Love you. Kata yang 'tak akan pernah berhenti kuucapkan padamu.
~Adiba Khanza Ranisa~
Izar keluar dari kamar mandi. Menyugar rambutnya yang habis terkena air wudhu itu ke belakang. Lalu dengan sigap, memasangkan kopyahnya.
Entahlah, hanya perasaannya saja atau memang benar. Kamarnya terasa sangat sepi. Sejak kejadian kemarin malam, Diba memutuskan untuk pisah ranjang. Sepertinya ... itu hal baik untuk Izar.
Namun ternyata salah .....
Kamarnya menjadi sangat sepi. Tidak ada lagi suara kecil Diba yang menggemaskan itu. Izar akui ia memang salah karena telah menyakiti hati perempuan sebaik Diba. Tapi ... ego terus mendorongnya untuk terus melakukannya.
Bahkan, setelah mendapat murka Abi, sikap Izar masih belum berubah sama sekali. Tetap kasar dan menyakitkan.
Izar berjalan menuju laci yang di atasnya terdapat sajadah yang kemarin malam baru saja ia taruh. Kini sudah memasuki waktu shalat Tahajud, Izar menyampirkan sajadahnya di leher, lalu berjalan keluar kamar.
Perlahan langkahnya mulai berhenti di depan pintu ber-cat coklat muda itu. Dengan ragu Izar mengetuknya. 'Tak kunjung ada jawaban, Izar pun membukanya sedikit dan mengintip.
Diba ... tidak ada.
"Diba udah duluan, ga usah ngarep dia nungguin kamu kayak dulu." Ucap Abi yang membuat Izar tersentak lalu kembali menutup pintu kamar.
"Abi ... masih marah sama Izar?" tanya Izar dengan menunduk.
Terdengar Abi hanya menghembuskan nafas berat. "Entahlah Zar, Abi kecewa sama kamu."
Mendengar jawaban Abi, Izar semakin menunduk. Apa ... selama ini ia salah? Izar hanya ingin menuruti kemauannya. Mementingkan ego, itu merusak semuanya.
"Maaf ...." Lirihnya. Bukannya dijawab, Kyai langsung beranjak pergi dari sana meninggalkan Izar yang masih tertunduk lesu.
🦋🦋🦋🦋
Selesai shalat subuh, Izar mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan istrinya itu.
Matanya terhenti saat melihat perempuan bergamis abu dan khimar hitam yang sepertinya sedang mencari-cari sandalnya.
Tanpa disadari, senyuman tipis terukir di wajah Izar. Sangat tipis, bahkan tidak ada yang menyadarinya.
Mata Izar beralih pada tangannya yang memegang salah satu sandal milik Diba. Ia sengaja mengambilnya, karena ... ehm, jujur saja ia ingin bertemu dengan perempuan itu.
"Ish, sendal aku ke mana sih? Ga mungkin kan kalau maling nyurinya cuma satu? Gak afdol banget kalau cuma satu mah. Harusnya dua-duanya," celoteh Diba.
Perlahan Izar mulai menghampirinya. "Nih, sendal lo kan?" Diba beralih menatap tangan lelaki di depannya ini.
Keningnya mengerut, "Bukan, sendal aku warnanya hitam. Itu kan pink, mana suka aku warna pink. Kayak hewan ngok-ngok aja," Izar terdiam mematung. Lalu ... sendal siapa yang saat ini ia ambil? Oh, jangan bilang itu adalah sendal santriwati lain! Atau Ustazah? Hah, bisa hancur repotasi Izar, kalau sampai ketahuan maling sendal!
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Bukan Dia! [END]
Teen FictionCerita ini adalah lanjutan dari Salat Tarawih, jika mau lebih jelas, bisa baca Salat Tarawih dulu ^^ Muhammad Abhizar Albirru, seorang gus kelas dua belas, menyukai santriwati yang berstatus sebagai adik kelasnya. Tapi, masih di usianya yang menginj...