45 - Kabar Alva

3 0 0
                                    

Freya menuruni anakan tangga dengan dua kardus berukuran sedang di kedua tangannya.

Keningnya mengerut mendapati papanya tengah duduk santai di ruang tengah sambil menyesap kopi. Tumben-tumbenan papanya itu jam segini sudah di rumah.

“Lho, pa? Papa kapan pulangnya? Tumben jam segini udah pulang,” kata Freya mendekat.

Papa lantas menoleh ke arah Freya.

“Udah pulang dari tadi. Kamu sih di kamar terus. Pulang cepet soalnya pasien dikit, Fey.”

Papa Freya itu seorang dokter umum di rumah sakit umum di Jakarta.

“Oh.” Freya menggumam paham.

“Sini deh, Fey. Papa mau cerita.”

Freya lalu duduk di samping pria paruh baya itu, lantas menaruh kedua kardus itu di atas meja.

“Papa mau cerita apa?”

“Sebenarnya mau dari kemarin, tapi kelupaan. Papa mau cerita kakak kelasmu itu lho, duh, papa lupa namanya. Ketua OSIS pokoknya. Kamu kenal kan? Kan kamu jadi sekretaris OSIS.”

“Maksud Papa Kak Alva?” Freya....

“Ah, iya. Alvarendra. Baru ingat,” gumam pria berkacamata itu.

“Papa yang meriksa Kak Al?”

Gemilang mengangguk-angguk.

“Kondisinya gimana?”

“Lumayan parah. Tapi gak ada yang serius, gak sampek dijahit kok. Pas papa tanya, katanya digebukin adik kelasnya. Ngeri ya jaman sekarang tuh apa-apa langsung diributin, padahal bisa diselesain pakai kepala dingin. Kamu tau yang ngehajar Alva?”

Freya meneguk ludah susah payah, dirinya lantas menampilkan senyum keki. Dalam hati ia ingin berteriak GAK CUMAN KENAL, PA. ORANGNYA ITU MANTANKU!

“Nggak, nggak tau.” Freya menggeleng-geleng.

Gemilang mengangguk percaya. Lalu pandangnya beralih kepada kardus-kardus itu, baru sadar bahwa sang putri tadi membawa ikut serta kardus itu.

“Itu kardua isinya apa, Fey?”

Freya yang sedang melamun jadi tersadar. Matanya ikut memandang kardus yang telah tertutup rapat dengan lakban itu.

“Oh, ini barang-barang di kamar pa, udah gak penting. Mau taruh di gudang aja,” kata Freya.

Yang sebenarnya adalah itu semua barang-barang yang mengenai Azka. Semua sudah ia masukkan ke dalam kedua kardus itu. Semua yang menyangkut Azka, ia masukkan. Sejak kemarin Freya bertekad ingin melupakan Azka, misinya dimulai dengan menjauhkan barang-barang yang bisa saja mengingatkan kepada lelaki itu. Alhasil ia mengumpulkannya dan berniat ia taruh saja di gudang.

Gemilang manggut-manggut.

“Taruh yang rapi, ya.”

“Siap, pa!”

“Oiya baru sadar, mama ke mana pa?”

“Ke rumah Bu Devi, katanya Bu Devi lagi bikin rujak buah.”

Freya lantas berdiri, bersiap menuju gudang. Namun saat tangannya hendak mengambil kardus itu, atensinya teralih oleh ponselnya yang berbunyi.

Papa Gibran is calling

Segera Freya mengangkat telepon itu.

“Halo pa? Makan malem? Oh, yaudah entar Freya kabarin kalo bisa dateng ya. Iya, love you too, pa!”

“Papa Gibran ngajak makan malem pa, boleh nggak?”

Gemilang tersenyum.

“Ya boleh dong. Gibran itu papa kamu, Fey. Papa gak berhak ngelarang kamu ketemu papa kandungmu.”

DeranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang