikalangan siswa Graha Gelora, dan juga cukup bermulut tajam.

“Mending diem aja, deh, lo!” peringat Pritha.

Zelin menekuk tangannya di atas dada, seolah tertarik memancing keributan.

“Ayna. Cewek yang kena skandal kemarin, kan? Tiba-tiba ikut tes fisika, dan lolos. Aneh banget? Gue gak pernah denger guru-guru ngomongin lo, itu artinya lo gak cukup pintar kan? Terus tiba-tiba lo dapet peringkat dua, jalur oldar?” ia tersenyum miring.

Ayna mengepalkan tangannya, mencoba tidak tersulut.

Tangan Pritha serta merta teracung-acung, bersiap untuk menghajar Zelin yang sudah kurang ajar kepada Ayna.

“LO!”

"Udah, Tha.” Ayna berucap memeringati, kali ini sambil menahan badan cewek itu.

“Zelin, menurut lo cewek kayak gue punya orang dalem siapa?” tanya Ayna berucap santai.

Zelin terdiam.

“Kalo gue punya orang dalem, harusnya sejak kelas sepuluh nilai gue unggul dong? Tapi nyatanya gue gak pernah masuk lima besar. Terus kenapa tiba-tiba gue pakek jalur orang dalem buat lolos tes ini yang sedangkan gue gak tau pas lomba bakalan menang atau enggak? Dan lo tau kan kalo tes ini buat gantiin Azka. Kalo Azka gak diskors gue gak bakalan ikut tes ini. Masih bilang gue bisa masuk tiga besar gara-gara orang dalem?” Ayna menggeleng-geleng.

“Kata lo gue gak cukup pintar? Tapi itu bukan berarti gue bisa ngerjain soal fisika, kan, Lin? Gue bisa karena gue belajar. Harusnya lo tau itu, Lin. So, good luck for you. Congrats!”

Ayna lalu mengajak Pritha pergi, meninggalkan Zelin dengan segenap amarah karena apa yang diucapkan Ayna seratus persen benar.

***
Ayna menghentikan langkah. Ia heran memandang mobil abu-abu di depan indekos dan suara menangis yang tersedu-sedu.

Sebenanya apa yang terjadi?

Langkah Ayna dicepatkan, ia sedikit berlari agar cepat menuju teras. Tempat mereka berkumpul.

DeranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang